Pemkot Batu Sediakan Rusun Laik Huni

RusunKota Batu, Bhirawa
Meskipun menyandang sebagai Kota Wisata, Batu ternyata masih memiliki banyak kawasan pemukiman yang belum tertata dengan baik dan tidak layak huni. Bahkan di antara kawasan itu berdiri di atas kawasan lindung dan kawasan resiko bencana alam. Hal ini memaksa Pemerintah Kota (Pemkot) setempat untuk menyediakan banyak rumah susun rendah sebagai kawasan untuk relokasi.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana di Bappeda Batu, Satrio Wicaksono mengatakan, ada sebanyak 11 dari 24 desa/kelurahan di Kota Batu yang memiliki kawasan pemukiman tak layak huni. Dari kawasan tersebut ada yang memungkinkan untuk dilakukan perbaikan, namun ada pula yang tidak bisa diperbaiki. Dengan kata lain, penghuni di kawasan tersebut harus direlokasi.
Kawasan pemukiman penduduk yang harus direlokasi adalah yang berada di atas kawasan lindung. “Misalnya, pemukiman yang berdiri di atas Daerah Aliran Sungai (DAS) Desa Ngaglik, pemukiman di sekitar sumber mata air di Desa Bulukerto, pemukiman di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Tlekung, dan kawasan rawan bencana alam terutama longsor di Desa Songgokerto,” ujar Wicaksono, Kamis (18/12).
Ditambahkan Konsultan Pendamping dari Kementrian Pekerjaan Umum (PU), Endang Indriani bahwa kawasan pemukiman di 4 desa di atas mengharuskan dilakukannya relokasi. Karena menempati kawasan tersebut sebagai pemukiman adalah melanggar peraturan. Untuk itu pemerintah daerah harus menyiapkan kawasan untuk tempat relokasi warga yang tinggal di sana.
“Yang paling mungkin adalah menyediakan rumah rendah sebagai tempat relokasi. Dikatakan rumah susun rendah, karena dari kondisi tanah di Batu memaksa pembangunan gedung bertingkat tidak boleh lebih dari lima lantai,” jelas Endang.
Adapun untuk kawasan pemukiman tak layak huni di 7 desa/kelurahan yang lain tak harus dilakukan relokasi. Ketujuh desa/kelurahan itu adalah Gunungsari, Sisir, Sidomulyo, Pandansari, Tulungrejo, Beji, dan Temas. Namun dari ketujuh kawasan itu, Desa Gunungsari mendapatkan prioritas utama. Karena di desa yang menjadi sentra peternakan sapi itu belum tertata antara pemukiman dengan kandang sapi.
Hampir semua kandang menyatu dengan rumah pemukiman. Padahal di kawasan itu memiliki potensi pariwisata kebun bunga. “Jadi harus dilakukan penataan yang bagus dan menarik agar wisata bunga maupun wisata peternakan bisa berkembang dengan baik,” tambah Endang.
Menanggapi masalah ini, anggota Komisi C Didik Mahmud mengatakan, kendala untuk menyelesaikan masalah ini tak hanya pada kondisi lahan maupun warga yang tinggal di sana. Kendala  juga sering muncul akibat buruknya sinkronitas antar SKPD bersangkutan.
Untuk itu Didik mendesak agar SKPD memiliki program yang saling mendukung dengan SKPD yang lain. “Jangan sampai program SKPD jalan sendiri-sendiri. Akibatnya, hasil akhir yang dicapai terlihat adanya kekurangsingkronan sehingga hasilnyapun tak maksimal,” ujar Didik.n nas

Rate this article!
Tags: