Pemkot Blitar ”Deadline” PKL Mastrip 15 Januari

pkl-jalan-mastripKota Blitar, Bhirawa
Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar untuk menggusul Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di jalan Mastrip untuk pelebaran jalan serta perbaikan drainase akan tetap dilaksanakan meskipun mendapatkan penolakan dari sejumlah pedagang.
Bahkan saat ini pihak Pemkot Blitar masih terus melakukan rapat bersama pihak terkait untuk memberikan solusi bagi PKL yang ada disepanjang jalan Mastrip. “Sampai saat ini kami masih terus lakukan rapat bersama pihak terkait mengenai solusi bagi PKL jalan Mastrip, sehingga pada saat pembongkaran nantinya bisa berjalan dengan lancar dan kios sudah dikosongkan oleh para pemilik,” kata Sekretaris Daerah Kota (Sekkota) Blitar, Rudy Wijonarko.
Namun demikian pihaknya juga memberikan batas waktu, yakni maksimal tanggal 15 Januari 2017 mendatang lokasi tersebut harus di bongkar. Jika seluruh pedagang kaki lima tetap bersikeras menolak penggusuran maka pihaknya akan bekerjasama dengan pihak berwajib seperti Kepolisian dan Satpol PP Kota Blitar untuk mengamankan para pedagang dan melakukan penggusuran secara paksa. “Ini demi kepentingan bersama, karena tujuan utama pembongkaran kios tersebut untuk pelebaran jalan dan perbaikan drainase,” ujarnya.
Sementara perlu diketahui sebelumnya dengan rencana Pemkot Blitar tersebut mendapatkan penolakan dari puluhan pedagang kaki lima jalan Mastrip Kota Blitar dengan menggelar aksi unjuk rasa didepan Kantor Walikota Blitar beberapa waktu lalu.
Adi koordinator pedagang jalan Mastrip mengatakan jika dengan tegas pihaknya menolak rencana penggusuran oleh Pemkot Blitar yang menyebut para pedagang jalan Mastrip sebagai PKL. Pasalnya menurut para pedagang tempat mereka berjualan merupakan satu-satunya tempat mereka mencari nafkah sejak puluhan tahun lalu.
“Dengan tegas kami menolak digusur apalagi penggusuran itu bukan untuk kepentingan masyarakat banyak namun hanya untuk kepentingan pengembang dan segelintir orang yang ingin menempati tempat kami berjualan. Karena dibelakang tempat kami berjualan ternyata sudah didirikan kios-kios milik PT. KAI, ” kata Adi.
Adi juga mengatakan jika selama ini pihaknya juga masih membayar retribusi ke Pemerintah sebesar Rp. 2.000,- perhari. Selain itu setiap bulannya para pedagang juga masih harus membayar uang kebersihan dan keamanan sebesar Rp. 5.000,- perbulan.
“Setiap harinya para pedagang masih bayar retribusi sebesar Rp. 2.000,-. Bayangkan saja jika dikalikan jumlah pedagang satu tahun saja sudah berapa jumlahnua. Belum lagi uang kebersihan dan keamanan yang harus kami bayar setiap bulannya,” imbuhnya. [htn]

Tags: