Pemkot Gelar Polling Pembelajaran Tatap Muka

Suasana pembelajaran tatap muka saat masa pengenalan. [wiwit agus pribadi]

Probolinggo, Bhirawa
Polling yang dilakukan sekolah kepada wali murid tentang pembelajaran tatap muka di Kota Probolinggo, masih terus dilakukan. Setiap sekolah, harus diminta mengumpulkan hasilnya ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Probolinggo, pada Kamis (27/8) besok.
Sejauh ini ada salah satu sekolah yang menyebutkan hasil polling-nya sudah hampir rampung. Bahkan, 55 persen wali muridnya sudah setuju dilakukan pembelajaran tatap muka. “Masih dalam proses di sekolah dan baru hari Kamis laporannya ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar Kepala Disdikbud Kota Probolinggo Moch. Maskur, Rabu (26/8).
Maskur belum bisa memastikan kapan hasil polling itu akan diumumkan. Sebab, rekapitulasi polling baru akan dilakukan pada Jumat (28/8). “Polling ini dilakukan di SD dan SMP, baik swasta dan negeri di Kota Probolinggo,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah lembaga pendidikan telah selesai melakukan polling. Salah satunya SDN Kanigaran 1. “Sebenarnya sejak ada surat edaran dari Dinas Pendidikan dan dicabut, kami sudah menyampaikan polling kepada sekitar 560 wali murid melalui WA Grup. Dari hasil polling itu, 55 persen setuju dilakukan pembelajaran tatap muka dan 24 persen tidak setuju. Sisanya, tidak menjawab,” ujar Kepala SDN Kanigaran 1 Miskun.
Kemarin, pihak sekolah memanggil wali muridnya ke sekolah. Salah satunya untuk melakukan polling kembali bagi wali murid yang belum mengikuti polling. “Hasilnya akan diserahkan ke Dinas Pendidikan, Kamis. Tetapi, mengenai pembelajaran tatap muka, kami tetap menunggu keputusan wali kota,” jelasnya.
SDN Kanigaran 1 juga telah membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) jika kegiatan pembelajaran tatap muka dilakukan. Seperti, mempersiapkan petugas di depan sekolah untuk menghindarkan terjadinya kerumunan siswa. Serta, mengatur jam masuk siswa yang ikut pembelajaran tatap muka.
Selain itu, dalam setiap kegiatan tatap muka, hanya diikuti 9 siswa. “Nanti ada petugas yang akan mengantar siswa ke kelas. Di kelas, guru juga harus siap memulai pelajaran. Sehingga, antara siswa tidak ada kerumunan karena lama tidak ketemu, kan dikhawatirkan malah saling berkerumun,” katanya.
Diketahui, karena adanya pendemi Covid-19, proses belajar mengajar di lembaga pendidikan dilakukan secara dalam jaringan (daring). Pembelajaran tatap muka ditiadakan demi mencegah penyebaran virus korona. Sejauh ini, belum jelas sampai kapan proses belajar mengajar ini akan dibatasi
HN, 32, salah satu warga yang setuju digelar pembelajaran tatap muka untuk SD dan SMP. Alasannya, pembelajaran daring kurang efektif.
“Saya setuju kalau pembelajaran tatap muka kembali dibuka. Pembelajaran daring ini sulit mengefektifkan anak belajar. Justru ketika diberi ponsel, anak malah main game, nonton film, atau malah main,” terang warga Kelurahan Jrebeng Kidul, Kecamatan Kademangan, ini.
HN sendiri memiliki dua anak. Anak pertama kelas 3 SD, harus mengikuti pembelajaran daring sejak 5 bulan lalu. Selain itu, dia juga memiliki anak yang berusia di bawah 1 tahun. “Anak saya yang pertama ikut les di tetangga untuk belajar. Tapi kan akhirnya sama saja bergerombol. Beda kalau belajar di sekolah. Sekolah akan bisa mengatur jarak,” tuturnya.
Meski demikain, HN mengaku belum mendapatkan surat resmi dari sekolah tentang permintaan persetujuan dari wali murid terhadap rencana pembelajaran tatap muka. Namun, surat itu sudah viral di facebook. Sehingga, HN pun telah membaca isinya.
“Isinya kurang lebih siswa tetap wajib menggunakan masker dan protokol kesehatan. Juga ada pengaturan jarak dan pembatasan siswa setiap kali jam belajar dibuka. Tidak ada istirahat juga untuk membatasi interaksi siswa. Ini bagus. Artinya, ada pengawasan dari sekolah. Saya setuju kalau seperti ini,” terangnya.
Lain lagi pendapat ZS, 30, warga Kelurahan/Kecamatan Kademangan. Dia menolak mengikutsertakan anaknya dalam pembelajaran tatap muka. Menurutnya, situasi saat ini masih rentan bagi anak melakukan pembelajaran tatap muka.
“Saya menolak kalau dimulai pembelajaran tatap muka. Situasi sekarang masih rentan anak-anak tertular Covid-19. Apalagi anak saya juga punya riwayat sakit asma. Kalau tiba-tiba sesak napas, malah dikira terkena korona,” tandasnya.
Namun ZS mengakui, pembelajaran daring tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi dia memiliki tiga anak yang semuanya mengikuti pembelajaran daring. Dua masih SD dan satu pelajar SMP. “Anak yang SMP pakai laptop. Kalau yang SD gantian pakai android. Susah, tapi lebih baik melalui daring. Anak saya yang kedua yang masih SD itu punya sakit asma. Khawatir ketemu temannya malah terpapar,” cetusnya.
Yuli Annisa, wali murid siswa kelas 2 SMPN 3 Kota Probolinggo tidak mempermasalahkan rencana pembelajaran tatap muka. Asalkan sekolah benar-benar menerapkan protokol kesehatan. Seperti, mengatur jarak dan mengatur jam belajar di sekolah. “Kalau saya baca edaran yang muncul di facebook, kegiatan belajar sekitar 3-4 jam sehari tanpa istirahat. Jadi, meminimalkan interaksi siswa. Tapi yang bikin waswas ini terutama anak SD. Susah bagi anak SD untuk tidak berkerumun dengan temannya,” lanjutnya.
Alasan lain Yuli yaitu, dia melihat cukup banyak rekan-rekannya yang kesulitan mengikuti proses belajar daring bagi anak masing-masing. Terutama tidak sedikit anak yang masih tidur ketika jam belajar daring dimulai.
Kalau anak saya yang nomor dua itu SMP, yang nomor satu sudah kuliah, tapi kuliah online dan banyak di rumah. Jadi yang nomor satu ini yang mantau adiknya supaya tetap ikut pembelajaran daring. Selain itu, guru-guru juga ikut memantau siswa untuk menerapkan protokol kesehatan oleh siswa baru, tambahnya. [wap]

Tags: