Pemkot Malang Perangi Juru Parkir Nakal

16-mut-jukirKota Malang, Bhirawa
Perang terhadap juru parkir (Jukir) nakal, dimulai oleh Pemerintah Kota Malang, sebab selama ini jukir kerap meresahkan masyarakat.
Wali Kota, HM Anton, disela-sela sidak jukir Kamis (15/9) kemarin mengatakan, jika mulai detik ini, akan ada operasi gabungan Dinas Perhubungan (Dishub) dengan Polres Malang Kota dan TNI untuk mengeliminir jukir liar.
“Saya menyatakan perang dengan jukir nakal, dan jukir liar, mulai saat ini keberadaanya kita berantas,” tutur Walikota yang kerap disapa Abah Anton itu. Abah Anton mengakui, memang ada jukir liar di ATM dan toko modern yang kerap meresahkan warga pengunjung, dan mereka itu akan jadi sasaran utama petugas. Karena tempat itu bukan area parkir.
“Jukir yang berada ditempat tidak semestinya, kita anggap jukir liar, baik di ATM dan sebagainya, itu yang akan kami tindak tegas,” tegasnya. Abah sangat terkejut, ketika melakukan sidak ke parkiran Pasar Besar Malang, menjumpai karcis dilaminating, dan ada juga warga yang tidak diberi karcis parkir.
“Ini tidak benar, kalau kelakuan buruk seperti laminating karcis dan sebagainya, maka saya akan bubarkan lokasi parkir itu, biar gratis saja,” ungkapnya.
Parkir menjadi masalah hangat akhir-akhir ini. Bahkan, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan adanya tinjauan ulang terhadap besaran tarif parkir, yakni Rp 2.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp 3.000 bagi kendaraan roda empat.
Menanggapi itu, Abah Anton, menegaskan, perubahan tarif bisa saja dilakukan, jika masyarakat memang merasa keberatan, karena dinilai terlalu mahal.
“Bisa saja kita evaluasi Perda soal retribusi itu,”urai Abah Anton. Ia menegaskan, yang menjadi permasalahan saat ini bukanlah masalah nominal, tapi pelayanan kepada masyarakat yang kurang, baik sehingga memantik reaksi masyarakat.
“Saya yakin masyarakat tidak keberatan dengan harga, mereka hanya mengeluhkan pelayanan yang kurang baik,” tambahnya. Kendati begitu, jika ada kajian ilmiah yang menegaskan tarif parkir harus dievaluasi, tidak menutup kemungkinan hal itu bisa terjadi. Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Malang, Suprapto, mengusulkan adanya kajian terhadap besaran retribusi parkir yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Ia menambahkan, kajian dilakukan karena ada permasalahan di masyarakat, sehingga lahirlah petisi yang ditulis akun atas nama Helmy.
Menurutnya, petisi merupakan sinyalemen jika warga keberatan dengan besaran tarif retribusi parkir, Rp 2000 untuk kendaraan roda dua dan Rp 3000 untuk kendaraan roda empat.
“Kajian itu bisa saja berbentuk survei, misalnya apakah menurut warga tarif parkir selama ini terlalu mahal atau tidak,” kata Suprapto
Ia menegaskan, Perda Retribusi Daerah yang saat ini dijadikan rujukan dalam penarikan retribusi parkir, bisa saja dievaluasi bahkan direvisi beberapa pasalnya. Karena itulah, hasil dari kajian itu, kata dia akan dijadikan dasar nanti, jika memang Perda sepakat direvisi. Kalau ada revisi berarti ada Pansus. Dasarnya ya kajian ini.
Ia menilai, alasan Pemkot Malang menaikkan retribusi parkir untuk mengurangi jumlah kendaraan, kurang efektif. Terbukti di beberapa kawasan terlihat makin macet saja. Rencananya Fraksi PDI Perjuangan akan melemparkan wacana ini kepada fraksi-fraksi lain yang ada di DPRD sehingga ada tindak lanjutnya.
Sementara itu, terkait dengan Karcis parkir dilaminating di kawasan Pasar Besar, Kepala Bidang Parkir Dishub Kota Malang, Syamsul Arifin, mengaku kecolongan.
“Ada lagi kasus karcis laminating seperti ini, dan pasti kita tindak,” tegas Syamsul. Bahkan pihaknya langsung menangkap pelaku untuk selanjutnya diserahkan kepada pihak kepolisian. Menurut Syamsul, tindakan itu perlu dilakukan, sebagai peringatan pada jukir lain agar tidak melakukan hal serupa.
“Kalau ada karcis laminating, tanpa basa-basi akan kami tangkap dan langsung kami serahkan ke polisi,” ujarnya.
Masyarakat, kata dia, harus pro aktif melaporkan kepada Dishub jika mengetahui ada karcis laminating ataupun jukir liar yang meminta uang parkir.
“Jangan ragu melaporkan, pasti langsung kami tindak dan kami bawa ke polisi,” tukasnya. [mut]

Tags: