Pemkot Surabaya Andalkan 38 Instansi Atasi Bencana

uploads--1--2014--04--39056-surabaya-puting-1-beliung-terjang-banyak-pohon-tumbangSurabaya, Bhirawa
Pemkot Surabaya didesak segera membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB). Desakan ini disampaikan kembali oleh Sudirjo anggota komisi C DPRD Surabaya. Dirinya menilai, tidak adanya BPBD di Surabaya, menjadi penyebab utama tidak turunnya anggaran dari pemerintah pusat maupun Pemprof Jatim. Padahal, bencana yang terjadi di Surabaya tidak hanya banjir tapi juga kebakaran dan angin puting beliung.
“Usulan itu sudah lama kita sampaikan, tapi tidak tahu kenapa hingga sekarang kok belum juga dibentuk. Peristiwa angin kencang kemarin harusnya menjadi pelajaran bagi kita bersama,” ujar Sudirjo, Kamis(11/12).
Menurut dia, ada banyak keuntungan yang didapat pemerintah kota jika memiliki badan khusus yang menangani bencana. Salah satunya adalah kemudahan akses bantuan jika sewaktu-waktu di Kota Surabaya terjadi bencana. Karena Pemkot tidak perlu membuat proposal terlebih dahulu jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
Memang dari 38 Kabupaten maupun Kota di Jawa Timur, ada lima daerah yang belum membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). kelima daerah tersebut antara lain, Kota Blitar, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kota Mojokerto, serta Kota Surabaya.
” Yang belum membentuk BPBD ada lima daerah, Dari kelima Kabupaten Kota di Jatim yang masih proses hanya Kabupaten Kediri,” terang Putri selaku staff BPBD Jatim saat dikonfirmasi Bhirawa, Kamis (11/12).
Putri juga mengatakan, pembentukan BPBD tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penangulangan bencana daerah maka semua daerah harus dibentuk BPBD. ” Harusnya wajib membentuk BPBD, karena sesuai otonomi daerah,” tambahnya.
Terpisah, Kepala Bakesbanglinmas Kota Surabaya, Soemarno mengatakan, keberadaan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) dI Surabaya sudah cukup memadai dalam mengatasi bencana yang ada di Surabaya. Dari 37 institusi siap siaga selama 24 jam, dan bergerak sesuai tugas di bidang masing-masing.
” Sesuai arahan pimpinan yaitu memaksimalkan instansi terkait. Karena kalau membentuk BPBD pasti nanti merekrut orang lagi,” paparnya pada Bhirawa.
Selama ini, masih kata Soemarno, jika terjadi bencana seperti banjir atau angin kencang bersamaan dengan hujan, petugas Satlak PB cukup tanggap dalam menghadapi hal ini. Menurutnya, persoalan bencana bukan hanya ditangani satu atau dua, melainkan seluruh instansi terkait. ” Yang terpenting kita terus berkoordinasi antar instansi agar selalu sigap terhadap bencana,” tambah Soemarno yang juga sebagai sekertaris Satlak PB ini.
Sementara itu,  Rully Adi Dharma selaku Koordinator Sarsu Mapala Surabaya mengatakan, sangat mendukung jika Surabaya tidak membentuk BPBD. Karena, realita di Kota Surabaya sendiri terkait bencana tidak terlalu tinggi, seperti Kebakaran, Kekeringan, Banjir, cukup ditangani instansi Pemkot Kota Surabaya.
” Kami sangat setuju dengan sikap Bu Wali (Tri Rismaharini) terkait tidak membentuk BPBD. apalagi tingkat bencana di Surabaya sendiri yang termasuk wilayah perkotaan kalau ada bencana kebakaran, kebanjiran, orang hilang di sungai cukup ditangani Satlak PB. Kalau membentuk BPBD sama saja menghambur-hamburkan anggaran karena anggarannya diambil dari APBD,” paparnya yang juga selaku relawan ini.
Hanya saja, tambah Rully, koordinasi antar instansi Pemkot Surabaya harus lebih ditingkatkan serta pelatihan-pelatihan dalam menangulangi bencana. Seperti pencarian orang hilang di Sungai Kali Mas Surabaya beberapa hari yang lalu, menurutnya masih terlihat bekerja sendiri-sendiri. ” PRnya yaitu kordinasi itu harus ditingkatkan dan harus bersatu,” dalihnya. (geh.gat)

Tags: