Pemkot Surabaya Seriusi Kekerasan Seksual Anak

Kekerasan Seksual AnakPemkot Surabaya, Bhirawa
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada anak-anak setiap harinya, tentu menjadi perhatian khusus bagi segala pihak. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sejak 2010 telah menginisiasi program Surabaya Kota Layak Anak.
Visi dan misinya untuk mencipatakan lingkungan terbaik bagi anak, dalam hal tumbuh kembang dan perlindungan. Pemkot Surabaya terus menerus mengajak partisipasi berbagai stakeholder untuk bersinergi dalam perlindungan anak, terutama  dalam mengantisipasi kejahatan seksual yang bisa terjadi di berbagai tempat.
Salah satunya dengan mengadakan kampanye yang bertujuan menghadirkan peran serta segala elemen masyarakat terhadap perlindungan anak.
Deklarasi tersebut nantinya melibatkan berbagai komponen yang terkait dengan anak (siswa, anak AMPK (Anak Memerlukan Perlindungan Khusus), orang tua, guru/bunda PAUD, tokoh masyarakat, unsur pemuda, FORPIMDA, tokoh agama, media, SKPD, RT/RW, organisasi perempuan, dunia usaha, akademisi, LSM, Forum Anak Surabaya, Organisasi Pelajar Surabaya (ORPES).
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas KB) Surabaya Nanis Chairani saat mengadakan konferensi pers di Bagian Humas menjelaskan, merespon darurat kejahatan seksual sesuai instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GN-AKSA), Pemkot Surabaya menginisiasi kampanye yang nantinya akan dilakukan di beberapa titik di Kota Surabaya.
“Kampanye dan pembacaan deklarasi GN-AKSA oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Surabaya pada hari minggu (13/12) besok di Taman Bungkul, akan dijadikan sebagai start, dan nantinya akan disambung dengan kampanye yang berisi sosialisasi GN-AKSA di beberapa titik di Kota Surabaya selama tujuh hari berturut-turut.
Harapannya dengan cara ini, gaung untuk menyadarkan agar segera melakukan aksi dalam mencipatakan Kota Surabaya sebagai kota yang aman untuk anak akan terus menurus berbunyi,” tegas Nanis.
Nanang Abdul Chanan, aktivis perlindungan anak menyebutkan, berbagai pihak turut serta menindaklanjuti instruksi dari Presiden RI, segala lapisan mulai dari tingkat kementrian seperti Menko Polhulkam, hingga kepala daerah seperti gubernur turut serta mengapresiasi niat baik ini.
Menurutnya, 2014 adalah tahun terburuk tentang angka tertinggi kejahatan terhadap anak. “Iconnya adalah kasus yang terjadi di sekolah Internasional di Jakarta, oleh karena itu inpres ini disambut dengan penuh tanggung jawab oleh Pemkot Surabaya,” imbuh pria yang juga menjabat sebagai fasilitator pengembangan program kota/kabupaten layak anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Didik Yudi Ranu Prasetyo, pengurus dewan pendidikan Surabaya menjelaskan kasus kekerasan seksual terhadap anak biasanya terjadi pada bulan Desember saat libur sekolah, hingga 14 Februari.
Sejak tahun 2014, para orang tua diajak turut berpartisipasi untuk melapor jika ditemui tindak kekerasan, dan tidak melakukan negoisasi dengan keluarga pelaku, sehingga proses hukum terus berjalan.
“Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang aman anak, karena pelaku kekerasan biasanya adalah orang yang kita kenal. Jika pelakunya masih anak-anak, maka ada perlakuan yang berbeda sesuai system peradilan pidana mengenai keadilan restoratif dan diversi dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar,” tegas Didik.
Nanis Chairani menambahkan, Predikat Kota Layak Anak Kategori Nindya yang disematkan kepada Kota Surabaya dikarenakan Kota Surabaya dinilai mampu menggagas sistem untuk menangani, mereduksi, dan mencegah melalui edukasi kepada anak. Sehingga, anak bisa melindungi dirinya sendiri. Selain itu, kecepatan dan ketepatan dalam penanganan dijadikan indikator dalam penilaian.
“Melalui program Iki Kampunge Arek Suroboyo (IKAS) masyarakat memiliki komitemen yang sama. Bahkan beragam inovasi diciptakan, salah satunya anak-anak dibuatkan jalur khusus, yang mana di jam-jam tertentu anak dilarang melintasi, karena ditengarai di jalur tersebut rawan terjadi tindakan pelecehan terhadap anak,” pungkas Nanis.
Biasanya, masyarakat awam sering menjadikan penutupan lokalisasi di Surabaya sebagai alasan bahwa predator kini mencari penyalurah hasrat melalui anak-anak, adalah pemikiran yang sepenuhnya salah. Kasus kekerasan seksual terhadap anak sudah pernah terjadi jauh sebelum penutupan lokalisasi berlangsung.
“Nantinya gerakan ini akan tertuang dalam Peraturan Wali Kota, dimana uji cobanya senin setelah deklarasi, para siswa di sekolah akan melakukan upacara bendera dengan materi tentang upaya mereduksi dan edukasi tentang kekerasan seksual,” imbuh wanita yang pernah menjabat kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya ini. [dre]

Tags: