Pemkot Tak Gegabah Lakukan Penertiban

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Peredaran minuman keras (miras), alat kontrasepsi, hingga rokok di berbagai toko klontong hingga toko besar sangat meresahkan karena pembeli masih berstatus pelajar. Akan tetapi, Kadisperindagin Surabaya menilai bahwa barang-barang tersebut adalah barang bebas. Jadi Pemkot Surabaya tidak sembarangan dalam melakukan penertiban.
“Kita pengawasannya sangat terbatas, jadi masyarakat juga harus turut membantu untuk melaporkan jika ada toko-toko kecil yang menjual miras agar ditindak sesuai hukum. Kalau penataannya ini yang kita sesuaikan sesuai (Permendag) no 6/2015,” terang Kadisperindagin Kota Surabaya, Widodo Suryantoro pada Bhirawa.
Terkait Miras, Widodo mengatakan bahwa masuk dalam barang niaga. Pihaknya hanya bisa menghimbau pada pengelola toko modern untuk menariknya. “ Kalau langsung kita yang narik itu bisa masuk ke ranah hukum nantinya, dan kalau peredaran rokok di toko modern selama ini yang mengambilkan adalah kasir,” tambahnya.
Widodo tidak akan gegabah dalam melakukan penertiban barang bebas tersebut yang masuk kategori tata niaga. “ Sebenarnya peredaran barang tersebut bisa dibatasi tapi nanti yang rugi Kota Surabaya sendiri, karena keberadaan toko modern tersebut memutar perekonomian Kota,” imbuh pria berkacamata ini.
Terpisah, Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya menyambut positif gagasan dewan terkait perlunya Perda larangan merokok untuk pelajar. Hal ini diyakini dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan rokok bagi anak-anak usia belajar.
“Anak-anak sekolah ini butuh konsentrasi dalam belajar. Jika kecanduan rokok, mereka tidak mungkin dapat konsentrasi dengan baik,” tutur Humas Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih. Selain mengganggu kesehatan, Eko menolak keyakinan rokok dapat melahirkan inspirasi dan membantu konsentrasi berfikir. Sebaliknya, orang yang sudah kecanduan seringkali meninggalkan kegiatannya demi merokok.
Di sisi lain, anak-anak yang berstatus pelajar ini belum memiliki penghasilan sendiri. “Sekaya-kayanya orang tua, tidak mungkin memberi uang saku untuk beli rokok ke anaknya yang masih sekolah,” kata dia.
Praktik merokok di kalangan pelajar ini telah masuk dalam kenakalan remaja. Sejauh ini, Eko mengaku, pihak Dindik telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya menghidupkan konselor sebaya di setiap sekolah. Ini untuk menata pergaulan anak dan mengarahkan waktu kosongnya untuk kegiatan-kegiatan yang positif. “Salah satu penyebab anak merokok itu pergaulan. Setidaknya kalau pergaulannya baik, mereka tidak akan terpengaruh hal-hal buruk,” kata dia.
Selain konselor sebaya, selama ini di sekolah juga telah ada aturan yang mengikat agar pelajar tidak merokok. Namun aturan itu berlaku di sekolah. Sementara praktik pelajar merokok ini di luar sekolah. “Karena itu peran orang tua juga penting,” tutur dia.
Eko menilai, akan tidak efektif jika larangan ini ditujukan kepada penjual. Sebab, pedagang juga pasti mencari untung.  “Memang harus dibangun dari kesadaran diri. Itu kuncinya,” pungkas Eko. [tam,geh]

Rate this article!
Tags: