Pemkot Upayakan Ganti Rugi Bangunan Pamurbaya

Salah satu sudut di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).

Surabaya, Bhirawa
Pemkot Surabaya mengupayakan ganti rugi terhadap ratusan bangunan rumah yang berada kawasan konservasi Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Eri Cahyadi, di Surabaya, Senin, mengatakan pada saat rapat, sempat muncul beberapa opsi yakni jika pemkot menggunakan UU Tata Ruang, maka tidak diperkenankan penggantian rumah. “Karena di titik itu adalah zona yang dilarang ada pembangunan,” katanya, Senin (10/4).
Namun, lanjut dia, jika menggunakan UU pertanahan, maka ganti rugi tanah dapat dilakukan menggunakan bangunannya. “Kami terus berupaya mencari solusi untuk melindungi masyarakat di Pamurbaya,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, saat ini pihaknya sedang menyinkronkan agar pendapatnya sama yakni yang diperbolehkan adalah zona boleh dibangun ataukah UU itu berlaku untuk semua termasuk zona yang tidak boleh dibangun. “Ini saya menjelaskan secara hukumnya,” ujar dia.
Ia mengatakan untuk ganti rugi semua bangunan di Pamurbaya tentunya tidak bisa dilakukan karena harus mengganti Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kota (RTRW).
“Kalau mengubah perda ya harus melakukan kajian yang mendasar, mengulang kembali kenapa batas garis konservasi itu diubah. Bukan pertimbangan rumah sudah dibangun, melainkan pertimbangan garis pantai sekian, erosi dan lainnya,” katanya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono sebelumnya mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan penelusuran terhadap 99 rumah yang berada di Wisma Tirto Agung, Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Kecamatan Gunung Anyar.
“Kami telusuri mulai proses bagaimana jual beli dengan pengembang. Makanya kami juga mendatangkan mantan lurah saat transaksi lahan di Wisma Tirto Agung,” katanya.
Menurut dia, penetapan Pamurbaya sebagai kawasan lindung sudah diputuskan dengan keluarnya masterplan Kota Surabaya tahun 2000. Rencana induk penataan wilayah tahun 2000 itu kemudian diperbarui di Perda Nomor 3 Tahun 2007, dan Perda Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya.
Dari keterangan warga yang dikumpulkan, kata Awi, pihaknya mengantongi dua surat berbeda terkait transaksi tersebut, yakni surat keterangan dari pengembang yang menyatakan lahan itu bebas dan diperbolehkan untuk dibangun permukiman. Surat kedua berupa dokumen dari kelurahan yang tidak menyertakan surat keterangan izin dibolehkannya pembangunan di lokasi tersebut. [ant]

Tags: