Pemprov Bendung Penularan Penyakit Antraks

Petugas dari Dinas Pertanian Kota Surabaya memeriksa kesehatan hewan kurban di beberapa sentra penjualan hewan kurban di Surabaya untuk mendeteksi  penyakit antraks, Rabu (7/9). [trie diana]

Petugas dari Dinas Pertanian Kota Surabaya memeriksa kesehatan hewan kurban di beberapa sentra penjualan hewan kurban di Surabaya untuk mendeteksi penyakit antraks, Rabu (7/9). [trie diana]

Sudah Ditemukan Kasus di Pacitan
Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim bekerja keras menutup pintu masuknya ternak dari luar Jatim untuk mewaspadai masuknya penyakit antraks dari provinsi lain. Sebab telah ditemukan satu sapi di Pacitan yang mati akibat serangan antraks.
“Yang di Pacitan itu setelah kita teliti ternyata tertular dari Wonogiri Jawa Tengah. Jadi saya sudah berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah dan pintu masuk ternak ke Jatim seluruhnya kami tutup,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo ditemui usai pelantikan Kepala BKKBN Jatim di Ruang Binaloka Adhikara Kantor Gubernur Jatim, Rabu (7/9).
Sebelumnya perlu diketahui, antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. Antraks bermakna batubara dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit sapi yang terkena antraks akan berubah hitam.
Menurut Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo, satu sapi di Pacitan diketahui mati setelah kulitnya menghitam dan timbul luka yang bercirikan penyakit antraks. Awalnya, sapi ini meski telah mati bahkan sempat disembelih dan akan dikonsumsi warga sekitar, namun Dinas Peternakan Pacitan langsung sigap dan meminta sapi tersebut segera dikubur dengan cara lapisan atas tanah dilakukan pengecoran semen.
“Tanahnya juga harus dibakar karena antraks itu baru 40 tahun bisa hilang. Jadi ini memang serius harus kita hadapi. Kita telah memerintahkan Dinas peternakan untuk ketat memantau ternak di Jatim. Apalagi jelang Idul Adha seperti sekarang ini. Tapi sekarang sudah aman,” katanya.
Terkait temuan ini, Pemprov Jatim juga langsung mendata serta menerjunkan tim khusus untuk memeriksa seluruh ternak di sekitar Pacitan bahkan hingga Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Magetan, Madiun dan Ngawi. Dana sebesar Rp 2,5 miliar juga disiapkan sebagai antisipasi untuk mencegah menularnya antraks dan penyakit hewan lain di Jatim.
“Dulu pada 1980 pernah ada antraks dan baru kali ini ditemukan lagi di Jatim. Kita tidak ingin penyakit ini ada lagi di Jatim. Makanya kita kerja keras untuk membendung penyakit ini tidak sampai masuk. Utamanya dari luar provinsi seperti Jawa Tengah telah kita tutup sejak dua bulan lalu,” ungkap mantan Sekdaprov Jatim ini.
Sementara itu, meski ditemukan penyakit antraks di Pacitan, namun Soekarwo menjamin seluruh hewan kurban yang ada di Jatim bebas dari penyakit antraks. Tim dari Dinas Peternakan juga telah berkeliling ke para pedagang hewan ternak untuk memastikan hewan kurban yang dijual bebas dari penyakit antraks.
Saat ini, populasi sapi di Jatim mencapai jutaan. Dari tahun ke tahun meningkat. Pada 2015, populasinya mencapai 4,2 juta ekor sapi. Tahun ini diperkirakan meningkat menjadi 4,5 juta ekor sapi. Untuk kambing dari tahun lalu 4,4 juta ekor naik menjadi 4,6 juta ekor tahun ini.
Diperkirakan saat Idul Adha ini, tingkat permintaan hewan meningkat sampai 7 persen. Hingga bulan ini, sapi yang keluar Jatim mencapai 310.000 ekor. Untuk konsumsi lokal sekitar 300.000 ekor. Sedang kurban diperkirakan mencapai 130.000 ekor.

Dokter Hewan On Call
Sementara itu seluruh anggota Ikatan Dokter Hewan di seluruh Jatim akan dikerahkan khusus untuk memantau kesehatan hewan kurban. Saat ini, semua dokter hewan itu siap on call untuk terjun mengecek kondisi hewan yang hendak dijadikan kurban saat Idul Adha besok.
“Kita ada sekitar 1.200 dokter hewan di Jatim yang terdaftar. Mereka akan kita kerahkan ke seluruh pelosok Jatim untuk memastikan kesehatan hewan kurban. Sapi dan kambing yang dijual bebas harus ada dokumen sehatnya,” kata Kepala Dinas Peternakan Jatim Syamsul Arifin kemarin.
Selain akan mengerahkan semua dokter hewan yang tersebar di seluruh wilayah Jatim, Dinas Peternakan juga telah membuat edaran ke 38 kota di Jatim. Setiap daerah harus memiliki tim kesehatan hewan khusus kurban. Mereka harus didaftarkan.
“Kami juga memberi perhatian lebih untuk kota-kota besar seperti Surabaya. Di kota ini ada sekitar 50 dokter hewan. Mereka akan diterjunkan untuk mengantisipasi hewan kurban yang terindikasi antraks atau lainnya. Untuk kewaspadaan saja,” kata Syamsul. [iib,rac]

Tags: