Pemprov Cegah Penanggulangan KLB Difteri

Foto: ilustrasi

Belasan Anak di Nalang Suspect

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim saat ini tengah melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Difteri. Langkah itu dilakukan untuk menekan penyebaran dan meluasnya penyakit ini di tengah-tengah masyarakat.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim, Drs Benny Sampirwanto MSi mengatakan, langkah pencegahan dan penanggulangan itu dilakukan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, utamanya Dinas Kesehatan Provinsi Jatim lewat tiga langkah kewaspadaan Difteri.
Pertama, melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus difteri baru yang ditemukan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah atau banyaknya kasus difteri pada kontak erat, sebaran kasus, dan faktor-faktor penyebab penularan, serta menetapkan masuk dalam KLB apa tidak.
“Selain itu juga merumuskan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan KLB. Itu dilakukan bersama dinas kesehatan kabupaten dan kota yang ada di Jatim,” tutur Benny, dikonfirmasi, Kamis (14/12).
Langkah kedua, adalah melakukan pencegahan dan penanggulangan KLB difteri dengan cara intensifikasi sosialisasi kewaspadaan difteri, pencarian aktif suspek, maupun kasus tambahan, tatalaksana kasus difteri sesuai standar yang harus dirawat inap diruang khusus infeksius. Juga, evaluasi cakupan imunisasi difteri di lokasi penemuan kasus utk mengetahui populasi rentan, dan apabila terjadi KLB maka dilakukan pemberian imunisasi difteri tanpa memandang status imunisasi difteri sebelumnya.
Selain itu, langkah lain juga dilakukan melalui pemberian pengobatan profilaksia kepada kontak erat penderita difteri, menyiapkan dan mendistribusi logistik antara anti difteri serum (ADS) dan antibiotik serta vaksin DPT Hib, DT, Td. Stok vaksin serta memfasilitasi pemeriksaan spesimen utk menetapkan diagnosa ke lab rujukan nasional BBLK Surabaya.
Ketiga, dengan cara menggelar kegiatan bulan akselerasi cakupan imunisasi difteri 7 dosis di Jatim melalui imunisasi rutin, sweeping, imunisasi lanjutan dan imunisasi di SD. “Jadi anak mulai sejak lahir sd dengan Kelas 5 SD akan mendapatkan tujuh dosis,” katanya.
Sementara itu, kasus difteri di Jatim Januari hingga 4 Desember 2017 saat ini tercatat sebanyak 318 buah, dengan 12 anak meninggal dunia. Dari 318 kasus yang dilaporkan, hanya 24 yang dinyatakan kasus konfirmed berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, sedangkan sisanya 294 kasus klinis.
Semua kasus terjadi pada anak usia dibawah 15 tahun. Penyebaran terdapat di 187 lokasi tingkat Desa/Kelurahan, dengan 35 kabupaten sudah menyatakan KLB Difteri. Kasus terbanyak di Kab Pasuruan dg jumlah kasus 46 anak. Untuk data seluruh Indonesia, saat ini terdapat 19 provinsi berada pada status KLB Difteri di 2017, diantaranya Jatim, Jabar, dan Banten.
Difteri sendiri merupakan infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa.
Penyebab tingginya jumlah kasus tersebut diantaranya karena masih ada populasi anak yang rentan tetapi tidak mau diberi imunisasi DPT HIb utk usia kurang dari 1 tahun (tiga dosis/kali) dan usia 1-2 tahun (satu dosis), kemudian dilanjutkan kelas 1 dan 2 SD serta kelas 5 SD.
Sementara itu di Kabupaten malang 12 anak suspect difteri, semuanya masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), yang tersebar dibeberapa kecamatan.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Masyarakat (P3M) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang dr Lulus Condro menjelaskan anak-anak yang terserang suspect difteri tersebut berada di wilayah Kecamatan Kepanjen, Wagir, Lawang dan kecamatan lainnya. Sedangkan dari jumlah anak yang terserang penyakit suspect difteri itu, sejak bulan Januari hingga Desember 2017 ini.
Untuk mencegah penyebarabbya pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar melakukan upaya preventif agar terhindar dari serangan difteri dengan cara melakukan imunisasi lengkap, sehingga kekebalan tubuh anak menjadi kuat. Sebab, penyakit difteri bisa menyerang manusia karena kekebalan tubuh mereka lemah, karena sebelumnya mereka belum mendapatkan imunisasi secara lengkap.
“Namun, dari 12 anak yang terserang suspect difteri dari hasil pemeriksaan laboraturium dinyatakan negatif difteri. Meski, dari pemeriksaan laboraturium negatif terserang difteri, namun pihaknya tetap meningkatkan dengan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit potensi wabah yang dikemas dalam program Suteramas,” papar Condro.
Sedangkan Suteremas itu, kata dia, merupakan survey epidemiologi terpadu yang berbasis masyarakat. Sehingga setiap kader kesehatan ditingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), desa bersama perawat desa dan bidan desa melakukan monitoring penyakit yang berpotensi mewabah sehingga dapat diantisipasi secara dini. Karena program Suteramas berorientasi pada pencegahan penyakit. [iib,cyn]

Tags: