Pemprov Jatim Berikan Masukan Raperda KTR

DPRD Surabaya, Bhirawa
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan sejumlah catatan terkait hasil pembahasan Panitia Khusus terkait Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok di Kota Surabaya.
“Saya melihatnya catatan yang disampaikan Pemprov Jatim semakin menguatkan hasil keputusan pansus raperda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) untuk segera disahkan,” kata anggota Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok DPRD Kota Surabaya Reni Astuti di gedung dewan, Kamis (21/3/2019).
Surat dari Pemprov Jatim Nomor 188/4755/013.4/2019 Perihal Fasilitasi Raperda KTR Surabaya ini sudah turun ke Sekretariat DPRD Surabaya pada 15 Maret 2019.
Adapun hasil fasilitasi terhadap Raperda KTR Surabaya, Pemprov Jatim meminta agar dilakukan perbaikan meliputi konsideran menimbang supaya dirumuskan kembali memuat satu pertimbangan yaitu melaksanakan ketentuan pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, perlu membentuk Perda Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Untuk dasar hukum disebutkan angka 13 pada akhir kalimat ditambah “sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018”. Selain itu juga ditambah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelengara Pemerintah Daerah.
Sedangkan untuk pasal 1 angka 5 setelah kata “cerutu” ditambah materi “rokok elektrik, vape dan sisha”. Pasal 3 ayat (2) supaya dirumuskan kembali menjadi “ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud paa ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota”. Pasal 6 ditambah materi “ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota”.
Pada pasal 14 ayat (1) ditambahkan frase “kurungan 3 (tiga) bulan, pasal 15 setelah ayat (1) ditambah materi pencabutan peraturan pelaksana dari Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 dengan disertai rincian nomor dan tahun. Sebelum pasal 16 ditambahi materi yang mengatur jangka waktu penyusunan peraturan wali kota.
Secara substansi, lanjut Reni, raperda ini bisa sudah bisa segera diparipurnakan karena tidak ada catatan yang sifatnya ini dilarang atau tidak boleh, tetapi lebih kepada revisi redaksional.
“Secara umum dikatakan fasilitasi gubernur adalah menyetujui item-item atau pasal-pasal dengan beberapa catatan redaksional,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Menurut dia, sebagaimana raperda lain, ketika hasil fasilitasi gubernur turun menjadi keharusan bagi DPRD Surabaya yang memiliki fungsi pembentukan perda segera menindaklanjutinya.
Adapun,kata Reni, yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyampaikan hasil fasilitas gubernur kepada pansus KTR agar bisa menyesuaikan redaksionalnya itu.
Setelah itu, lanjut dia, dirapatkan dalam Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Surabaya untuk menjadwalkan rapat paripurna pengesahan Rapereda KTR. “Itu sudah bisa diparipurnakan karena sudah memenuhi syarat-syarat pembentukan perda,” katanya.
Setelah diparipurnakan Pemkot Surabaya diberi waktu maksimal enam bulan agar segera membuat Peraturan Wali kota (Perwali) Surabaya untuk tata laksananya. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya mendorong pemkot bisa menyiapkan infrastrukturnya sebagaimana amanah yang tercantum di dalam raperda.
Saat ditanya kapan perda tersebut mulai diberlakukan, anggota Komisi A DPRD Surabaya ini mengatakan sesuai bunyi dari perda itu akan berlaku setelah diundangkan di Bagian Hukum Pemkot Surabaya.
“Tapi kalau pasal-pasal di Raperda KTR itu bunyinya adalah ditentukan oleh perwali, maka itu menunggu perwali,” katanya. [dre]

Tags: