DPRD Jatim, Bhirawa
Sepuluh fraksi DPRD Jatim mengkritisi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Jawa Timur Tahun Anggaran (TA) 2013. Dalam pemaparan, sejumlah fraksi berharap Pemprov Jatim menerapkan Laporan Hasil Keuangan (LHP) yang berbasis akrual dan lebih cermat dalam proses perencanaan terhadap perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2014 mendatang.—–
Pimpinan sidang Paripurna yang juga Wakil Ketua DPRD Jatim, A Halim Iskandar menegaskan kinerja realisasi APBD TA 2013 yang disampaikan oleh seluruh fraksi sebagai upaya agar penyelenggaraan pemerintahan daerah (penganggarannya) semakin efektif, efisien dan akuntabel serta dapat dikontrol oleh public ”Pandangan umum fraksi ini, ditujukan untuk melihat pendapat daerah dalam rangka peningkatan kebijakan dengan mengembangkan kebijakan yang partisipatif, serta melakukan upaya perluasan sumber pendapatan,” terang Halim Iskandar.
Disisi lain, dengan diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) namun ada beberapa catatan maka Pemprov Jatim perlu mencermati secara seksama.
Fraksi PKB Jatim, H. Khoirudin S misalnya mengatakan kedepan tim anggaran Pemprov Jatim agar lebih cermat dan rasional dalam proses perencanaan APBD 2014.
“Kami minta adanya realisasi belanja yang berkaitan langsung dengan masyarakat, dan meminimalisir belanja yang tidak langsung kepada masyarakat,” ujarnya.
Ditambahkannya, laporan keuangan pada dasarnya merupakan pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain tentang kondisi keuangan pemerintah daerah kepada para pemangku kepentingan yakni masyarakat dan DPRD.
“Maka itu kedepan dalam menyampaikan laporan keuangan Pemerintah harus memiliki pedoman Standar Akuntansi pemerintah (SAP) ini merupakan amanah undang -undang yang harus dilaksanakan,” paparnya.
Sedang, Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Anselmus Raga Milo mengatakan dalam meningkatkan kriteria dan kinerjanya kedepan, Pemprov Jatim harus menentukan dan menetapkan kriteria dan metode penyusunan aset. Dan pihaknya berharap agar Pemprov Jatim juga mempersiapkan diri untuk menyusun laporan keuangan yang berbasis akrual untuk APBD 2014 dan APBD 2015.
Sementara, Fraksi PKNU mengaris bawahi adanya penurunan realissasi pendapatan yang bersumber dari hasil penggelolaan kekayaan daerah. PKNU menilai adanya penurunan sumbangan laba BUMD paling siqnifikan terjadi pada PT Bank Jatim.
“Pada konteks ini, kami mempertanyakan penyebab terjadi penurunaan sumbangan oleh BUMD beserta evaluasi atas kinerja manajemen Bank Jatim,” terang Ahmad Subhan anggota Fraksi PKNU.
Selain itu pihaknya juga meminta kepada Gubernur Jatim untuk melakukan pembenahan di sector Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar kedepannya dapat meningkatkan produksinya lebih bagus lagi.
“Jadi harus ada upaya yang konkret untuk meningkatkan kualitas dan pengelolahan terhadap kinerja BUMD. Seperti meningkatkan kualitas dan pengelolahan terhadap kekayaan daerah, dan mengoptimalkan pendapat asli daerah tersebut,” ujarnya.
Terpisah, Fraksi Persatuan Pembangunan Reformasi (P2R) meminta agar Pemprov Jatim terus mempertahankan WTP. Sebab sudah keempat kalinya, Pemprov Jatim mendapat penilaian yang memuaskan tersebut.
“Oponi dan penilaian WTP harus dipertahankan, agar akuntabilitas keuangan serta transparansi anggaran dalam penggelolaan keuangan daerah dapat dirasakan masyarakat Jawa Timur,” kata Nizar Zahroh anggota Fraksi P2R.
FP2R menilai atas laporan keuangan TA 2013yang disampaikan gubernur memuat berbagai informasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. ”Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2013 merupakan batu uji untuk mengetahui tingkat kemampuan pengelolaan keuangan daerah,”tegas Nizar.
Sehubungan dengan itu, Gubernur Jatim menunjukkan komitmen tinggi yang dibangun antara Pemprop Jatim dengan BPK RI untuk senantiasa melakukan pembenahan dan perbaikan tata kelola pelaksanaan keuangan dareah demi terwujudnya good governance.
Sugiri Sancoko, anggota Fraksi Partai Demokrat menegaskan, hasil LHP BPK senantiasa dijadikan momentum untuk introspeksi dan meneguhkan kembali komitmen semua jajaran pemerintah Provinsi Jatim.
“Fraksi Demokrat senantiasa memotivasi terbangunnya masyarakat Jawa Timur sesuai visi, misi, tujuan dan sasaran tahun 2009-2014 yang diemplementasikan melalui setrategi pembangunan pro poor, pro job, pro gender, pro growth dan pro environment,” terang Sugiri.
Sementara itu, Fraksi PAN mendesak Pemerintah Provinsi Jatim bisa menjawab secara lugas dan tuntas, terkait belanja daerah. Seperti ditegaskan dalam nota pengantar gubernur, realisasi belanja daerah TA 2013 sebesar Rp16 triliun 738 miliar 657 juta, dimana angka ini, ternyata berbeda pada dokumen resmi lainnya yang bersifat unaudit.
Misalnya pada dokumen resmi rancangan awal pembangunan jangka menengah (RPJMD) Pemprov Jatim Tahun 2014-2019 realisasi anggaran hanya Rp16 triliun 787 miliar 421 juta rupiah.
Jubir Fraksi PAN, Alie Mu’tie mengatakan kalau dibandingkan dengan dua dokumen tersebut ada perbedaan sebanyak Rp48 miliar 764 juta belanja daerah yang terekam setelah APBD Jatim TA 2014 di audit.
“Mengapa ada perbedaan prinsip dalam laporan APBD Jatim yang un audit dan audit ?,” tanya Alie Mu’tie.
Fraksi PDIP melihat telah ada penurunan belanja pegawai. Dimana belanja untuk tahun 2013 turun 16 persen dari total biaya tahun 2012. Melalui jubirnya, Saleh Ismail Mukadar menandaskan meski sudah ada penurunan sebesar 16 persen, namun masih saja untuk belanja pegawai sangat mahal dibanding propinsi lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. “Andai penghematan bisa ditekan lagi 15 persen, maka penghematan bisa digunakaan untuk menyokong belanja keluarga miskin sampai 100 ribu lebih rumah tangga sangat miskin (RTSM),”tambahnya dengan nada intonasi tinggi.
Terkait kebutuhan belanja daerah, katagori belaanja tanah ternyata hanya terealisasi 58 persen. Sementara belanja sosial melonjak menjadi 278 persen dari rencana semula. [cty]