Pemprov Jatim Dinilai Gagal Stabilkan Harga Cabai

Pemprov Jatim hingga kini belum bisa mengendalikan harga cabai yang terus melambung tinggi. [trie diana/bhirawa]

Pemprov Jatim, Bhirawa.
Ironis, Jatim yang terkenal sebagai provinsi penghasil produk hortikultura, gagal menstabilkan harga cabai rawit dipasaran. Sebab, hingga memasuki bulan ketiga ini, harga cabai rawit dipasaran masih di atas angka Rp100 ribu dari harga normal hanya Rp30-Rp40 ribu.
Rata-rata harga cabai rawit di pasar induk pada 9 Februari 2017 sebesar Rp119.851 per kilogram. Namun harga itu bisa melonjak menjadi Rp130 ribu hingga Rp140 ribu per kilogram saat di pasar kecil di desa-desa atau di kampung.
Bahkan, melejitnya harga cabai rawit ini, penjual eceran di pasar kampung melarang ibu-ibu rumah tangga membeli cabai rawit sebesar Rp5 ribu. Tapi dipaksa membeli paling sedikit Rp7 ribu. Tidak heran jika tak kunjung turunnya harga cabai rawit ini membuat pusing ibu-ibu rumah tangga, karena cabai rawit adalah salah satu bumbu pokok memasak.
Melonjaknya harga cabai sejak November 2016 lalu ini juga membuat inflasi Jatim naik. Pada Januari 2017, Jatim mengalami inflasi sebesar 1,52 persen. Dimana penyumbang terbesar terjadinya inflasi tersebut adalah komoditas cabai rawit. Masih tingginya harga cabai rawit ini diperkirakan akan menyumbang lagi inflasi pada Februari 2017 ini.
Sebenarnya, Pemprov Jatim melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jatim telah melakukan beberapa upaya untuk menstabilkan harga. Sayangnya, upaya itu masih belum mampu mewujudkan harapan ibu-ibu rumah tangga, yang ingin harga cabai rawit kembali stabil dikisaran harga Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram.
Diantara upaya Disperindag Jatim itu adalah dengan mengimpor cabai dari luar provinsi, yakni Gorontalo. Dari hasil impor itu, Disperindag bekerjasama dengan Bulog dan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) menggelar operasi pasar khusus komoditi cabai. Sayangnya, upaya itu tidak mencapai hasil maksimal. Harga cabai rawit masih di atas angka Rp100 ribu dipasaran.
Alasan belum kunjung turunnya harga cabai rawit ini karena musim panen belum tiba. Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim, Benny Sampir Wanto, produksi cabai pada Januari 2017 hanya tujuh ton. Jumlah ini tak mampu memenuhi permintaan pasar, karena cabai rawit merupakah salah satu kebutuhan pokok untuk masakan masyarakat Jatim.
“Tapi diperkirakan pada awal Maret sudah ada musim panen. Jika pada Januari hanya tujuh ton, pada Maret nanti ada 25 ribu ton. Kenaikan produksi itu terjadi karena bertambahnya luas panen,” ungkap Benny, Kamis (9/2).
Benny mengatakan, pada Januari lalu luas panennya hanya 2.129 hektare, sedangkan di akhir Februari hingga Maret luasnya mencapai 6.414 hektare. “Pada periode Maret sampai April bahkan luas panennya hingga 7.344 hektare atau bisa disebut panen raya, karenanya jumlah stok cabai akan melimpah,” tandasnya. [iib]

Tags: