Pemprov Jatim Gencarkan Revitalisasi RPH, 60% Tak Representatif

Kepala Adm Biro SDA Setdaprov Jatim memberikan sambutan dalam rakor kebijakan RPH di Swiss Belin Hotel, Sidoarjo, Senin (17/9).

Pemprov Jatim, Bhirawa
Jatim menjadi salah satu provinsi yang telah memberi kontribusi cukup tinggi terhadap kebutuhan daging nasional. Karena itu, keberadaan Rumah Potong Hewan (RPH) dinilai cukup penting untuk menjaga kualitas dan persediaan daging tetap tercukupi. Sayang, fakta tentang RPH masih cukup memprihatinkan.
Pj Sekdaprov Jatim Jumadi menuturkan, 22 persen kebutuhan daging nasional disuplai Jatim. Namun, 60 persen dari 135 RPH di Jatim kondisinya kurang representatif. Karena itu, dibutuhkan revitalisasi RPH di Jatim baik dari aspek fasilitas maupun prosedur pemotongan hewannya.
“Misalnya fasilitas ruang peristirahatan bagi hewan ternak sebelum dipotong. Selain itu, RPH juga perlu ruang khusus untuk melayukan daging sebelum dijual ke konsumen,” tutur Jumadi dalam naskah sambutan yang dibacakan Kepala Administrasi Biro Sumber Daya Alam (SDA) Setdaprov Jatim Budi Supriyanto dalam Rakor Kebijakan RPH di Swiss Belin Hotel, Sidoarjo, Senin (17/9).
Fasilitas lain yang kerap tidak diindahkan RPH ialah ketersediaan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Sehingga, lingkungan disekitar RPH kerap tercemari akibat dari aktifitas RPH. “Implementasi penerapan aturan mengenai RPH ini masih perlu didorong dan ditingkatkan. Sehinga, kabupaten/kota memiliki RPH yang sesuai standar,” tutur Jumadi.
Sementara itu, Karo Administrasi SDA Setdaprov Jatim Budi Supriyanto menambahkan, pihaknya berupaya melakukan kordinasi dengan pihak-pihak terkait yang menangani RPH. Selanjutnya, dinas teknis yang terkait dapat memberikan tindaklanjut sesuai kewenangan yang dimiliki. “Karena ini wilayah Dinas Peternakan, kedepan diperlukan pilot project RPH yang berdiri sesuai standar,” tutur Budi.
Budi mengakui, permasalahan utama yang dihadapi RPH adalah ketersediaan IPAL. Sebab, sebagian besar RPH di Jatim tidak memiliki IPAL. “RPH di Jatim ini yang benar-benar bagus paling cuma di Blitar, Banyuwangi, Jember sama Malang. Lainnya masih kurang representatif,” tandasnya.
Langkah revitalisasi ini, lanjut dia, dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan daging di Jatim. Lebih dari itu, proses pemotongan hewan yang sesuai juga akan menghasilkam kualitas daging yang aman, sehat, utuh dan halal.
“Dalam rakor ini kita juga akan membahas terkait raperda yang sedang digodog DPRP Jatim. Yaitu terkait perlindungan terhadap hewan ternak betina agar tidak sembarangan dipotong,” tutur dia. Regulasi tersebut diperlukan sebagai upaya menjaga stok daging tetap aman.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Suhermi menuturkan, regulasi terkait pemotongan hewan ternak yang ada kerap diabaikan meskipun sudah disosialisasika. Misalnya terkait larangan memotong sapi betina. Hal ini karena ternak masih menjadi tumpuan kebutuhan ekonomi warga. Makanya, harus ada sentuhan religi atau theologi aproach. Kalau ada sentuhan religi, aturan dapat lebih mudah diterima. “Masyarakat yang ternak ini bukannya tidak tahu aturannya. Mereka tahu tapi tidak bisa mengikuti karena tuntutan ekonomi,” pungkas dia. [tam]

Tags: