Pemprov Jatim Optimis Seluruh Kabupaten/Kota Raih APE 2020

Kepala DP3AK Provinsi Jatim yang baru, Dr Andriyanto SH MKes saat foto bersama dengan peserta Pertemuan Persiapan Evaluasi Pebangunan Responsif Gender Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 2020.

Surabaya, Bhirawa
Pemprov Jatim mengaku optimis jika pada 2020 ini seluruh kabupaten/kota di Jatim bakal meraih Anugerah Parahita Ekapraya (APE).
Saat ini, masih ada 12 daerah yang belum mendapat penghargaan yang diberikan sebagai bentuk pengakuan atas komitmen, dan peran para pimpinan kementrian/lembaga dan pemerintah daerah dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melelui Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim yang baru, Dr Andriyanto SH MKes menuturkan, sebenarnya suatu daerah bisa meraih penghargaan APE atau tidak tergantung daerah masing-masing. Sebab yang bekerja keras adalah kabupaten/kota masing-masing. Pemprov Jatim hanya menyediakan fasilitator, mendorong, memfasilitasi dan memberikan konsultasi.
“Saat ini masih ada 12 daerah yang belum mendapat penghargaan APE. Makanya kami pada 2020 ini memberikan pendampingan khusus kepada 12 daerah tersebut. Kami ingin semua kabupaten/kota tersebut meraih penghargaan,” ujar Andriyanto, ditemui usai membuka cara Pertemuan Persiapan Evaluasi Pebangunan Responsif Gender Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 2020, di Hotel Harris Surabaya, Senin (24/2).
Ke-12 daerah yang belum mendapat APE yakni; Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Kediri, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, Jember, Kota Madiun dan Kota Malang.
Sedangkan daerah yang mendapat APE kategori Pratama yaitu; Pacitan,Banyuwangi, Nganjuk, Magetan, Tuban, Lamongan, Sumenep dan Kota Blitar. Untuk kategori Madya; Ponorogo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaetn Probolinggo, Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Bojonegoro, Kota Kediri, Kota Probolinggo dan Kota Batu.
Sementara untuk kategori Utama adalah Trenggalek, Tulungagung, Kabupaten Pasuruan, Jombang, Ngawi, Gresik, Kota Pasuruan dan Kota Surabaya. Untuk Kota Surabaya sebelumnya masuk kategori Mentor namun turun ke kategori Utama.
Menurut Andriyanto, gagalnya ke-12 daerah untuk meraih penghargaan APE dikarenakan saat penilaian tidak memenuhi passing grade. Beberapa kelemahannya seperti kurangnya komitmen peraturan yang telah dibuat tentang gender, kelembagaan yang tidak bekerja, atau tidak responsifnya perangkat terhadap permasalahan gender.
“Saat tim penilai dari pemerintah pusat turun, pasti akan dilihat syarat-syaratnya. Apakah sudah memenuhi atau belum. Contohnya saat dilihat SK-nya, SK itu baru atau sudah lama. Pasti akan terlihat. Sekarang tim penilai lebih independen, tidak bisa titip-titipan,” ungkapnya.
Andriyanto mengatakan, potret kesetaraan gender pada saat ini belum terwujud dan belum optimal dalam implemntasinya. Hal ini terlihat masih ada perbedaan, tahun 2018 capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk laki-laki 77,4 dan perempuan 67,86. Kesenjangan IPM perempuan dan laki-laki ini kemudian dihitung sebagai indeks kesenjangan gender yang biasa disebut Indexs Pembangunan Gender (IPG) Jatim yang pada 2018 masih mencapai 90.77 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa masih ada kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam akses pembangunan.
“Demikian juga Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Jatim yang saat masih mencapai 69,37 persen, indikator IDG menunjukkan bahwa masih belum semua perempuan mendapat kesempatan dalam politik, dalam pengambilan keputusan di pemerintahan/swasta dan akses/kesempatan dalam pembangunan ekonomi,” pungkasnya. (iib)

Tags: