Pemprov Jatim Setujui Penundaan UMK Baru

UMK-2014Pemprov Jatim,Bhirawa
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim akhirnya menyetujui penangguhan pemberlakuan upah minimum kabupaten (UMK) 2015 kepada 22 perusahaan sepatu di ring I (Kota Surabaya dan sekitarnya) dengan besaran Rp 2,2 juta per bulan. Tentunya, besaran upah tersebut masih di atas besaran yang diajukan produsen sepatu, yakni Rp 2,1 juta per bulan.
Sekretaris Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Ali Masud, di Surabaya, Rabu (4/2) mengatakan, sejumlah 22 perusahaan sepatu tersebut mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK selama 12 bulan, yakni sepanjang tahun 2015, tetapi hanya 19 perusahaan yang memperoleh penangguhan 12 bulan. Sedangkan tiga perusahaan lainnya masing-masing memperoleh penangguhan 11 bulan, enam bulan dan tiga bulan.
“Ada 22 perusahaan sepatu anggota kami yang mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK kepada Pemprov Jatim dengan besaran Rp 2,1 juta/bulan, tetapi Pemprov Jatim mewajibkan pembayaran UMK Rp 2,2 juta/bulan,” ujarnya.
Menurut dia, industri sepatu itu berlokasi di ring I yakni di Kota Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik, dimana besaran UMK 2015 ditetapkan Rp 2,7 juta per bulan sesuai Peraturan Gubernur No. 90 Tahun 2014.
Dalam hal ini, katanya, kalangan produsen sepatu di ring I tidak mampu menerapkan UMK sebesar itu, karena tergolong industri padat karya. Karena itulah, maka mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK agar tetap mampu memenuhi kontrak tahun lalu yang telah ditandatangani dengan buyers dari negara-negara Eropa, Asia, dan AS.
Sementara, Forum Komunikasi Pengusaha (Forkas) Jatim menilai, upah sebesar itu melemahkan daya saing industri sepatu Jatim, sehingga sektor usaha tersebut tahun ini kehilangan order senilai 60 juta dolar AS karena buyers asal Eropa, Jepang dan AS mengalihkan order ke Vietnam, Kamboja dan Bangladesh.
“Anggota Aprisindo Jatim sebanyak 60 perusahaan sepatu yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur, yang umumnya berorientasi ekspor,” paparnya.
Ali Masud menambahkan, sebagian besar perusahaan sepatu di Jatim enggan mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK, meskipun tidak mampu menerapkan ketentuan UMK yang ditetapkan Pemprov Jatim tahun ini.
“Perusahaan sepatu yang enggan mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK itu menerapkan upah secara bipartit yakni sesuai kesepakatan antara pihak perusahaan dan pihak pekerja, dimana besarannya di bawah UMK tahun 2015. Tidak masalah, kedua pihak toh telah sepakat,” tuturnya.
Selain itu, katanya, persyaratan pengajuan penangguhan UMK cukup rumit yakni harus ada kesepakatan bipartit (pengusaha dan pekerja), harus melampirkan laporan keuangan yang diaudit akuntan publik, dan ada paparan tentang riwayat perusahaan.
Sementara itu, Wakil Ketua Forkas Jatim, Nurcahyudi mengatakan, sebagian perusahaan sepatu di ring I Jatim tahun lalu juga memperoleh penangguhan pemberlakuan UMK 2014, dan diijinkan membayar upah kepada buruh sebesar Rp 1,7 juta/bulan atau di bawah ketentuan UMK Rp 2,3 juta/bulan.
“Tahun ini 22 perusahaan sepatu memperoleh penangguhan UMK dengan membayar upah Rp 2,2 juta per bulan, tetapi besaran upahnya berarti naik Rp 500.000 per bulan dibandingkan tahun lalu. Hal ini memperlemah daya saing industri sepatu Jatim menghadapi pesaing negara-negara Asia Tenggara terutama Vietnam dan Kamboja,” ujarnya. [rac]

Tags: