Pemprov Jatim Tunggu Konsultasi Kemendagri terkait Perda Mihol

Miras golongan aPemprov Jatim, Bhirawa
Pemprov Jatim cukup berhati-hati untuk memutuskan diterima atau tidaknya Perda Larangan Minuman Beralkohol kota Surabaya.  Bahkan dalam konsultasi ke Kemendagri, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo minta hasil konsultasi tersebut dijawab secara tulis bukan hanya lisan.
“Pak Himawan (Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim) sudah saya panggil dan mengaku sudah konsultasi ke Mendagri. Tapi jawabannya jangan hanya sekedar lisan, tapi tertulis. Kita ini pemerintahan, perlu ada hitam putihnya secara tertulis,” kata Gubernur Soekarwo, Selasa (7/6).
Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo, mengatakan, dirinya memang sudah memberikan nomor registrasi Perda Larangan Mihol Kota Surabaya. Namun dia menolak jika bola pengesahan Perda Larangan Mohil ada di tangan gubernur.
“Semua pasti tidak sependapat dengan minuman keras. Tapi ada aturan perundang-undangan di atas (pemerintah pusat) yang mengaturnya lebih detail. Makanya saya minta Pak Himawan untuk konsultasi ke Mendagri. Jadi tidak tepat kalau bola pengesahan perda ada di tangan gubernur,” ungkapnya.
Mantan Sekdaprov Jatim ini mengakui, dalam Perda Larangan Mihol Kota Surabaya ada beberapa hal yang kurang pas dalam legal drafting-nya. Salah satu contohnya adalah penggunaan judul ‘Larangan’ dalam perda tersebut.
Menurut dia, judul dalam perundang-undangan kata ‘Larangan’ tidak diperbolehkan. Tapi lebih tepat jika menggunakan kata ‘Pembatasan’. “Kalau judulnya ‘Larangan’ itu tidak boleh. Kalau larangan kan tidak usah dibuatkan undang-undang. Tapi meski judulnya pembatasan tapi isinya larangan tidak apa-apa,” tuturnya.
Lalu, apakah Perda Mihol Kota Surabaya harus diubah menggunakan kata ‘Pembatasan’ ?. Pakde Karwo belum berani memastiakannya. “Untuk mencari yang pas, ya harus dibicarakan dengan para ahli hukum. Kita akan undang Fakultas Hukum Unair untuk mencari kata yang pas,” ungkapnya.
Secara pribadi, Pakde Karwo mengaku minuman keras memang harus diberantas. Tapi peraturan yang membahas peredaran minuman keras tersebut harus disesuaikan dengan peraturan yang sudah ada. Seperti bagaimana peraturan di Kementerian Perdagangan dan bagaimana peraturan di Kementerian Dalam Negeri.
“Mungkin bisa seperti di Malaysia. Minuman beralkohol hanya boleh di hotel bintang lima saja. Jadi peredarannya dibatasi. Kalau di Indonesia, ada undang-undang candu yang tidak boleh dilakukan sembarang orang. Tapi ada mantri candu yang diperbolehkan karena itu untuk kesehatan,” tandasnya. [iib]

Tags: