Pemprov Kembalikan Draf Raperda Minuman Beralkohol Surabaya

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Upaya Pemkot Surabaya untuk mengesahkan Raperda Pelarangan Minuman Beralkohol rupanya semakin alot. Sebab, Pemprov Jatim telah menunjukkan sinyal akan mengembalikan draft peraturan tersebut kepada Pemkot Surabaya.
Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim Dr Himawan Estu Bagijo mengatakan, pengembalian berkas akan dilakukan secepatnya. Itu setelah pembahasan di tingkat pemprov selesai dilakukan. “Bukannya susah, kami kembalikan saja ke Surabaya untuk dilakukan perbaikan,” ujarnya, Minggu (17/7).
Menurut Himawan, pemprov tidak berusaha mempersulit pengesahan Raperda Pelarangan Minuman Beralkohol. Namun, memang karena susunannya tidak sesuai dengan peraturan di atasnya. Sehingga, belum dapat disahkan.
Selama RUU larangan mihol belum disahkan oleh pemerintah pusat, mereka masih menganut peraturan lama. Yaitu, Perpres No 74 Tahun 2013 tentang pengendalian dan pengawasan peredaran mihol. Selain itu, ada juga Permendagri Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015. Di dalamnya tidak memuat pelarangan penjualan mihol. Hanya, pengendalian penjualannya.
Tidak hanya itu, pemprov juga memiliki Perda No 6 Tahun 2014 yang isinya sejalan dengan peraturan dari pemerintah pusat. Yaitu, restoran atau hotel yang ingin menyediakan mihol harus mempunyai izin edar. Sedangkan, minimarket dan supermarket hanya boleh menjual mihol dengan kadar alkohol di bawah lima persen. Itupun tidak boleh dibawa pulang dan harus dihabiskan di tempat. Pembelinya juga diwajibkan menunjukkan kartu identitas.
Sedangkan, raperda yang diajukan Pemkot Surabaya berisi pelarangan penjualan mihol di semua tempat. Menurut Himawan, hal tersebut sulit dilakukan. Sebab, Surabaya sebagai kota metropolitan tidak dapat membatasi secara keseluruhan penjualan mihol.
Misalnya, di restoran atau hotel yang telah mendapatkan izin penjualannya. “Hotel bintang lima harus turun levelnya kalau tidak boleh menjual mihol, padahal tidak semua orang bisa sembarangan minum di restoran atau hotel bintang lima,” tuturnya.
Lebih lanjut, Himawan menjelaskan bahwa Raperda itu masih bisa dibatalkan. Meski telah mendapatkan nomor register dari gubernur. Sebab, pemprov memiliki kewenangan membatalkan raperda apabila hasil klarifikasi tidak dipatuhi pemkot. “Judulnya saja sudah tidak sesuai, sebab tidak boleh ada kata pelarangan. Kata pelarangan hanya boleh dimasukkan dalam pasal perda,” terangnya.
Himawan menegaskan, nomor register cenderung bersifat administratif. Pemprov Jatim tidak dalam kapasitas menyetujui ataupun menolak peraturan itu. Karenanya, pemprov juga akan berkonsultasi dengan Kemendagri untuk mengambil keputusan. [iib]

Tags: