Pemprov Siapkan Regulasi Tanggap Darurat Bencana

Atap salah satu gedung sekolah rusak akibat gempa di Pulau Raas Sumenep.

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim segera menyiapkan regulasi terkait tanggap darurat bencana. Harapannya, dengan regulasi tersebut penanganan bencana termasuk pemberian bantuan korban di lapangan bisa dilakukan secara detail dan menyeluruh berdasarkan aturan yang berlaku.
“Regulasi ini bersifat regional. Bisa berupa perda atau pergub sebagai referensi untuk mengatur pemberian bantuan bagi korban termasuk berapa besarnya,” kata Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (4/4).
Menurutnya, dalam regulasi tersebut akan diatur jumlah anggaran yang bisa dikeluarkan untuk mengintervensi resiko bencana alam. Termasuk membahas kriteria resiko bencana seperti rumah rusak berat, rusak ringan, santunan kematian, santunan sakit, sampai dengan bantuan bila ada lahan yang gagal panen atau rusak. “Jadi saat kita turun harus sudah jelas apa yang bisa dilakukan dan atas dasar apa. Jadi ketika tanggap darurat bantuan yang kita berikan bisa langsung menyentuh kepada korban,” katanya.
Ia meminta agar kekosongan regulasi ini bisa segera disisir. Ia juga meminta agar beberapa OPD terkait, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim dan Dinas Sosial Provinsi Jatim bisa duduk bersama membahas detail regulasinya. Apalagi OPD tersebut berkaitan langsung ketika bencana terjadi. “Termasuk nanti membahas tugas dan tanggungjawab kab/kota. Kalau bisa bersinergi dengan instansi terkait seperti Kementerian Sosial, terutama intervensi soal tanggap darurat,” jelasnya.
Khofifah mengatakan, regulasi atau dasar hukum terkait penanganan bencana ini sangat penting mengingat 80 persen wilayah Jatim memiliki potensi kerawanan bencana. Mulai banjir, longsor, puting beliung, hingga gempa bumi. Termasuk untuk antisipasi bencana. Sebentar lagi akan masuk musim kemarau yang dapat menimbulkan kekeringan. Maka ia meminta agar OPD terkait segera menyiapkan tangki air dan pembangunan sumur bor oleh Dinas PU Cipta Karya.
“Dari data BPBD bisa terkoneksi dengan Dinas PU Cipta Karya, Dinas ESDM maupun Biro Sumber Daya Alam, di titik atau daerah mana sumur yang tidak keluar air. Karena bila sudah kekeringan, kita harus lihat langkah berkelanjutan. Mereka tidak hanya butuh tangki air tapi air ditarik dengan pipa sampai berapa kilometer,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPBD Provinsi Jatim, Subhan Wahyudiono mengatakan, secara geografis, Jatim memiliki tujuh gunung api aktif dari 127 gunung api aktif yang ada di Indonesia. Jatim juga merupakan daerah rawan gempa bumi, karena berdekatan dengan jalur pertemuan lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia. Tidak hanya itu, Iklim tropis menyebabkan sering terjadi banjir, tanah longsor, cuaca ekstrim, dan kekeringan di beberapa wilayah di Jatim.
Menurutnya, berdasarkan kajian bencana 2016-2020 ada 12 bencana, diantaranya banjir, gempa bumi, kekeringan, tanah longsor sampai dengan tsunami. “Strategi penanggulangan bencana, kami lakukan mulai tangap darurat hingga pasca bencana. Dan di Jatim ini dari 2.742 desa/kelurahan yang rawan bencana, sudah ada 381 desa/kelurahan yang sudah tangguh bencana,” katanya.
Disinggung soal gempa Sumenep, Subhan mengaku timnya sedang dalam perjalanan ke lokasi. Gempa tersebut tidak hanya terasa di Pulau Raas, Sumenep, melainkan juga di Banyuwangi dan Bondowoso. Tetapi, untuk kerusakan hanya terjadi di Sumenep. “Sekarang sudah ada tim assessment yang ke sana perintah Bu Gubernur. Ada tim dari BPBD, Bakorwil Pamekasan, dan PU Cipta Karya untuk assessment kerusakannya seperti apa dan menentukan bantuan provinsi,” pungkas Subhan. [tam]

Tags: