Pemprov Tetapkan Tarif Bus AKDP Turun 5 Persen

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim akhirnya menetapkan tarif bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) turun sebesar 5 persen. Turunnya tarif ini menyesuaikan Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2016 tanggal 7 Januari 2016 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan Umum Kelas Ekonomi.
Dalam SE Menhub itu dijelaskan, sebagai acuan besaran penurunan tarif, Kementerian Perhubungan mulai 15 Januari 2016 memberlakukan penurunan tarif sebesar 5 persen untuk tarif angkutan penumpang umum Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kelas ekonomi dan tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi.
Berdasarkan SE terebut, Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub dan LLAJ) Provinsi Jatim lantas melakukan penyesuaian besaran tarif seiring turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis solar. Rapat membahas tarif ini dihadiri Organda (Organisasi Angkutan Darat) Jatim, YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan pengusaha angkutan umum ekonomi.
Dalam rapat yang digelar di kantor Dishub dan LLAJ Provinsi Jatim, Senin (11/1), Organda Jatim menyetujui tarif bus AKDP turun sebesar 5 persen. “Penurunan tarif ini akan berlaku sejak 15 Januari mendatang untuk angkutan penumpang umum AKDP. Namun tetap menunggu persetujuan Gubernur terlebih dahulu,” kata Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub dan LLAJ Jatim Sumarsono.
Sumarsono mengatakan penurunan tarif 5 persen dianggap angka yang pas, dikarenakan jika melebihi lima persen maka akan terjadi disparitas tarif di lapangan. Khususnya untuk trayek yang berhimpitan antara AKDP dengan AKAP.
“Misalnya trayek AKDP Surabaya-Tuban berhimpitan dengan  AKAP Surabaya Semarang, Surabaya-Bojonegoro berhimpitan dengan Surabaya-Cepu. Jika di atas lima persen maka akan terjadi bentrok di lapangan untuk mereka,” jelasnya.
Oleh sebab itu, melalui rapat koordinasi ini, Dishub turut menyosialisasikan penyesuaian tarif kepada seluruh pengusaha angkutan umum di Jatim.  Dengan sosialisasi ini diharapkan tidak ada lagi pelanggaran yang dilakukan oleh para pengusaha di lapangan.
“Kita lihat saja nanti, jika ada kita lihat persentasinya akan kita kirim surat, jika masih berlanjut akan kita lakukan pembekuan bahkan pemberhentian. Pada 2015 sekitar enam perusahaan angkutan umum yang kita tindak,” ungkapnya.
Sedangkan untuk kelas premium, seperti perusahaan taksi, Dishub menyerahkan hal tersebut ke wewenang perusahaan. Sedangkan untuk mikrolet atau angkutan dalam kota lainnya, keputusan menjadi wewenang wali kota/bupati masing-masing kota. “Yang jelas, BBM turut menyumbang 20 persen dari besaran tarif, maka kita lakukan penyesuaian jika BBM tersebut naik atau turun,” tandas Sumarsono.
Sementara itu, Wakil Ketua Organda Jatim Firmansyah mengatakan pemerintah tidak melihat  faktor lain selain BBM dalam penyesuaian tarif. Selain BBM, pengusaha angkutan umum juga terbebani dengan biaya perawatan, biaya sparepart, dan gaji karyawan. “Pada 2015 saja, kita sudah tiga kali mendapat kenaikan harga ban, dan itu sudah memberatkan kita, ” ujarnya.
Selain itu, Dishub selama ini juga tidak melakukan evaluasi tarif sebelum melakukan penyesuaian tarif. Pemerintah tidak melihat bagaimana perkembangan harga sparepart di pasar, bagaimana perusahaan karoseri di lapangan hingga kebutuhan barang-barang lainnya. “Sebenarnya dari kita ya menginginkan tarif tidak turun.  Sebenarnya BBM tidak terlalu berpengaruh secara signifikan, karena masih ada pertimbangan tadi,” katanya.
Meskipun begitu, Firmansyah mengaku pengusaha angkutan darat atau angkutan umum akan tetap menerima penyesuaian tarif tersebut, dan akan memperbaiki kualitas angkutan mereka. Salah satunya adalah dengan memperbaiki kondisi fisik bus dengan memperbanyak AC untuk bus kelas ekonomi. Selain itu, nantinya Organda juga akan memberlakukan tiketing online agar tidak terjadi penumpukan di terminal dan mempermudah masyarakat yang ingin berpergian.
Sedangkan untuk peningkatan penumpang sendiri, Firmansyah menjelaskan jika saat ini kinerja penumpang cenderung stabil. Peningkatan penumpang hanya terjadi saat libur panjang, weekend, dan menjelang hari raya. “Misalnya seperti libur akhir tahun kemarin, kita sampai kehabisan bus,” tandasnya. [iib]

Tags: