Pemprov Jatim Tolak Kebijakan Garam Mendag

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengaku tetap berkomitmen akan selalu melindungi petani di garam di Jatim, meski pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang dianggap tak berpihak pada petani. Menurutnya, Pemprov Jatim akan tetap membatasi impor garam ke Jatim.
“Tidak bisa, petani garam tidak bisa begitu saja dibiarkan. Kami tetap ingin melindungi petani garam, khususnya terkait harga dipasaran. Jika suplai terlalu banyak, harga garam dipasaran pasti akan anjlok,” kata Gubernur Soekarwo, dikonfirmasi, Rabu (20/1).
Seperti yang diketahui, pemerintah kini menghapus harga patokan garam, pembatasan waktu impor, dan kewajiban importir garam untuk menyerap garam rakyat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Peraturan menteri (permen) ini dirilis pada 29 Desember 2015 merevisi Permendag No. 58/M/-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Garam.
Tentu saja, kebijakan ini langsung ditentang banyak pihak. Tak hanya Gubernur Soekarwo, tapi juga Wagub Jatim Drs H Saifullah Yusuf. Menurut Gus Ipul, sapaan lekat Saifullah Yusuf, dirinya sangat keberatan dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut, karena akan semakin menyengsarakan petani garam.
Mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal ini mengatakan, peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan ini bisa mematikan usaha garam rakyat.  “Ya matilah petani garam, kasihan mereka. Saya keberatan kalau peraturannya seperti ini. Garam rakyat bisa hancur,” ungkapnya.
Gus Ipul berharap kepada pemerintah pusat agar garam rakyat tetap bisa diserap oleh pasar, meskipun kualitasnya hingga kini masih kalah dengan garam impor. “Kami mau garam rakyat diserap. Kalau tidak memenuhi kualitas ya dibina, bukan dibiarkan. Kalau dibiarkan ya berarti pemerintah tidak hadir. Memang pembinaan selalu membutuhkan waktu,” katanya.
Dia menilai nasib para petani garam di Jatim biusa semakin miskin. Tanpa kewajiban importir menyerap garam rakyat, apa yang mereka produksi semakin tidak laku. Pada akhirnya kesejahteraan petani jadi terbengkalai.
Gus Ipul berpendapat, harus tetap ada peraturan yang mewajibkan penyerapan garam lokal. Apabila memang kualitas garam mereka yang kurang baik, justru di sanalah pemerintah seharusnya hadir untuk membina. “Kami siap sampaikan ini kepada pemerintah pusat. Seharusnya sudah jelas kalau mau impor itu sebulan sebelum panen dan dua bulan setelah panen,” tandasnya. [iib]

Tags: