Pemuda Perekat Bangsa

Sejarah nasional kejuangan pemuda selalu menjadi “rantai” penghubung spirit kebangsaan. Telah terbangun sejak berabad-abad silam. Pemuda dijadikan “senjata” oleh raja-raja menggalang tali per-kerabat-an, melalui perkawinan. Sekaligus memperluas pengaruh (kekuasaan) secara damai. Kejuangan pemuda tidak pernah redup, walau pada masa kolonialisme (penjajahan). Bahkan meletup pada 28 Oktober 1928, bagai kembang api kedaulatan cikal bakal negara bangsa (state nation).
Sejak zaman Mulawarman (abad ke-5) di Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur). Mulawarman telah menjalin hubungan dengan negeri Sunda (kerajaan Tarumanegara) di Jawa Barat. Kerajaan Sriwijaya, pada abad ke-7, juga menjalin ke-kerabat-an di negeri Sunda, dan Jawa. Sambung menyambung “obor” kebangsaan dinyalakan, sampai masa Pangeran Baabullah (di Ternate). Bersaing kekuatan dengan penjajahan bangsa asing.
Pada dekade tahun 1570-an, dikobarkan perang Soya-soya (pembebasan negeri). Seluruh Maluku Utara, Maluku, Sulawesi bagian Utara, sampai Papua, dipersatukan dalam satu bendera, dan satu komando Sultan Baabullah. Sukses mengusir penjajah. Terbukti, kolonialisme (penjajahan) dengan sistem persenjataan lebih moderen bukan ancaman yang menghentikan kejuangan. Juga dibuktikan dengan kejuangan Pangeran Diponegoro, yang mengobarkan “Perang Jawa.”
Tetapi kejuangan tidak selalu dengan angkat senjata. Hal itu dibuktikan dengan tokoh-tokoh muda dekade tahun 1920-an. Di Surabaya, tokoh senior seperti Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto, dan Agus Salim, membimbing banyak pemuda. Antara lain, Soegondo, dan Soekarno, keduanya se-rumah tumpangan. Soegondo, selaku Ketua PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia), mengundang wakil-wakil perkumpulan pemuda.
Pada Kongres Pemuda ke-2, 28 Oktober 1928, Soegondo terpilih sebagai Ketua, dan Mohammad Yamin (yang paling bagus berbahasa Indonesia), dipilih sebagai Sekretaris. Saat itu Mohammad Yamin menyodorkan secara kertas berisi tiga baris kalimat, yang dibacakan oleh Soegondo (Ketua Kongres Pemuda). Hasil Kongres Pemuda, berupa resolusi ikrar pemuda, ditulis (saat itu) masih menggunakan ejaan lama (van Ophuijsen) sebelum tahun 1947.
Isinya (dengan ejaan bahasa Indonesia masa kini): “Pertama, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Pada akhir kongres, dinyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Lagu kebangsaan diciptakan oleh pemuda arek Suroboyo. WR Supratman, minta izin menyanyikan lagu gubahannya, dengan alunan biola. Tidak mudah melantunkannya, karena beberapa kata “terlarang” diucapkan. Misalnya, “Indonesia Merdeka,” dan “Indonesia Raya.” Setiap frasa kata yang terlarang, tertutupi oleh suara biola yang lebih keras. Polisi Belanda yang menjaga kongres tidak mendengar. Kejuangan perlu kecerdasan.
Sesungguhnya, tidak mudah menghimpun pemuda se-tanah air dari berbagai suku di Indonesia. Walau tokoh-tokoh pemuda terdahulu (generasi 1920-an) tidak selalu seirama se-iya sekata. Diperlukan modal saling percaya sesama anak bangsa. Namun demi pertalian negara kebangsaan, maka setiap perbedaan memiliki garis finish (kesudahan).
Momentum Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) tak terasa sudah 91 tahun berlalu. Ke-bhinneka-an (pluralisme) tetap ter-asah utuh. Seperti lokasi kongres pemuda (tahun 1928, di jalan Kramat Nomor 106), yang menempati rumah Sie Kong Liong. Kini menjadi museum Sumpah Pemuda. Begitu pula lokasi pembacaan proklamasi (jalan Pegangsaan Timur 56) yang dibeli oleh Syeh Faradj Martak (pengusaha Indonesia keturunan Arab). Rumah itu dihadiahkan kepada Soekarno.
Ke-bhinneka-an Indonesia, sudah tuntas. Saatnya meng-arus pada pergaulan dunia era digital industri 4.0. Pemuda tetap berkewajiban me-rekat-kan spirit kebangsaan. Tetap berjuang meningkatkan kompetensi pemuda meraih kemenangan dalam persaingan global.

——— 000 ———

Rate this article!
Pemuda Perekat Bangsa,5 / 5 ( 1votes )
Tags: