Pemuda sebagai Agen Pendidikan Multikulturalisme

Oleh :
Hardi Alunaza SD
Pemerhati Ilmu Politik dan Hubungan Internasional, Staf Pengajar FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak.

Di era globalisasi semua negara berusaha menjaga perdamaian. Di samping memberikan sisi yang positif, globalisasi ternyata telah menimbulkan budaya global yang memiskinkan potensi budaya-budaya asli. Dapat dikatakan timbul suatu upaya untuk menghidup suburkan globalisasi dengan menjunjung nilai-nilai modern dan enggan melakukan pembelajaran terhadap kekayaan budaya dan kearifan lokal. Padahal budaya lokal merupakan upaya menentang globalisasi yang mengarah pada monokultural budaya dunia.
Dapat kita saksikan munculnya hegemoni Barat yang kuat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Sehingga dengan hegemoni tersebut, generasi muda tidak lagi peka dan sadar akan peran mereka sebagai insan akademisi yang memiliki tanggung jawab membawa dan membangun bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Mereka justru terlenakan oleh kenyamanan yang mereka dapatkan dari proses hegemoni tersebut sehingga pemahaman akan keberagaman dan multikulturalisme hanya sebatas hiasan bangsa semata. Selain itu, kurangnya kesadaran akan rasa cinta terhadap tanah air. Sebagai bangsa yang memiliki prinsip Bhineka Tunggal Ika, seharusnya setiap generasi muda mampu menjadi tongkat perubahan dalam menciptakan kehidupan bangsa guna menciptakan perdamaian dan menyebar luaskan rasa toleransi dengan memahami dan menanamkan nilai-nilai keberagaman.
Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu solusi, salah satunya adalah model pendidikan yang bersifat multikultural. Selain itu, perlu adanya penanaman pemahaman terhadap generasi muda mengenai pendidikan multikultural. Multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Pendidikan multikultural diharapkan mampu menjawab tantangan zaman di masa globalisasi ini.
Untuk mengonseptualisasikan peran kaum muda dalam mempromosikan nilai damai dan toleransi, pada awalnya, sangat berguna untuk mengetahui kompleksitas dan multidimensionalitasnya. Berbagai makna dan tujuan pendidikan perdamaian yang kompleks berakar pada beragam sumber inspirasi, model peran dan praktek yang berada dalam konteks sejarah, sosial, budaya, ekonomi dan politik tertentu. Mempromosikan pemahaman kritis tentang akar penyebab konflik, kekerasan dan tak henti-hentinya di dunia yang penuh dengan keragaman isu dan masalah baik di tingkat makro (nasional, regional, internasional, global) hingga tingkat kehidupan mikro (lokal, interpersonal, pribadi).
Budaya dan pendidikan memiliki kekuatan untuk mentransformasi seluruh masyarakat, memperkuat masyarakat lokal dan menumbuhkan rasa identitas dan kepemilikan bagi orang-orang dari segala umur. Sebagai vektor untuk pengembangan pemuda dan keterlibatan masyarakat, budaya memainkan peran penting dalam mempromosikan pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Pemuda dapat bertindak sebagai jembatan antara budaya dan berfungsi sebagai agen kunci dalam mempromosikan perdamaian dan pemahaman antarbudaya.
Pemuda harus diperlakukan sebagai kemitraan di semua kegiatan sosial, pemerintahan, dan kegiatan masyarakat. Ini harus dimulai secara aktif dengan masuknya anak ke fase keemasan 15 sampai 25 tahun. Kaum muda harus menyadari bahwa mereka seharusnya tidak menunggu warisan dunia. Mereka harus menyadari bahwa mereka telah mewarisi dunia saat memasuki zaman keemasan. Pembangunan pemuda sebagai warga negara yang produktif dan aktivis perdamaian bisa menjadi titik awal untuk mengembangkan budaya saling toleransi dan menjaga perdamaian dunia.
Mempromosikan perdamaian melalui pendidikan bukan hanya tentang pembelajaran di lingkup pendidikan formal, tapi juga bisa menunjukkan nilai perdamaian yang kuat dengan mengeksplorasi budaya di semua aspek partisipasi sosial. Kaum muda harus serius dalam konsepsi, perencanaan, dan implementasi kebijakan perdamaian di komunitas dan masyarakat. Kami percaya bahwa peran pemuda sangat penting dan potensial untuk transformasi konflik kekerasan dan memelihara budaya perdamaian. Pemuda memiliki tanggung jawab untuk berdialog dengan pemuda lainnya mengenai pengetahuan, nilai, keterampilan, dan perilaku yang kondusif untuk mendorong keharmonisan global dan keadilan sosial. Dengan demikian, kaum muda juga telah menerapkan strategi yang dirancang khusus untuk mempromosikan perdamaian dan mendorong generasi muda lainnya untuk meninggalkan kekerasan di semua aspek kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi melalui beberapa aktivitas sosial dan saling berbagi di lingkungan masyarakat luas. Kaum muda harus dihadapkan pada kebaikan toleransi dan anti kekerasan. Pemuda harus menyadari pentingnya hidup bersama dan harus bertanggung jawab untuk membela hidup yang damai dan tanpa kekerasan.

———- *** ———-

Tags: