Pencairan BOS Triwulan Tiga Belum Merata

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dana Hibah BOS Madin Tak Cair, Angka Putus Sekolah Terancam Tinggi
Surabaya, Bhirawa
Di saat sekolah-sekolah pada umumnya tengah bergegas menyelesaikan Surat Pertanggungjawaban (SPj) penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) triwulan ketiga, ternyata masih ada sekolah yang belum menerima BOS triwulan ketiga ini, yakni periode Juli- September.
Di antara sekolah-sekolah yang belum menerima itu, adalah SMP Al- Falah Surabaya. Kepala SMP Al- Falah Fajar Alam menjelaskan, pihak sekolah baru menerima dana BOS triwulan pertama dan kedua pada tahun ini. Sedangkan triwulan ketiga, SMP Al- Falah belum menerima sampai masuk periode pencairan BOS triwulan keempat, yakni Oktober. “Tahun ini merupakan pertama kalinya SMP Al Falah mengajukan BOS. Beda dengan tahun sebelumnya,” tutur Fajar, Rabu (28/10).
Dia mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan pihak sekolah belum menerima BOS triwulan ketiga. SMP Al- Falah sudah memberikan laporan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya. “Sejauh ini kami menunggu saja kapan pencairannya terealisasi,” ujarnya.
Meski terlambat, Fajar mengaku tidak menemui kendala berarti pada operasional sekolah. “Tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar. Tapi kami juga memberikan laporan,” katanya.
Setiap bulan, dana BOS yang diterima siswa adalah Rp 500 ribu. Karena belum menerima dana BOS triwulan ketiga, SMP Al Falah tidak dapat membuat SPj. Selain itu, pencairan BOS triwulan keempat, yakni periode Oktober- Desember, juga belum diterima sekolah. “Kalau dananya saja belum kami terima, ya kami belum bisa membuat laporan SPj BOS,” kata Fajar.
Sejauh ini, SMP Al Falah masuk salah satu dari 435 sekolah yang belum mengirimkan SPj BOS ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Selain SMP Al Falah, SMPN 4 termasuk sekolah yang belum mengirimkan SPj BOS triwulan ketiga. Kepala SMPN 4 Nanik Partiyah menjelaskan serapan belanja BOS triwulan ketiga belangsung mulai Juli sampai September. Setelah itu, masing-masing sekolah wajib mengirimkan SPj pada Oktober. “Harusnya awal Oktober, tapi ada kendala waktu kemarin,” ujar Nanik.
Kendala yang dimaksud saat pembuatan SPj adalah adanya perubahan aplikasi untuk beberapa kegiatan. “Karena harus digeser itu, kami harus membenarkan lagi disesuaikan dengan nyatanya,” paparnya.
Kendati demikian, Nanik menegaskan SMPN 4 dapat menyelesaikan SPj BOS triwulan ketiga secepatnya. “Kami usahakan pekan ini bisa selesai,” katanya seraya menyebut ada tim guru khusus yang menangani pembuatan SPj BOS.
Hal serupa dialami oleh SMPN 52. Kepala SMPN 52 Sukmo Darmono mengaku pihak sekolah masih proses menyelesaikan SPj BOS triwulan ketiga. “Kemarin belum ada tanda tangan saya. Secepatnya ini akan diselesaikan,” kata Sukmo. Dengan begitu, pihak sekolah berharap pencairan BOS triwulan keempat dapat dilaksanakan.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Aston Tambunan menjelaskan pelaporan dan penerimaan dana BOS langsung dari sekolah ke Kemendikbud. Meski begitu, Dindik bertugas memantau penggunaan dana BOS tersebut. “Kalau ada kendala, sebaiknya segera memberikan laporan,” kata Aston. Termasuk pencairan yang terlambat atau kendala saat pembuatan SPj dana BOS.

Perlu Judicial Review
Sementara itu angka putus sekolah di Jatim diprediksikan semakin tinggi sebagai akibat dari kebijakan pemerintah pusat melalui UU No 23 Tahun 2014 terkait Pemda khusus dana hibah. Di mana  dicantumkan jika penerima hibah tidak bisa dilakukan secara terus menerus dan harus berbadan hukum, dengan begitu berimbas pada penyaluran dana BOS Madin yang lebih banyak dimanfaatkan masyarakat tidak mampu yang ada di pondok pesantren.
Anggota Komisi A DPRD Jatim Fatcullah menegaskan salah aturan di UU No 23 Tahun 2014 di mana pemberian dana  hibah tidak boleh diserahkan secara terus menerus maka otomatis akan berpengaruh pada pencairan dana BOS Madin. Dan kalau ini tidak segera dilakukan revisi, maka akan semakin banyak angka putus sekolah dan SDM yang ada di Jatim semakin mengalami penurunan. Dan ini sangatlah berbahaya dalam dunia pendidikan.
“Apalagi kami sudah bertemu dengan Komisi II DPR RI dan MenkumHam ternyata banyak yang kaget dengan kondisi tersebut. Karenanya mereka meminta untuk dilakukan revisi. Tapi karena masalah ini tidak masuk dalam Prolegnas 2016, maka otomatis penyaluran Bosda Madin akan terhenti pada 2016. Solusi satu-satunya harus ada judicial review,”tegas politisi asal PKB, Rabu (28/10).
Ditambahkannya, aturan tersebut memang sangat tidak masuk akal. Mengingat yang menerima BOS Madin adalah siswa miskin di pondok pesantren yang tentunya sangat tidak mungkin harus berbadan hukum. Apalagi diketahui untuk mengurus izin usaha, ribet dan berbelit-belit serta mahal, sementara Bos Madin sangat penting untuk keberlangsungan pendidikan mereka setiap tahun.
Dalam RAPBD 2016 masih ada plot anggaran untuk BOS Madin, tapi dikhawatirkan dana tersebut tetap tidak dapat dicairkan karena itu merupakan perintah UU yang harus ditaati. “Artinya meski dalam RAPBD 2016 ada plot anggarannya, tapi tetap tidak bisa terserap karena UUnya mengatur seperti itu,”tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jatim Moch Ekhsan  meminta pemerintah pusat memberikan prioritas terhadap penggunaan dana hibah untuk BOS Madin. Pasalnya dana terebut sangat penting untuk keberlangsungan dunia pendidikan. “Pemerintah harus jernih dalam membaca masalah ini. Kalau memang dana hibah ada aturan seperti itu, hendaknya ada aturan baru yang tetap memberlakukan BOS Madin. Apalagi kebijakan tersebut hanya ada di Jatim karena memang jumlah ponpes yang ada cukup banyak,”lanjutnya.
Di sisi lain, banyak siswa pesantren yang memiliki kelebihan dengan memenangkan beberapa lomba. Artinya siswa pesantren yang rata-rata berasal dari ekonomi pas-pasan ternyata mampu bersaing dengan sekolah umum. “Dan ini menjadi perhatian kita untuk tetap memperjuangkan ke pusat agar BOS Madin tetap mendapatkan anggaran dari APBD Jatim seterusnya,”aku politisi asal Nasdem ini. [tam,cty]

Tags: