Pencemaran di Surabaya ‘Semakin Parah’

Pencemaran di SurabayaSurabaya, Bhirawa
Dari waktu ke waktu potensi tingginya derajat pencemaran di Kota Surabaya terus bertambah. Hal ini terlihat dari sumber pencemarannya telah mengepung lingkungan dari pusat hingga pinggiran kota. Tidak menutup kemungkinan kesehatan warga Surabaya pun juga ikut terancam.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkot Surabaya Musdiq Ali Suhudi mengatakan, sumber perusak lingkungan terus bertambah. Meskipun telah dilakukan penekanan limbah, hal tersebut tetap bertambah tinggi.
“Jangankan di bawah pencemaran, rekadaya yang ada sulit sejajar dengan terus membumbungnya pencemaran,” Ujarnya saat dikonfirmasi Bhirawa, Kamis ( 14/1) kemarin.
Ia menjelaskan seperti Industri yang terletak di beberapa kawasan, diantaranya di Margomulyo, Tandes, Rungkut dan wilayah lainnya. Kesemuanya tidak diatur oleh satu perusahaan. Menurutnya, dari Pabrik-pabrik itu memberikan kontribusi pencemaran air maupun udara.
“Kondisi ini diperparah semakin banyaknya industri rumahan (home industry). Rumah hunian atau tempat tinggal yang ada banyak yang berubah untuk produksi yang menghasilkan limbah cair, masuk ke saluran air,” terangnya.
Musdiq mencontohkan rumah yang dipakai untuk usaha pewarna jeans. Pewarnaan ini sepertinya sederhana, namun air limbahnya sangat berbahaya. “Biasanya itu tidak memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah, red),” ungkapnya.
Dirinya memaparkan, air limbah masuk ke saluran tersier di pemukiman, hingga akhirnya bermuara ke sungai besar. Termasuk aliran kali Surabaya yang sudah tercemar dari hulu ke hilir. Celakanya, air kali itu menjadi sumber air baku Perusahaan Air Minum daerah (PDAM) Surya Sembada Surabaya.
Selanjutnya, sumber pencemaran lain adalah hotel yang jumlahnya terus bertambah. Karena badan yang dipimpinnya juga masuk tim perizinan, sehingga pihakya mengetahui intensitas penambahan hotel di Kota Pahlawan.
“Hotel di Surabaya dalam lima tahun ini pertambahannya luar biasa. Tiap minggu ada pengajuan izin pembangunan hotel. Dalam setahun ada 50 hotel (baru) mulai tidak berbintang sampai berbintang. Tahun 2005 ke bawah jumlah hotel sedikit. Sekarang menyebut atau mendengar nama hotel belum tentu tahu lokasinya,” jelasnya.
Tak hanya itu, Menjamurnya usaha cucian baju (laundry) menambah banyak jumlah penghasil pencemar. Air cucian yang mengandung detergent dibuang begitu saja ke saluran kampung. Celakanya, tidak mudah mendata jumlah laundry.
Laris-manisnya usaha jasa ini tidak luput dari gaya hidup. Keluarga lebih memilih mencucikan baju kelaundry. Hasil usaha ini besar, namun mayoritas tidak memiliki IPAL. Belum lagi bengkel cuci kendaraan yang air cuciannya tidak jarang mengandung oli atau solar.
“Belum lagi industri-industri lama yang masih berada di dekat pemukiman. Di Rungkut Alang-Alang (Kalirungkut), Panjang Jiwo masih banyak pabrik. Kalau industri di Jalan Ngagel, seperti PT Barata, Iglas, semua sudah pindah,” paparnya.
Keberadaan rumah makan baru yang jumlahnya signifikan di Jalan Kertajaya disebut Musdiq merupakan sumber lain pencemar. Rata-rata tempat usaha kuliner itu tidak memiliki IPAL dengan alasan lokasinya kontrak. Belum lagi sampah rumah tangga yang tonase per hari mencapai 8 ton. Untuk sampah infeksius yang dihasilkan RS menambah panjang daftar masalah lingkungan.
“Tidak semua RS memiliki incinerator. Banyak rumah sakit tidak mempedulikan rekanan pembuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Rekanan tidak memiliki angkutan khusus hingga tidak memperpanjang izin usaha,” paparnya. (geh)
Tabel
Penyumbang limbah di Kota Surabaya
1. Usaha laundry (Banyaknya usaha ini membuat Pemkot kesulitan mendata)
2. Usaha kuliner (Banyaknya usaha kuliner hingga masuk ke pemukiman warga)
3. Restoran (Banyaknya restoran tidak memiliki izin IPAL dikarenakan sewa tempat)
4. Sampah hotel (Setahun ada sekitar 50 hotel yang mengajukan izin pembangunan)
5. Usaha pewarna jeans (Meski telah jarang usaha pewarna pakaian ini, namun limbah sangat berbahaya)
6. Sampah rumah tangga (per hari mencapai 8 ton)
7. Rumah sakit (Banyak membuang limbah B3 sembarangan)

Tags: