Pendampingan Lemah, Dana Desa Rentan Diselewengkan

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Dialokasikan dana desa (DD) per 2017 sekitar Rp300 juta-Rp500 juta ini ternyata membawa dampak yang luar biasa terhadap aparat desa. Buktinya, puluhan aparat desa terjerat masalah hukum pidana akibat ditemukan adanya penyelewengan dan penyimpangan pengelolaan anggaran. Padahal, gagasan awal pemberian anggaran desa diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di daerah pedesaan.
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo menegaskan sejak awal dirinya sudah memprediksi jika banyak aparat desa menjadi korban akibat tidak dapat mengelola keuangan desa dengan baik. Mengingat diklat yang digelar hanya beberapa hari tersebut, sulit merubah para kepala desa yang selama ini mindsetnya berpikir konvensional.
“Sejak awal saya sudah memprediksi jika akan banyak korban seiriang dialokasikannya dana desa. Dan hal itu benar-benar terjadi, dimana banyak aparat desa yang digiring oleh aparat hukum dengan tuduhan korupsi yang berakhir pada tuduhan pidana,”tegas politisi asal Partai Golkar ini, Senin (11/9).
Hal ini, tambahnya diperparah lagi dengan tenaga pendamping yang rata-rata lulusan SMA, bahkan ada yang SMP. Artinya mereka ini belum mahir menjadi pendampaing khususnya soal administrasi keuangan desa. Dimana seharusnya mereka tenaga pendamping adalah lulusan sarjana dengan background lulusan ilmu administrasi atau ekonomi.
“Bukan kita mengecilkan arti lulusan SMA. Tapi seharusnya mereka yang menjadi pendamping adalah yang lulusan sarjana ilmu administrasi dan ekonomi. Dengan begitu mereka akan menguasai adminitrasi atau pengelolaan dana desa, sehingga penyelewengan anggaran dapat ditekan sekecil mungkin,”tambah alumnus Ubaya Surabaya ini.
Dan yang terakhir ternyata Kementrian Desa tidak transparan dan fair dalam pencairan anggaran desa. Dimana dana desa ini dibuat kepentingan politis. Tak heran terkadang antar desa dalam pencairan dana desanya tidak sama.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi A DPRD Jatim yang lain, dr Benyamin Kristianto. Menurut politisi asal Partai Gerindra ini seharusnya pemerintah menyediakan tenaga pendamping independen. Dengan begitu, nantinya tidak ada kongkalikong antara aparat desa dengan tenaga pendamping.
“Intinya selain mereka mendapingi sekaligus memberikan pelajaran bagaimana menyusun anggaran desa. Diharapkan dengan tenaga pendamping ini tidak ditemukan lagi adanya penyimpangan yang dilakukan aparat pedesaan,”jelasnya. [cty]

Tags: