Penderita Gangguan Refraksi Mata Turun

Febria Rachmanita

Surabaya, Bhirawa
Jumlah pasien gangguan refraksi mata di Kota Surabaya mengalami penurunan signifikan dibanding 2019. Tentunya hal itu tak lepas dari berbagai upaya Pemkot Surabaya dalam menanggulangi gangguan refraksi mata khususnya yang terjadi pada anak-anak.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengungkapkan, jika pada 2019 lalu, jumlah pasien gangguan refraksi mata sebanyak 4.463 orang. Melihat angka itu, pihaknya langsung mengambil sejumlah langkah preventif untuk menekan angka penderita. Alhasil, pada 2020 ini jumlah penderita refraksi mata mengalami penurunan. “Jika dihitung dari awal Januari hingga Juli 2020, pasien gangguan refraksi mata yakni 2.665. Penurunannya sangat signifikan,” kata Febria, Kamis (15/10).

Feny – sapaan akrab Febria Rachmanita menjelaskan, perubahan angka yang cukup signifikan itu sebenarnya sudah dapat dilihat sejak tiga bulan pertama di 2020. Bahkan, berkaca pada Januari 2019, jumlah pasien mencapai 496 anak. “Sementara itu pada Januari 2020-nya pasien menurun menjadi 356 orang. Itu perbandingannya terlihat,” papar dia.

Meski demikian, keberhasilan dalam menekan angka itu tidaklah serta merta begitu saja. Sebab, ada strategi dan upaya penanggulangan yang dilakukan. Di antaranya, mengindetifikasi wilayah dan kelompok masyarakat yang berisiko mengalami gangguan refraksi.

Menurut Feny, upaya penanggulangan yang dilakukannya kali ini adalah menyasar anak-anak di usia sekolah dan lanjut usia (lansia). “Kita menyasar ke pelajar SD- SMP. Usia rata-rata dari 7 – 15 tahun. Kemudian langkah kedua, mengembangkan surveilans deteksi dini gangguan refraksi yang dilakukan oleh kader dan rujukan ke puskesmas,” urainya.

Tidak hanya itu, upaya lain yang dilakukan adalah melatih kader indera, serta melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Mata Masyarakat (RSMM) untuk mendeteksi dini kelainan refraksi mata. Di sisi lain, jajaran Dinkes juga memberikan diseminasi komunikasi, informasi serta edukasi melalui para kader, petugas kesehatan dan sekolah. “Penyebaran informasi itu sangat penting. Apalagi para kader, puskesmas yang berhubungan langsung dengan masyarakat,” jelas Feny.

Feny mengungkapkan, pihaknya juga melakukan skrining mata serta penanggulangan gangguan indera termasuk kelainan refraksi. Itu menjadi penting dilakukan agar ke depan angka kasus berkurang. “Jadi harus terus dan selalu dalam pantauan. Kami juga menggandeng Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami). Kemudian ada RS Bakti Dharma Husada (BDH) dan RSUD dr Soewandhie,” pungkasnya.[iib]

Tags: