Pendidikan Akhlak dan Adab Penting untuk Capai Welfare State

La Nyala Matalitti

Jakarta, Bhirawa
Pendidikan akhlak dan adab menjadi bagian penting untuk mencapai welfare state. Karena, akhlak dan adab telah menyatu menjadi bagian dari wajah bangsa. Termasuk menyatu dalam diri para pemegang kekuasaan dan jabatan. Sehingga negara berhasil mengambil peran penting dalam perlindungan dan pengurangan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya
“Islam, menganggap penting, pendidikan akhlak dan adab. Karena akhlak melandasi cara kita berpikir dan berbuat. Sedang adab, melandasi cara kita melaksanakan pikiran dan perbuatan atau cara kita bertindak,” ungkap Ketua DPD RI, La Nyala Mahmud Mattalitti saat orasi ilmiah di IAIN Tulungagung, dalam rapat Senat terbuka pengukuhan guru besar Prof Munardji, Rabu (9/9) kemarin.
La Nyala menyoroti, kemerosotan moral generasi muda dan mentalitas para pejabat. Yang mengutamakan golongan dan kelompok sendiri. Bagi dunia Islam, tidak ada artinya, orang kaya tapi miskin akhlak, atau orang cerdas tapi miskin adab. Karena hanya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi.
“Meskipun tidak otomatis negara yang mayoritas penduduknya muslim, lantas berakhlak dan beradab. Tetapi Islam mengajarkan pentingnya kedua hal itu,” tandas La Nyala.
Menurut La Nyala, karena nilai ini bersifat universal, maka kita sering merasakan dan melihat perilaku Islam di Negara – negara non muslim. Misalnya di Norwegia, Finlandia, Swiss, Selandia Baru dan Jepang. Masyarakat disana, begitu tertib dan beretika. Sehingga Negara – negara ini selalu berada di peringkat 10 besar survei, negara dengan indek kebahagiaan dan kemakmuran.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Jika dilihat dari dua sisi. Bagaimana generasi muda dan anak – anak Indonesia. Serta bagaimana mentalitas pejabat dan para pemegang kekuasaan di Indonesia. Apakah terjadi kemerosotan moral? Jawabnya terjadi kemerosotan moral. Dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI), tahun 2018, tercatat 504 anak dibawah umur yang terlibat perkara pidana.
La Nyala juga mengungkap sejumlah survei yang dilakukan KPAI, tercatat 62,7% remaja SMP sudah tidak perawan. Sebanyak 93,7% pelajar SMP dan SMA pernah berfirman. Sementara 21,2% remaja, pernah melakukan aborsi dan 97% remaja pernah menonton film porno.
Prof Munardji dalam orasi ilmiah ya menyatakan, Era industri 4.0 yang ditandai dengan kehidupan serba cepat dan distruptif. Menyebabkan budaya masyarakat cepat marah dan putus asa, akibat besarnya tekanan dan tuntutan. Sehingga, dibutuhkan pemimpin yang berjiwa progresif. Yang menjadikan umat sebagai subjek yang harus dilayani.
Dalam disertasinya, Munardji membagi model kepemimpinan menjadi dua. Pertama etik dan kedua kepemimpinan profetik. Kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang membawa tiga misi suci. Yakni misi humanisasi, misi liberalisasi dan misi transendensi. [ira]

Tags: