Pendidikan Anak Idealnya Mencontoh Nabi

Oleh :
Zuhrotun Umamah, S.PdI
Penulis adalah guru kelas Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Madiun 

Sunah Nabi dalam berbagai karakteristiknya mempunyai energi yang kuat dalam membentuk keteladanan umat manusia. Di sini sunah Nabi sebagai spirit yang memberi nuansa proses pendidikan yang berhubungan dengan afeksi manusia khususnya anak didik dalam berperilaku sehari-hari.
Hal ini menggambarkan bahwa sunah Nabi harus dipahami sebagai keseluruhan kepribadian dan akhlak nabi karena sasaran peneladanan tidak lain adalah sunnah Nabi sendiri.
Kondisi, ragam, kualitas kejiwaan dan situasi lingkungan merupakan penentu dalam mempengaruhi kepribadian anak didik. Maka di sini sunnah Nabi menjadi standar utama psikologi pendidikan Islam, apalagi dalam menanamkan makna sunnah Nabi dalam kehidupan anak didik memerlukan metode pembiasaan sehingga membekas dalam pribadinya.
Menurut bahasa, kata sunnah berarti jalan yang lurus dan perilaku yang terbiasa, baik terpuji ataupun tercela (Hammadah, 1995:20). Tetapi para ulama sejak masa Rasulullah telah menggunakan arti bahasa tersebut di atas seperti yang digunakan oleh orang Arab pada umumnya. Mereka menyempitkan pengertian sunnah berhubungan dengan masalah agama dan akhlak karena Rasulullah dipandang mustahil berperilaku tercela, sebab selalu dibimbing dan dijaga oleh Allah.
Jadi jalan dan perilaku Nabi adalah jalan yang harus diikuti oleh umat Islam. Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Abdil Barr (1346 H:110), “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara. Kamu tidak akan sesat apabila kamu berpegang pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulnya”.
Dalam hubungannya dengan Hadits, Nurcholis Madjid mengomentari bahwa sunnah lebih luas daripada Hadits, termasuk yang sahih. Berarti sunnah tidak terbatas pada Hadits. Sekalipun pengertian ini cukup jelas, namun sering mengundang kekaburan.
Meskipun antara Sunnah dan Hadits terbentang garis kontinuitas yang tidak terputus, namun mencampuradukkan antara keduanya tidak dibenarkan karena sunnah mengandung makna yang lebih prisipil daripada Hadits sebab disebutkan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran.
Sunnah Nabi harus pula dipahami sebagai keseluruhan kepribadian Nabi dan akhlak Beliau, yang dalam kepribadian dan akhlak Beliau disebutkan sebagai teladan yang baik (Surat Al-Ahzab:32), dan juga seorang yang berakhlak mulia (Al-Qalam:4) maka dapat dikatakan bahwa Al-Quran, sebagaimana dilukiskan Aisyah istrinya, adalah budi pekerti (diriwayatkan Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasa’I, dan tafsir Ibnu Katsir surat Nuun).
Dengan demikian ada hikmah bahwa keseluruhan sasaran peneladanan tidak lain adalah sunnah Nabi sendiri, maka dapat ditarik kesimpulan yang nyata bahwa dalam hal tingkah laku dan kepribadian Nabi menjadi pedoman hidup kedua setelah Alquran bagi seluruh umat manusia.
Sebuah Internalisasi Metode Pendidikan
Metode pendidikan dalam menumbuhkembangkan segala perilaku Nabi sebagai “Uswatun Hasanah” (teladan yang baik) adalah sistem penggunaan strategi dalam interaksi dan komunikasi secara langsung antara pendidikan dan anak didik, di mana anak didik dibimbing dan di tuntun untuk ditunjukkan, diajarkan, diarahkan, dibiasakan, dan dikuatkan dengan tehnik-tehnik yang menarik, sehingga anak berkesan dan mampu mengambil makna dalam kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya menyatu dalam pribadinya.
Sebagai proses pendidikan, metode dalam menumbuhkembangkan sunnah Nabi sesuai dengan prinsip Psikiologi Pendidikan Islam mempunyai dua aspek yaitu aspek sosial sebagai dasar patokan sarana mencapai tujuan pendidikan dan aspek tehnis, adalah cara atau metode langsung yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi, misalnya, bermain, bernyanyi, tanya jawab, ceramah, eksperimen, sosiodrama, dan lain-lain (Daradjad, 1993).
Adapun secara tehnis di dalam menumbuh kembangkan sunnah Nabi SAW dalam kehidupan anak, dapat dikenalkan melalui lagu-lagu, permainan dan cerita-cerita Islami. Sebagai alternatif mengenalkan kepribadian Rasululullah SAW. Sebaiknya anak-anak dijauhkan dari segala bentuk nyanyian, permainan, atau cerita-cerita yang menyesatkan atau tidak islami.
Contoh usaha yang dikembangkan SPA Yogyakarta adalah menggunakan lagu-lagu non islami di ubah syair Islami, demikian juga pada permainan-permainan di samping menciptakan lagu baru yang berciri khas Islam. Misalnya syair lagu “Topi saya bundar” diubah menjadi “Muhammad Nabiku” dan lain-lainnya bergantung pada kreatifitas guru. Kemudian, dengan cerita-cerita Islam mengenai kepribadian dan perjuangan Rasulullah baik dilakukan sebagai pengantar tidur anak atau dalam waktu-waktu senggang, misalnya bentuk ringan (puisi) sehingga anak mudah mengingat. Setelah menceritakan sejarah Nabi Muhammad, anak-anak disuruh menyampaikan sholawat Thola’al Badru ‘alaina. melalui cerita yang ringan ini sebaiknya dilakukan secara dril (berulang-ulang) sehingga anak hafal. Atau dengan melakukan permainan-permainan, misalnya anak diperkenalkan dengan macam-macam tepuk (dalam dunia pramuka) yang didekati dengan system pendidikan Islam. Misalnya; “Tepuk Nabi, tepuk anak saleh, dan sebagainya”. Melalui nyanyian, cerita, dan permainan di atas, orang tua atau pendidik dapat menjadikan Muhammad SAW sebagai tokoh idola anak-anak yang patut dicontoh menggantikan tokoh-tokoh film kartun, artis, dan sebagainya.
Selain itu, pembiasaan-pembiasaan pada etika hidup, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Misalnya: etika ketika makan, etika dalam pergaulan, etika dalam perjalanan, etika bertemu, dan etika di dalalm tidur yang harus senantiasa diawali dan diakhiri dengan doa dan harus mempertimbangkan kemaslahatan umum. Namun sebelum dikenalkan pada anak-anak, sebaiknya orang dewasa menerapkan etika dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian anak-anak tidak sekedar tahu tata karma, tetapi juga melaksanakannya sebagaimana yang ia lihat dari orang dewasa.
Dampak Psikiologi Pendidikan Islam dalam hal menumbuhkembangkan kepribadian Nabi adalah dengan dalam mengungkap fadhilah (keutamaan) melalui belajar dengan pembiasaan, pneghayatan, dan pengamalan ajaran-ajaran secara kontinu sehingga menjadi kebiasaan yang menjiwai seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu juga perlu diperhatikan usia psikologi anak untuk menerima model dan bentuk pendidikan sangan menentukan proses belajar itu sendiri. Dalam perguruan Taman Siswa (yang diadopsi pramuka) pola pembinaannya menggunakan system among, yaitu ing ngarso sung tulodho (di depan memberi contoh), ing madyo mangun karso (di tengah ikut berkiprah), dan tut wuri handayani (di belakang ikut memberi dorongan atau motivasi).
Dengan demikian faktor yang digarap Psikiologi Pendidikan Islam dalam hal ini adalah Rasulullah sebagai figure tauladan yang patut dicontoh dalam setiap perilaku merupakan wacana bahan kajian. Sedangkan guru yang membahasakan bahan kajian tersebut dalam perilakunya dapat mentranformasikan pada anak didik dengan sistem, metode, dan pendekatan yang menyentuh “ruhani” untuk menanamkan nilai-nilai dan hikmah dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai keridloan Allah, sebagai theosentris (puncak pengabdian).
Hal pokok yang perlu digaris bawahi dalam tulisan ini adalah menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan anak untuk mencontoh pribadi Nabi SAW merupakan amanat besar Allah, karena itu perlulah senantiasa dikembangkan model-model yang dapat menjiwai segala proses hidup melalui berbagai variasi metode sesuai dengan irama perkembangan anak ,sehingga dapat terbentuk dan terbiasakan sikap perilaku akhlak Rasulullah SAW ke dalam pribadi anak didik.

————– *** —————-

Tags: