Pendidikan Beridentitas Indonesia

Oleh:
Derry Nodyanto
Guru  SMAN 1 Pemali Babel

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.
Pesan mendasar dari ketentuan peraturan perundangan tersebut ialah pendidikan Indonesia harus dikembangkan dengan mengacu pada nilai-nilai agama dan kebudayaan Indonesia. Pendidikan nasional haruslah berdasarkan kepada kebudayaan Indonesia dan membentuk manusia Indonesia yang hidup di dalam kebudayaan Indonesia bukan kebudayaan barat. Teori-teori pendidikan barat yang digunakan semata-mata dalam rangka menyempurnakan bukan sebaliknya menerapkan teori-teori pendidikan barat secara apriori.
Lebih lanjut pendidikan Indonesia merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Dengan konteks ini maka pendidikan nasional dimaknai bukan hanya mengenai aspek intelektual semata, namun seluruh aspek kehidupan yang ditunjang pula oleh manusia Indonesia yang penuh nilai-nilai keadaban. Jadi tepatlah pendidikan dan kebudayaan merupakan satu kesatuan. Nilai-nilai kebudayaaan harus dipandang sebagai tolok ukur kehidupan sekarang maupun masa akan datang dari berbagai proses kehidupan yang telah terlewati.
Tilaar (2015:77) mengatakan sesungguhnya Proklamasi Kemerdekaan 1945 merupakan juga proklamasi kemerdekaan kebudayaan Indonesia. Kita harus bertekad untuk membangun negara Indonesia melalui kemerdekaan yang didasari oleh kebudayaan Indonesia. Jadi unsur kebudayaan bangsa Indonesia merupakan kunci dari keberhasilan pembangunan nasional. Apabila pembangunan di dalam sektor-sektor kehidupan manusia lainnya seperti kesejahteraan sosial, ekonomi nasional, pertahanan dan ketahanan nasionl tidak diarahkan kepada realisasi dari weltanschauung Indonesia, yaitu Pancasila maka pembangunan manusia Indonesia akan sia-sia. Lebih lanjut Tilaar (2015:43) mengatakan apakah yang mengikat bangsa Indonesia dari pandangan hidup yang bineka, tetapi bertekad untuk membangun suatu bangsa. Pembangunan bangsa Indonesia merupakan suatu pembangunan yang berkelanjutan dan dengan begitu tampak di sini peranan pendidikan nasional di dalam membangun suatu weltansschauung bagi seluruh bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu memisahkan pendidikan dan kebudayaan merupakan suatu malapetaka di dalam pembangunan identitas dan kelangsungan sebuah bangsa apalagi perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan yang kompleks dewasa ini di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Hilangnya sekat wilayah negara karena kecanggihan teknologi membuat kita tidak berdaya bahkan lebih memprihatinkan tidak mampu pula untuk menolak kehadiran kebudayaan baru yang berbeda dengan kebudayaan kita.
Upaya filter yang lemah mengakibatkan lahirnya berbagai problem bangsa. Euphoria kebebasan yang kebablasan, hilangnya pengendalian sosial yang berbuah ketidaksantunan sosial, merosotnya kepatuhan terhadap hukum, penetrasi dan ekspansi budaya barat dan kondisi miris lainnya. Tentu akumulasi dari fenomena di atas apabila dibiakan secara terus menerus dapat mengakibatkan terancamnya identitas budaya dan merusak sendi-sendi persatuan bangsa.
Berdasarkan kondisi di atas maka pemberdayaan (empowerment) pendidikan dan kebudayaan merupakan kebijakan dan tindakan strategis yang harus dilakukan. Meminjam pengibaratan yang sering diungkapkan oleh orang bijak bahwa untuk unggul membangun sebuah peradaban yang bernafaskan nilai-nilai luhur budaya bangsa, kita umpamakan seperti melakukan lompat jauh. Agar lompatan menjadi jauh, tentu kita harus mundur ke belakang terlebih dahulu untuk melakukan ancang-ancang yang sempurna sehingga lompatan memiliki nilai (melesat tinggi) dan sebaliknya jika tidak didahului ancang-ancang yang baik maka lompatan pun lemah. Artinya hendaknya kita menoleh ke belakang mengintropeksi diri karena tidak semua hal di masa lalu merupakan hal buruk yang harus ditinggalkan.
Khasanah nilai-nilai luhur budaya bangsa harus dijunjung tinggi, menjadi sumber kekuatan, dan sekaligus menjadi cerminan dari peradaban, kebudayaan, keluhuran budi, dan kepribadian bangsa. Poin pentingnya agar segenap komponen bangsa mampu memberdayakan nilai luhur budaya bangsa, yakni kembali kepada causa materialis Pancasila yang bersumber dari nilai-nilai luhur adat istiadat, budaya, dan nilai religius yang telah lama ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Selanjutnya bertemali dengan pendidikan, pemberdayaan yang dimaksud ialah upaya mengaktualisasikan kembali pinsip-prinsip pedagogik dan praktek pendidikan masa lampau yang dipandang baik dan berguna, yakni pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan prinsip “among” dalam pendidikan, sekolah sebagai taman (Taman Siswa), dan pentingnya peranan guru dalam “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Pemikiran pedagogik Ki Hajar Dewantara itu apabila kita cermati dengan seksama memiliki relevansi dengan hakikat fungsi pendidikan nasional maupun prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003.
Oleh sebab itu gagasan Ki Hajar Dewantara baik untuk diterapkan pada pendidikan saat ini maupun pendidikan di masa akan datang. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah salah satu usaha untuk memberikan segala nilai-nilai kebatinan, yang ada dalam hidup masyarakat yang berkebudayaan, kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur) tidak hanya berupa penyuaraan, akan tetapi jugaa termsuk memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.
Asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas sesuai dengan ekspektasi yang dituangkan pada salah satu nawacita pemerintahan Jokowi-Kalla, yakni “Memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga”. Dengan demikian ketika kita berbicara masalah-masalah pendidikan, tidak bisa hanya dilihat dari segi kacamata pendidikan semata tetapi juga harus melihat aspek-aspek di luar non pendidikan dan tentunya lebih mengedepankan dialog, saling memahami perbedaan dan nilai di tengah masyarakat yang beragam.
Intinya dengan aspek kehidupan bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman dan keberbudayaan maka pendidikan harus dikembangkan dengan berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan masyarakat.
Setiap kebudayaan masyarakat sebagai suku bangsa memiliki identitas sendiri, namun menyumbangkan puncak-puncak kebudayaannya di dalam membangun kebudayaan Indonesia dan oleh penulis pendidikan nasional yang dimaksud  dinamakan dengan “Pendidikan Beridentitas Indonesia”.

                                                                                                     ————- *** ————-

Rate this article!
Tags: