Pendidikan Butuh Peran Aktif dan Dinamis Siswa

kegiatan sosial puluhan siswa kunjungi makam pahlawan pada kegiatan MPLS beberapa waktu yang lalu.

Nilai Sistem Administrasi Membatasi Kreasi dan Inovasi Guru
Surabaya, Bhirawa
Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat Hari Guru Nasional (HGN) memantik perhatian berbagai pihak. Diantaranya, pakar Psikologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Dr Ainy Fardana.
Menurut Dr Ainy, apa yang disampaikan Mendikbud dalam pidatonya merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu, seharusnya sudah diterapkan untuk pendidikan bangsa Indonesia.
“Saya lihat Mendikbud lebih menekankan proses aktif dan dinamis di kelas. Bukan lagi siswa sebagai pihak yang pasif melainkan siswa sebagai pihak yang aktif dalam proses belajar. Dalam psikologi (pendidikan) hal itu dikenal dengan perspektif konstruktivisme,” jelasnya.
Dr Ainy menjelaskan, hal itu perlu dilakukan untuk mengasah kepekaan kemampuan penalaran siswa sehingga aktif dalam memperoleh pengetahuan. Misalnya diskusi di dalam kelas dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Dr Ainy menilai, di era saat ini guru bukan lagi menjadi sumber pengetahuan. Melainkan bersama – sama dalam membangun trans – siswa untuk memperoleh pengetahuan siswa dari berbagai sumber.
“Ketika itu diterapkan ada hal yang perlu diperhatikan. Yaitu harus mau mengubah kebiasaan yang selama ini berlaku di mana siswa diposisikan sebagai pihak yang pasif,” urainya.
Dengan ajakan Mendikbud, kata Dr Ainy, untuk melibatkan siswa yang lebih aktif, maka peran guru harus mampu berkreasi dan berinovasi dalam mengelola kelas dengan baik. Namun konsekuensinya, harus ada penyederhanaan dengan membuat sistem administrasi pendidikan yang lebih ringkas.
“Konsekuensinya memang harus ada sistem yang membantu guru untuk mengatasi tugas tugas akademik. Apalagi Mendikbud konsern dalam pengembangan IT. Karena memang selama ini guru selalu direpotkan persoalan administratif yang akhirnya mengganggu proses pembelajaran. Karena energi sudah terkuras disitu,” jabarnya.
Di samping itu, Dr Ainy juga menilai jumlah rasio di kelas harusnya benar – benar ideal. Sebab jika jumlah siswa terlalu banyak dan jam pelajaran menjadi tidak efektif hal itu juga akan menyulitkan guru dalam mengelolah kelas. Hal itu justru menjadi tantangan bagi guru. Sehingga mereka tidak mudah terjebak dalam urusan teknis dengan prosedur yang ketat.
“Padahal peran guru ini dituntut kreatif, inovatif dan mampu membaca persoalan yang terjadi di lapangan. Sehingga RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) hanya menjadi outline. Sisanya mereka harus mampu mengembangkan ide mereka. Dan guru memang belum terbiasa terstruktur. Ini tantangan bagi mereka,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof Akh Muzakki menuturkan, apa yang disampaikan Mendikbud seharusnya merupakan prinsip dalam dunia pendidikan. Dan bukan sesuatu yang baru. Akan tetapi, dengan jumlah nya yang mencapai 1,6 juta lebih guru, maka akan menjadi tidak mudah mengendalikan dan mengelola guru.
“Nah pak menteri hanya mengingatkan kembali prinsip yang terjadi dalam dunia pendidikan. Supaya siswa mendapatkan pelayanan yang bermanfaat dalam pendidikan. Salah satu yang penting dan menjadi catatan adalah bagaimana guru membekali siswa dengan banyak pengalaman,” jabarnya.
Sebab, setiap siswa mempunyai keragaman individual yang berbeda untuk diakomodasi. Dimana semua siswa tidak mempunyai gaya yang sama dalam pelayanan pendidikan. Hal itu justru dinilainya semakin memberikan ruang kepada siswa yang saling berbeda.
“Sehingga sekolah harus mendorong masing masing guru untuk kemudian menyiapkan RPP semaksimal mungkin. Kemudian melibatkan siswa dalam setiap aktifitas. Pembelajaran itu mengedepankan munculnya aktifitas yang cukup yang tinggi,” tandasnya.

Momen MPLS, Tumbuhkan Kepekaan Sosial Siswa
Menyinggung soal ajakan Mendikbud dalam menjadikan siswa aktif dan dinamis di dalam kelas di respon positif Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Wilayah Sidoarjo, Sukaryantho. Pasalnya, sebelum seruan pidato itu keluar pihaknya sudah memulai hal itu dalam masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di jenjang SMA/SMK di Surabaya dan Sidoarjo.
Dalam MPLS itu, kegiatan bakti sosial dilakukan selama beberapa hari. Mulai mengunjungi panti jompo, mengunjungi Taman Makam Pahlawan, membersihkan icon Kota Surabaya, menggelar Baksos hingga mengkampanyekan tertib lalu lintas.
“Surabaya dan Sidoarjo sudah memulai pendekatan itu pada MPLS kemarin. Kami berupaya untuk menanamkan belajar mengaji di masyarakat agar mereka juga bisa menanamkan nilai nilai itu,” ungkapnya.
Seharusnya, imbuh dia, begitulah instrument dalam pendidikan yang harus ditumbuhkan. Di mana siswa tidak hanya menjadi objek melainkan juga harus menjadi subjek.
“Idealnya guru selama ini harus melakukan hal hal yang disebutkan Menteri Pendidikan. Bagaimana mereka memberikan ruang untuk menggali potensi anak dalam menemukan jati dirinya. Juga menanamkan nilai nilai sosial kepada siswa. Saya berharap apa yang kami mulai menjadi kebiasaan dan diikuti banyak daerah,” pungkasnya. [ina]

Tags: