Pendidikan Moral Pancasila Tangkis Paham Radikal

Foto Ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Menurut Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, untuk menyelamatkan generasi penerus dari paparan paham “radikal”, pendidikan moral Pancasila harus dikembalikan pada kurikulum sekolah. Sebab dewasa ini, dari survei terdata, ada 20% mahasiswa dan 20% PNS Indonesia, kini sudah terpapar paham radikal. Paham radikal itu bukan dunia lagi yang dipikirkan. Tapi hanya mikir akhirat dan masuk surga tawarannya. Mereka mengutamakan kepentingan sendiri atau egois.
“Yang penting 80% mayoritas yng setuju bahwa Pancasila adalah ideologi satu satunya dalam wadah NKRI, yang telah dicetuskan oleh para pendiri bangsa. Kalau yang radikal itu bukan dunia lagi yang dipikir, tapi hanya mikir akhirat dengan masuk surga tawarannya. Mereka hanya mengutamakan kepentingan sendiri atau egois,” jelas Mahyudin dalam diskusi 4 Pilar MPR RI dengan tema ” MPR Rumah Kebangsaan Pengawal Ideologi Pancasila dan Kedaulatan Rakyat” di pressroom. Hadir pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin.
Mahyudin lebih jauh mengatakan, setelah reformasi, kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, berubah. Pemilu langsung dengan sistem suara terbanyak, secara otomatis ada kelompok yang tak terwakili di MPR. Dulu, sebelum reformasi, MPR adalah anggota DPR hasil Pemilu ditambah utusan daerah, utusan golongan. Disini tercermin representasi dari rakyat Indonesia, karena ada utusan golongan. Setelah reformasi, komposisi MPR berubah, yakni gabungan DPR dan DPD. Yang dua duanya dihasilkan oleh Pemilu.
“Dari kenyataan tersebut diatas, MPR kini tidak bisa lagi dikatakan bahwa seluruh rakyat ada wakilnya, untuk bermusyawarah dan bermufakat di lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR,” jelas Mahyudin.
Irman Putra Sidin berujar, amandemen UUD 45 yang sudah 20 tahun (1999-2019) telah merubah fungsi MPR. Sebelum reformasi, yang duduk di MPR adalah anggota DPR ditambah utusan daerah dan utusan golongan. Mereka duduk bersama untuk bermusyawarah mufakat. Setelah reformasi yang duduk di MPR adalah semua yang dipilih langsung oleh rakyat tanpa latar belakang kualitas kemampuannya.
“Kedepan perlu dipikirkan agar MPR bisa semakin dirasakan kebutu hannya olh publik, karena dibutuhkan dalam sistem ketatanegaraan. Yang penting bagaimana lembaga negara ini bisa dirasakan oleh publik, bahwa kita memang butuh MPR,” ujar Irman Putra Sidin. [ira]

Tags: