Pendidikan Multikultural

Kurniawan Adi Santoso

Oleh :
Kurniawan Adi Santoso
Guru SDN Sidorejo, Kec. Krian, Sidoarjo

Tahun ajaran baru 2019/2020 telah dimulai. Masa pengenalan lingkungan sekolah juga usai. Kini murid bersiap menerima pelajaran. Yang menarik adalah kondisi murid saat ini beragam karakteristiknya, kepandaiannya, latar belakang keluarga, dan sebagainya. Ini hasil dari PPDB zonasi. Kondisi keberagaman ini baiknya jadi momentum untuk makin memantapkan pendidikan multikultural.
Di sekolah dengan siswa beragam, anak akan bergaul dengan teman yang latar belakang keluarganya berbeda. Dalam pergaulan itu, kadang mereka terlibat saling ejek dengan menghina pekerjaan orangtua. Ada pula yang tidak mau membantu teman karena berbeda agama.
Kemudian bila diminta membentuk kelompok untuk tugas pembelajaran, ada yang membuat kelompok terdiri dari anak yang pintar-pintar saja atau kaya. Sikap yang demikian ini bila dibiarkan suatu saat akan jadi watak masyarakat yang tak menyukai hidup dalam perbedaan. Ini bahaya.
Padahal anak-anak itu nanti akan melihat kenyataan bahwa masyarakat kita multikultural. Kita hidup bersama masyarakat yang beragam suku, ras, agama, budaya, dan adat istiadat di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Yang sangat rawan konflik SARA.
Terlebih kini isu SARA mudah disemburkan lewat media sosial (medsos) yang tengah kita gandrungi sebagai media komunikasi. Mereka yang tak suka Indonesia dipersatukan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, menyebarkan sentimen SARA berupa fitnah, ujaran kebencian, dan berita bohong di medsos. Masyarakat kita yang masih lemah menghadapi isu SARA mudah tersulut emosinya yang akhirnya bentrok fisik kerap tak terhindarkan.
Di negara yang multikultural seperti Indonesia, kita harus mengutamakan sikap saling menghormati, menghargai, serta menjunjung tinggi persatuan. Kita tentu ingin hidup berdampingan tanpa prasangka buruk dan was-was. Yang mayoritas mesti mengayomi yang minoritas. Masing-masing dari kita memastikan kehidupan berjalan aman nyaman, harmonis meski dalam perbedaan.
Nilai-nilai multikultural seperti itulah yang mesti disemai sejak dini pada generasi muda bangsa ini. Sekolah mengambil peran sebagai laboratorium masyarakat multikultural. Sekolah yang saat ini dihuni oleh murid yang beragam yang bisa dikatakan sebagai miniaturnya masyarakat majemuk. Jadi, tepat sekali peserta didik dibekali pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. Pendidikan ini digagas oleh seorang pakar pendidikan Amerika Serikat Prudence Crandall (18-3-1890) yang secara intensif menyebarkan pandangan tentang arti penting latar belakang peserta didik, baik ditinjau dari aspek budaya, etnis, dan agamanya. Bisa dikatakan pendidikan multikultural sudah lama ada, namun di negara kita belum masif diimplimentasikan dalam pembelajaran sekolah.
Tak lagi berkompetisi
Dalam pendidikan multikultural, pendidikan berperan sebagai media transformasi sosial, budaya, dan multikulturalisme. Pendidikan yang mampu memberi tawaran-tawaran yang mencerdaskan melalui cara mendesain materi, metode, kurikulum yang mampu menyadarkan siswa akan pentingnya sikap toleran, menghormati perbedaan agama, etnis, dan budaya (Hakim, 2018).
Pendidikan multikultural menuntut transformasi pembelajaran yang tidak hanya terbatas pada dimensi pengetahuan (kognitif). Lebih dari itu menuntut perubahan dimensi kesadaran (afektif) dan perilaku (psikomotorik). Maka, berbagai strategi dan metode pembelajaran perlu diterapkan untuk mengakomodasi keragaman siswa. Hendaknya dikembangkan pula pembelajaran yang mengedepankan dialog untuk melatih sikap saling membuka diri dan belajar mengenal perbedaan serta menghargai perbedaan.
Suasana pembelajaran juga didesain tak lagi berkompetisi tapi bekerjasama (kooperatif). Melalui model tutor sebaya, misalnya anak-anak yang sudah paham pada materi pelajaran, membimbing teman yang belum mengerti. Dengan cara ini konsepsi tolong-menolong, toleransi, saling menghormati dan menghargai antarsesama, tanpa memandang agama, suku, jenis kelamin dapat diintegrasikan dalam pembelajaran.
Kemudian, menerapkan pembelajaran bermakna (meaningful learning) yang berkaitan dengan cara peserta didik memperoleh pengetahuan baru, menerimanya, serta mengkaitkan dengan kehidupan. Untuk itu, persoalan masyarakat perlu dimasukkan kurikulum. Guru dituntut berinisiatif menangkap dinamika sosial yang tengah berkembang sebagai unsur penunjang bahan pelajaran. Bahan-bahan tersebut digali dari dinamika masyarakat. Hal ini penting karena bahan-bahan yang hangat akan menambah khasanah peserta didik.
Pendidikan multikultural penting juga melalui pendekatan budaya sekolah. Semangat multikulturalisme harus tercermin dalam segala aktifitas sekolah oleh seluruh personel sekolah. Nilai-nilai multikulturalisme yang tergambar dalam visi misi sekolah harus diterapkan di dalam maupun di luar kelas.
Pembudayaan akan berhasil manakala tiap personel sekolah menyadari pentingnya toleransi terhadap perbedaan dan menghargai hak setiap individu. Serta adanya keteladanan dari guru, ing ngarsa sung tuladha. Jadi, selain berkewajiban menyampaikan materi keberagaman, guru juga wajib menghidupkan pesan yang dia sampaikan melalui perilaku sehari-harinya.
Selain itu, sekolah perlu membuat kebijakan antikekerasan. Sekolah harus menghindari pengelompokkan, pemisahan, dan pembedakan individu berdasarkan ikatan primordial yang merupakan benih-benih awal tumbuhnya perilaku kekerasan. Juga mengubah perilaku kekerasan dengan memberikan pengalaman pada anak untuk berempati dengan orang lain, mampu menguasai diri, dan mengajarkan cara-cara penyelesaian persoalan secara damai dan dialogis.
Akhir kata, manakala sekolah sudah menerapkan pendidikan multikultural dengan baik, saya yakin akan berimbas pada penguatan nilai-nilai multikultural di masyarakat. Dengan begitu, persatuan dan kesatuan masyarakat senantiasa kokoh meski dihantam badai isu SARA.

———– *** ————-

Rate this article!
Pendidikan Multikultural,4.33 / 5 ( 3votes )
Tags: