Pendidikan Tinggi di Era Milenial

Oleh :
Masyhud
Pengajar FKIP Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Malang 

Saat ini sektor pendidikan tinggi dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, memainkan peran penting untuk mendukung ekonomi bangsa dan meningkatkan daya saing bangsa. Perguruan tinggi diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan tinggi agar mampu menghasilkan lulusan berkualitas. Selain itu, mahasiswa juga harus memiliki kemampuan ‘hard skill’ dan kemampuan ‘soft skill’ yang baik untuk siap menghadapi era revolusi industri keempat saat ini. Itu artinya, di era Revolusi Industri 4.0 sektor pendidikan tinggi tidaklah cukup hanya berbekal ilmu pengetahuan saja.
Perguruan tinggi diharapkan menjadi ujung tombak rekayasa sosial di era disrupsi seperti saat ini. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) berupaya menjadikan pendidikan tinggi ujung tombak rekayasa sosial demi percepatan kemajuan bangsa. Hal tersebut disampaikan dalam kuliah umum dengan tema “Kebijakan Perguruan Tinggi di Era Milenial” disampaikan Prof. Paulina Pannen, Staf Ahli Bidang Akademik Menristekdikti, (Kompas, 13/9/2018).
Kesuksesan perguruan tinggi
Kuantitas bukan lagi menjadi indikator utama bagi suatu perguruan tinggi dalam mencapai kesuksesan. Namun, sebaliknya justru kualitas lulusannyalah yang sangat penting. Kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh sumber daya yang berkualitas, sehingga Perguruan Tinggi wajib dapat menjawab tantangan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan persaingan dunia kerja di era globalisasi.
Presiden Jokowi dalam setiap berbicara tentang pendidikan tinggi di Indonesia, selalu mengingatkan agar perguruan tinggi tanggap dan gesit mengikuti perubahan yang sangat cepat. Selain itu, nomenklatur di Kementerian Ristekdikti harus fleksibel sehingga adaptif terhadap perubahan dunia yang diakibatkan revolusi internet dan inovasi teknologi, yang dikenal sebagai era revolusi industri 4.0.
Pesatnya perkembangan teknologi era revolusi industri 4.0 sangat berpengaruh terhadap karakteristik pekerjaan yang ada saat ini, dimana ketrampilan dan kompetensi menjadi hal pokok yang perlu diperhatikan. Semua itu, bisa terjadi karena di era revolusi industri 4.0 integrasi pemanfaatan teknologi dan internet yang begitu canggih dan masif juga sangat mempengaruhi adanya perubahan prilaku dunia usaha dan dunia industri, prilaku masyarakat dan konsumen pada umumnya.
Wajar adanya, jika kebijakan Pendidikan Tinggi 4.0 harus dijadikan momen untuk melakukan perubahan mendasar dalam pendidikan tinggi kita. Tentu yang dimaksud bukan sekadar perubahan instrumental input dalam praksis pendidikan seperti perubahan dari face to face ke blended learning, atau online distance learning, dan membangun big data, karena Pendidikan Tinggi 4.0 bukan sekadar digitalisasi pendidikan. Perubahan instrumental itu akan niscaya terjadi karena revolusi digital telah menerobos ke semua lini kehidupan.
Lebih dari itu, perubahan yang diinginkan adalah inovasi aktivitas kurikuler yang hakiki, yakni yang menyentuh dataran proses belajar dan pengalaman belajar mahasiswa. Semua itu menjadi tuntutan capaian kecakapan apa yang dituju Pendidikan Tinggi 4.0 sangat kompetitif. Singkat kata, kebutuhan belajar kini berubah.
Kompetensi sebagai basis capaian kurikulum pendidikan tinggi tak memadai lagi. Kompleksitas kehidupan dan lapangan kerja menuntut multi-skills. Kompetensi untuk memenuh cetak biru profesi manusia yang diturunkan dari definisi peran sosial atau profesi tertentu sudah harus bergeser ke aras pengembangan metakompetensi. Meminjam istilah Maret Staron (2006), perubahan orientasi pendidikan ini mengubah tujuan akhir kurikuler dari capaian berbasis kompetensi bergeser ke kapabilitas.
Oleh sebab itulah, tuntutan menciptakan sumber daya yang inovatif dan adaptif terhadap teknologi, diperlukan penyesuaian sarana dan prasarana pembelajaran dalam hal teknologi informasi, internet, analisis big data dan komputerisasi. Perguruan tinggi yang menyediakan infrastruktur pembelajaran tersebut diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil dalam aspek literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia.
Tantangan zaman terasa semakin nyata, ketika disrupsi teknologi terjadi di mana-mana, digital talent gap semakin lebar antar generasi, dan timbulnya budaya baru. Wajar adanya, jika Kemristekdikti kini mengadakan tiga bentuk literasi, yakni literasi human, digital, dan teknologi. Ia pun menyodorkan beberapa contoh kebijakan pendidikan tinggi yang dapat dan mungkin diterapkan di Indonesia, (Kompas. com, 16/9/2018)
Terobosan inovasi
Terobosan inovasi akan berujung pada peningkatan produktivitas industri dan melahirkan perusahaan pemula berbasis teknologi, seperti yang banyak bermunculan di Indonesia saat ini. Karakteristik di era revolusi industri tersebut meliputi digitalisasi, optimation dan cutomization produksi, otomasi dan adaptasi, interaksi antara manusia dengan mesin, value added services and business, automatic data exchange and communication, serta penggunaan teknologi informasi. Oleh karena itu, banyak tuntutan yang sangat kompleks di dunia pendidikan kita saat ini, diantaranya:
Pertama, dunia pendidikan saat ini harus mampu mengembangkan starategi transformasi industri dengan mempertimbangkan sektor sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidangnya.
Kedua, perlunya rekonstruksi kurikulum pendidikan tinggi yang responsif terhadap revolusi industri juga diperlukan, seperti desain ulang kurikulum dengan pendekatan human digital dan keahlian berbasis digital. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir mengatakan, “sistem perkuliahan berbasis teknologi informasi nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.” Apalagi, dunia profesi mengalami dinamika kehidupan yang tidak mudah lagi diprediksi, mengakibatkan makin kaburnya definisi peran sosial. Banyak tempat kerja memberlakukan pekerja temporer atau pekerja kontrak, dan akan lebih banyak pengalaman berhenti dari pekerjaan yang satu dan ganti pekerjaan lain sebagai bagian dari karier pekerja. Hal ini menggambarkan mobilitas pasar kerja yang makin tinggi, sehingga desain kurikulum pendidikan tinggi yang didasarkan atas prediksi peran sosial semakin tidak memadai.
Ketiga, pergeseran orientasi pendidikan tinggi dari capaian kompetensi ke kapabilitas memerlukan pemutakhiran platform kurikulum pendidikan tinggi. Panduan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi yang berlaku sekarang, yang menggunakan model berpikir ala competency-based curriculum. Persiapan dalam menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0 adalah salah satu cara yang dapat dilakukan Perguruan Tinggi untuk meningkatkan daya saing terhadap kompetitor dan daya tarik bagi calon mahasiswa. Apalagi berbagai tantangan sudah hadir di depan mata.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: