Peneliti Lebih Diminati Ketimbang Perekayasa

PenelitiPemprov Jatim, Bhirawa
Badan penelitian dan Pengembangan (Balitbang ) Jatim masih belum mempunyai pegawai fungsional perekayasa. Perbedaan tunjangan fungsional menjadi salah satu sebab kondisi kekurangan ini. Pihak Balitbang Jatim akan melakukan koordinasi dengan Kemendagri agar ada pengisian jabatan fungsional perekayasa dari pusat.
Kondisi ketiadaan jabatan fungsional perekayasa ini diungkap dalam Rapat Koordinasi Sistem Inovasi Daerah dengan Fokus Penguatan Produk Unggulan Daerah di Balitbang Jatim oleh  Kepala Pusat Litbang Inovasi Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri Dr Dra Rochayati Basra MPd.
“Perlunya perekrutan perekayasa di instansi yang membidang penelitian dan pengembangan, ” terangnya pada acara kemarin.
Jumlah peneliti yang ada di Balitbang Jatim, lanjut Rochayati,  sebanyak 18 orang dan masih belum ada perekayasa. Perekayasa merupakan jabatan fungsional yang diadakan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas dan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bergerak di bidang pengembangan teknologi dan pengembangan industri.
“Didalam litbang ada jabatan fungsional, tidak hanya peneliti namun juga ada perekayasa. Di Jatim, peneliti hanya ada 18 dan belum ada perekayasanya. Untuk itu, nantinya akan koordinasikan. Saya kemukakan, mereka (Balitbang, red) bisa membuat ke Kemendagri Cq BPPT Kemendagri untuk meminta pejabat fungsional. Selanjutnya saya bisa memberikan masukkan ke Mendagri untuk meminta formasi pejabat fungsional dan kemudian bisa meminta ke Men PAN,” paparnya.
Untuk diketahui jabatan fungsional perekayasa bertugas membuat rancang bangun dan perekayasaan, atau singkatnya membuat produk inovasi. Sementara jabatan fungsional peneliti pada penelitian dan tidak perlu membuat rancang bangun produk yang dihasilkan.
Dalam kesempatan ini, Sekretaris Balitbang Jatim, Drs Setyo Hudoyo MSi mengatakan, penguatan SDM di Balitbang sudah dilakukan. “Tahun 2014, kami sudah mengajukan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim dengan formasi peneliti, sehingga ketika ada yang masuk ke Balitbang formasinya sudah peneliti. Sekarang jumlahnya 21 peneliti,” katanya.
Jumlah peneliti Balitbang Jatim sebanyak 21 orang itu merupakan jumlah peneliti yang terbanyak dibandingkan provinsi lainnya yang ada di Indonesia. “Peneliti di provinsi lain ada yang tidak punya peneliti, bahkan seperti Jawa Barat hanya ada 10 orang,” ujarnya.
Idealnya, lanjut Hudoyo, jumlah peneliti yang ada di Balitbang setidaknya berjumlah sama dengan SKPD yang ada di lingkungan Pemprov Jatim. “Sementara ini, jumlah peneliti masih mencukupi walaupun kurang,” katanya.
Dikatakan juga, pihaknya sebenarnya sudah membuka minat untuk menjadi perekayasa, namun kenyataannya hasilnya belum banyak yang tertarik untuk menjadi perekayasa. “Dari internal Balitbang yang ingin jadi peneliti banyak, namun perekayasa belum ada yang minat,” katanya.
Ia juga tidak mengetahui jelas alasan perekayasa kurang diminati.
“Lebih condong minat terbanyak untuk menjadi peneliti. Diantaranya alasannya karena menjadi peneliti itu tunjangan jabatan fungsionalnya lebih tinggi, sehingga banyak yang tidak berminat ke perekayasa. Atau juga persyaratan untuk menjadi perekayasa cukup sulit dibandingkan peneliti,” ujarnya.
Sebelumnya, Rochayati Basra mengatakan, perkembangan sistem inovasi daerah (SIDa) di Jatim sudah cukup baik, namun pemahaman masih pada hal yang bersifat teknis. “Pemahaman belum sampai pada empat hal seperti tata kelola pemerintahan, pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan daya saing,” katanya.
Dikatakan juga, keempat hal itu harus dilakukan provinsi Jatim dikarenakan menyangkut 32 urusan baik itu urusan wajib dan urusan pilihan. “Tekait dengan SIDa, pemahaman ini harus dilakukan. Kalau seperti zonasi atau peta wilayah pengembangan sapi, itu sudah bersifat teknis tapi sebenarnya tidak apa untuk dilakukan, dan itu juga juga bertujuan membangun lokal dan potensi yang ada di daerah dilakukan secara inovasi,” katanya.
Berkaitan dengan terbitnya UU 23 tahun 2014 yang didalamnya menyangkut inovasi, Rochayati mengatakan, pihaknya masih terus mensosialisasikan pelaksanaan SIDa yang sebenarnya bisa dilakukan setiap daerah. Kenyataannya, selama ini SIDa yang ada di berbagai daerah berjalan sendiri-sendiri.  “Adanya UU ini, SIDa disingkronisasikan oleh Kemendagri dan daerah harus melakukannya sesuai empat hal yang telah disebutkan,” katanya.  [rac]

Tags: