Penerapan Model Pembelajaran Inovatif pada Matematika

Oleh :
Erlita Sari
Guru Matematika SMA N 2 Klaten

Mata pelajaran matematika seringkali dianggap pelajaran paling sulit oleh peserta didik. Hasil Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2018 menunjukkan bahwa peringkat Indonesia untuk pelajaran matematika menempati posisi ke-73 dengan skor rata-rata 379.

Hal ini juga ditunjukkan dengan rendahnya nilai Penilaian Hasil Belajar (PHB) semester ganjil untuk pelajaran matematika di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Klaten pada tahun pelajaran 2021/2022. Nilai rata-rata PHB kelas XI IPS 1 sebesar 55,33 dengan jumlah peserta didik sebanyak 36 dan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 70. Itu artinya, nilai rata-rata PHB di kelas XI IPS 1 tidak memenuhi nilai KKM.

Materi matematika yang menjadi salah satu momok pada kelas XI di semester ganjil adalah matriks. Matriks merupakan susunan bilangan yang berbentuk baris dan kolom yang dibentuk dengan tanda kurung atau tanda kurung siku. Matriks adalah salah satu materi yang mudah dipahami, tetapi peserta didik seringkali melakukan kesalahan dalam melakukan pengoperasian.

Dari kesalahan yang dilakukan, peserta didik menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit. Padahal matematika menjadi sulit karena mata pelajaran matematika membutuhkan pengetahuan lama untuk membangun pengetahuan yang baru. Jika pengetahuan lama tidak dikuasai dengan baik, maka menyebabkan kesulitan dalam membentuk pengetahuan yang baru.

Kesalahan yang seringkali dilakukan peserta didik dalam belajar matriks adalah perkalian matriks. Peserta didik tidak menguasai konsep perkalian dalam matriks, sehingga peserta didik salah dalam mengalikan antara baris dengan kolom. Ada beberapa peserta didik yang kurang memahami dalam menentukan ukuran matriks, atau biasa disebut dengan ordo. Ordo adalah ukuran matriks yang disusun dari banyaknya baris kali banyaknya kolom.

Jika peserta didik memahami ordo suatu matriks, maka kemungkinan peserta didik juga akan memahami konsep dari perkalian matriks. Perkalian matriks hanya bisa dilakukan jika kolom dari matriks pertama sama banyaknya dengan baris matriks kedua, sehingga akan menghasilkan matriks baru yang tersusun dari banyaknya baris matriks pertama dengan banyaknya kolom matriks kedua. Peserta didik yang memahami konsep ini, ia akan mudah dalam menentukan hasil dari perkalian matriks.

Selain kesalahan perhitungan dan ketidakpahaman terhadap konsep materi, yang membuat nilai matematika menjadi rendah adalah pasifnya peserta didik dalam belajar. Mungkin peserta didik pasif disebabkan oleh guru terlalu mendominasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik tidak memiliki rasa “greget” dalam belajar. Seringkali ditemui pembelajaran matematika adalah guru menggunakan model pembelajaran konvensional.

Model pembelajaran konvensional adalah guru menjelaskan materi, memberikan contoh, lalu peserta didik mengerjakan soal latihan sesuai arahan guru. Selama pembelajaran, guru begitu mendominasi untuk ketercapaian tujuan pembelajaran. Hal inilah yang membuat peserta didik pasif dan malas untuk membangun konsep pengetahuannya sendiri.

Menurut teori konstruktivisme, peserta didik yang membangun pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran yang ia dapatkan akan menjadi pembelajaran bermakna. Selain itu, peserta didik akan aktif dalam bertanya, menggali pengetahun, dan mampu memahami konsep secara lengkap, sehingga meningkatkan potensi peserta didik untuk kreatif, berpikir kritis, mandiri, dan kolaboratif. Hal ini akan senada dengan pembelajaran di abad 21.

Pembelajaran abad 21 tentunya akan berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Hal yang membuat berbeda adalah teknologi. Pembelajaran abad 21 menuntut guru dan peserta didik dalam menggunakan teknologi. Peran teknologi inilah yang akan memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran menjadi lebih optimal. Pembelajaran abad 21 membutuhkan inovasi dan kecakapan. Kecakapan yang ingin dicapai adalah 4C, yaitu communication, collaboration, critical thinking, dan creativity. Inovasi yang digunakan guru bisa dalam inovasi model pembelajaran dan penggunaan teknologi.

Ada banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru, seperti model pembelajaran kooperatif, discovery learning, problem based learning, project based learning, dsb. Salah satu model pembelajaran yang sudah diterapkan oleh penulis sekaligus guru di kelas XI adalah model Problem Based Learning (PBL). Model PBL ini sesuai tuntutan keterampilan dan inovasi abad 21. Penggunaan model PBL ini menuntut peserta didik untuk melakukan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, dan kreatif, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik. Langkah pembelajaran model PBL adalah memberikan permasalahan matematika kepada peserta didik, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing belajar secara individu/ kelompok, lalu mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Model PBL sangat efektif dilakukan dan sesuai dengan pembelajaran abad 21. Penulis sudah menerapkan model PBL sebanyak 4 aksi dengan materi matriks. Perlakuan aksi ini dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2022 dengan pertemuan sebanyak 8 kali. Aksi 1 dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, aksi 2 dilakukan untuk meningkatkan keaktifan peserta didik, aksi 3 dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik, dan aksi 4 dilakukan untuk meningkatkan literasi matematis peserta didik. Kelas yang diambil oleh penulis adalah kelas XI A mata pelajaran matematika lanjut dengan mengambil materi matriks. Berkaca pada matriks dengan tahun pelajaran sebelumnya, aksi ini dilakukan agar kualitas pembelajaran matematika dapat meningkat dan optimal.

Persiapan yang dilakukan sebelum mengimplementasikan model PBL adalah penulis mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran, melakukan studi literatur dan wawancara terhadap rekan sejawat, dosen matematika UIN Raden Mas Said Surakarta, dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk menemukan alternatif solusi dari masalah. Selain itu, penulis melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk menjadwalkan pelaksanaan pembelajaran. Penulis merancang perangkat pembelajaran (modul ajar, bahan ajar, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), dan evaluasi pembelajaran). Lalu, penulis melaksanakan pembelajaran sesuai rencana yang disusun dan menyiapkan alat-alat pendukung.

Proses yang dilaksanakan oleh penulis adalah melaksanakan model PBL, menggunakan metode diskusi agar peserta didik mempunyai peran dalam menyelesaikan masalah, menggunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), menggunakan Technological, Pedagogical, and Content Knowledge (TPACK) dalam proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, penulis selalu memastikan bahwa setiap peserta didik mempunyai gawai dan koneksi internet yang akan mendukung pembelajaran.

Dampak positif yang dihasilkan dari penerapan model PBL pada matematika adalah peserta didik sangat antusias dalam pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan pengisian refleksi pembelajaran menggunakan mentimeter menunjukkan peserta didik puas. Peserta didik mempunyai pengalaman belajar dengan menggunakan model pembelajaran inovatif.

Untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang baik dibutuhkan perencanaan yang baik dan matang. Dari pengalaman yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa kematangan guru dalam merencanakan dan mendesain pembelajaran inovatif berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dari tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Diharapkan, guru dapat mengembangkan diri dan mengaplikasikan model pembelajaran inovatif sesuai karakteristik materi pelajaran. Nantinya, diharapkan model pembelajaran inovatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

———– *** ————

Tags: