Penerapan New Normal, Mampukah Berdamai dengan Covid-19 ?

Oleh :
Irma Dian Permata,SKM,M.Kes
Praktisi Bidang Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Staf Hukmas Pemasaran dan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) RSU Haji Surabaya.

Perbincangan istilah new normal terus mengalir mengikuti masa pandemic Covid-19 yang tak kunjung usai. Pandemi Covid-19 telah memberi dampak ke berbagai sektor di hampir semua belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Hadirnya wacana kehidupan normal baru (new normal life) kemudian disebut sebagai exit strategy di tengah pandemi Covid-19. Lantas, apa itu new normal dan bagaimana penerapannya di Indonesia?
Dalam konteks pandemi Covid-19, new normal pertama kali disuarakan oleh tim dokter di University of Kansas Health System. Mereka menyatakan pandemi yang sudah menewaskan lebih dari 350.000 jiwa di seluruh dunia per 27 Mei 2020 akan mengubah tatanan hidup keseharian manusia. New normal akan membatasi kontak fisik manusia yang sebelumnya adalah aktivitas biasa seperti berjabat tangan dan berpelukan.
Menurut pakar sekaligus pengamat sosiologi Prof Dr Bustami,MSc new normal akan terbentuk melalui kebiasaan yang baru di dalam masyarakat hasil dari “habitual learning” yang telah dilakukan dalam waktu yang lama, biasanya bertahun-tahun sehingga menjadi habit dan kemudian lekat pada sikap dan perilaku individu dalam masyarakat itu. Namun dalam penerapannya ditambah dengan melaksanakan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Prinsip utama dari new normal adalah menyesuaikan dengan pola hidup di tengah pandemi. Protokol kesehatan menjadi aturan yang implementasinya dilakukan dengan menjaga jarak sosial dengan mengurangi kontak fisik dengan orang lain, sering mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan masker serta menjaga imunitas tubuh.
Pemerintah berharap berbagai pihak ikut membantu memberi edukasi kepada masyarakat mengenai pola hidup sehat dan menjaga jarak fisik dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Termasuk pemerintah daerah mulai tingkat provinsi hingga perangkat RT. Peran tersebut terbaca dengan munculnya beberapa kampung tangguh semeru dan kampung wani setaman (berani, sehat, aman, dan mandiri) di beberapa daerah di Propinsi Jawa Timur.
Ada 3 indikator yang harus dipenuhi dalam penerapan new normal di tengah pandemi COVID-19. Pertama, dari aspek epidemiologi yakni berkaitan dengan data kasus COVID-19. Setiap daerah boleh melakukan new normal ketika grafik atau kurva kasus COVID-19 mengalami penurunan sebesar 50%. Penurunan tersebut terjadi selama 2 minggu sejak terjadinya puncak terakhir. Selain itu juga ada penurunan untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) dan penurunan jumlah kasus meninggal. Sebaliknya jumlah pasien sembuh dari kasus positif harus mengalami peningkatan. Selain itu juga adanya penurunan jumlah kasus positif yang dirawat di RS, dan penurunan jumlah kasus probable yang dirawat di RS.
Dalam mengukur tingkat penurunan suatu wabah, WHO menggunakan ukuran Ro yaitu (Effective Reproduction Number) adalah ukuran jumlah orang yang tertular dari satu kasus terinfeksi. WHO menetapkan Ro COVID-19 adalah 1,28-2,45. Bila nilainya dibawah 1, wabah diperkirakan turun dan suatu saat berhenti. Dalam menjelaskan asal angka itu tidak mudah. Ada asumsi probabilitas, semisal proporsi populasi rentan, presentase bertemu orang sakit, persentase orang sakit, persentase orang meninggal, dan berapa yang sembuh. Semua data itu dimasukkan ke dalam formula matematis. Data dan metode yang berbeda akan menghasilkan angka yang berbeda.
Kedua, adalah dari aspek surveilans kesehatan masyarakat. Surveilans disini artinya mengarah pada sikap aktif dari pemerintah daerah untuk melakukan pelacakan kasus Covid-19 secara masif. Selain itu juga dengan melakukan skrening secara massal melalui rapid test untuk melihat dan menemukan kluster baru pada lapisan masyarakat yang memiliki respon reaktif terhadap Covid-19. Dapat dijelaskan bahwa jumlah pemeriksaan spesimen meningkat selama 2 minggu, positivity rate <5% (dari seluruh sampel yang positif hanya 5%), adanya penurunan mobilitas penduduk, pelaksanaan contact tracing dari setiap kasus positif.
Penting digarisbawahi bahwa prinsip dasar penanganan Covid-19 adalah 3T yaitu Test,Tracing, dan Treatment. Uji tes swab dengan polymerase chain reaction (PCR) adalah penting dalam mendeteksi dan mengetahui seseorang terkonfirmasi positif atau tidak. Semakin banyak tes yang dilakukan, maka upaya dalam memutus mata rantai penularan akan semakin terarah. Tes secara masif merupakan pintu masuk dalam penemuan dini kasus baru (early detection) yang selanjutnya perlu diikuti dengan proses tracing (kapasitas surveilans kesehatan masyarakat yang adekuat) dan penanganan perawatan sesuai standar meliputi treatment dan isolasi.
Ketiga, berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Semua pelayanan kesehatan yang ada di daerah harus mempunyai fasilitas lengkap untuk penanganan pasien Covid-19. Dengan kata lain adalah memastikan ketersediaan ruang isolasi/ tempat tidur untuk setiap kasus baru di RS, jumlah APD terpenuhi untuk tenaga kesehatan di RS, ketersediaan/ kecukupan ventilator di RS untuk menangani kasus Covid-19 berat (asumsi 1% kasus positif).
Pemerintah menerbitkan protokol normal baru (new normal) bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19 yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan. Implementasi new normal diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja.
Kebiasaan baru saat bekerja dari rumah (work from home) juga merupakan salah satu bentuk adaptasi dalam bekerja. Adanya wacana Coworking Space yang dilakukan oleh para pelaku bisnis merupakan salah satu cara baru mereka dalam beradaptasi dalam kondisi pandemi. Coworking space bukan hanya menyediakan fasilitas namun juga konektivitas agar individu dapat berkembang yang pada akhirnya akan menjadi wadah dari economy builders.
Hal tersebut berarti bahwa didalam situasi krisis global seperti ini yang merupakan blessing in disguise, dimana ketika semuanya telah beradaptasi dengan the new normal, hal terpenting adalah Productivity and Result, bukan hanya hadir secara fisik di kantor. Manusia mendesain dengan menyesuaikan segala tantangan yang timbul. Saat kondisi pandemi dan dengan adanya the new normal, Open Plan bukan lagi menjadi pilihan utama. Coworking Space dapat beralih menjadi ruangan partisi maupun less dense working space yang memberi jarak pada individu dan tetap menjaga jarak pandang.
Indonesia apakah dianggap sudah siap dalam menghadapi era baru tatanan kehidupan masyarakat (new normal) sedangkan kasus baru COVID-19 yang terjadi semakin bertambah bahkan mengalami peningkatan secara signifikan khususnya di Provinsi Jawa Timur. Belum menunjukkan tanda-tanda perlambatan kasus yang terjadi dan Indonesia menurut beberapa pakar kesehatan belum mengalami puncak pandemic sehingga hal tersebut perlu dilakukan pengkajian ulang oleh pemerintah apabila ingin menerapkan new normal.
Sangat diperlukan sebuah mitigasi kepada masyarakat bahwa di era New normal ini perlunya membiasakan diri sesuatu yang tidak biasa. Hal itu bisa menjadi jargon ke masyarakat bahwa “membiasakan yang tidak biasa” seperti memakai masker saat keluar rumah, menjaga jarak fisik dan sosial, dan rajin mencuci tangan setiap saat akan menjadi kebiasaan baru yang wajib dilakukan untuk saat ini dan seterusnya.

————- *** ————-

Tags: