Penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Masih Muncul Pro-Kontra

Pro kontra terkait penerapan Perda KTR di Kota Surabaya masih berlanjut di kalangan legislatif, membuat realisasi implementasi kebijakan sulit diterapkan.

DPRD Surabaya, Bhirawa
Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih akan sulit diterapkan di wilayah Kota Surabaya, karena berbagai faktor. Bahkan masih terjadi pro dan kontra di masing-masing anggota Pansus di Komisi D DPRD Surabaya.
Menurut Ketua Pansus Perda KTR H Junaedi alasan pembahasan kembali karena masih banyaknya perokok di sejumlah kawasan tanpa rokok (yang dendanya Rp 250.000) meskipun telah terpampang pengumuman di lokasi tersebut.
“Ini masih dilakukan pembahasan dengan SKPD terkait, dan untuk saat ini tidak ada pembahasan soal lokasi untuk merokok, ini masih kita dalami,” kata politisi asal Fraksi Demokrat ini, Rabu (5/12).
Junaedi mengatakan jika pihaknya masih ingin mendapatkan data soal dampak rokok terhadap kesehatan, naskah akademis soal tujuan Perda KTR, dan data hasil perda sebelumnya.
Sementara itu anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya sekaligus anggota Pansus Perda KTR Ibnu Sobir mengatakan hearing terkait Perda Rokok yang digelar di ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, mengundang OPD Pemkot Surabaya, di antaranya Dinas Kesehatan, Bagian Hukum dan Satpol PP Kota Surabaya.
”Kalau dulu pernah dibahas, Ketuanya Pak Anugrah dan hasilnya tiga banding sembilan. Menolak sembilan orang dan yang setuju tiga orang, yaitu saya, Pak Sutadi dan Bu Reni. Untuk pembahasan Perda baru pertama dan Pansus sudah dua kali,” jelasnya.
Masih menurut Ibnu Sobir, Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), perda rokok ini mulai 2009 sudah ada tapi sampai saat ini belum diterapkan. Ibnu ingin dari hearing ini bisa mencari masukan dari OPD.
Anggota dari Fraksi PKS ini menambahkan, Perda KTR ini sudah ada sejak zaman Wali Kota Surabaya Bambang DH di mana pada saat itu pemerintah pusat mewajibkan semua kota harus mempunyai Perda KTR.
”Sekarang ini, pembahasan KTR terbaru disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Ini versi terbaru, dan sifatnya tidak boleh ditolak lagi, daerah harus melaksanakan agar menjadi indikasi kota sehat,” pungkasnya.
Namun di waktu yang sama, anggota Pansus lain bernama Agustin Poliana yang juga Ketua Komisi D DPRD Surabaya menyampaikan pendapat yang berbeda terkait keberadaan Perda KTR di Surabaya.
“Kalau ingin memberlakukan Perda KTR, harusnya pemerintah (daerah dan pusat) sudah tidak lagi memerlukan dana yang bersumber dari cukai rokok, artinya, perda ini kontra produktif dengan fakta yang terjadi di lapangan,” tegas Agustin.
Politisi asal Fraksi PDIP ini juga meminta kepada semua pihak termasuk pemerintah (daerah/pusat) untuk lebih realistis dalam membuat aturan. Jangan sampai aturan dibuat tetapi akhirnya hanya menjadi macan kertas.
“Sebelum menerapkan soal aturan ini (Perda KTR), seharusnya pihak pembuat dan pelaksana perda bisa memberikan contoh yang baik, dengan tidak merokok di sembarang tempat,” pungkas.
Di akhir paparannya, Agustin menegaskan jika dirinya tetap akan menolak pemberlakuan Perda KTR, karena dinilai tidak akan bisa efektif. [dre]

Tags: