Penertiban Pasar Eks Stasiun Demi Aturan dan Masa Depan Ponorogo

Pembongkaran Bangunan Liar Pasar Eks-Stasiun.

Ponorogo, Bhirawa
Situasi yang sempat memanas pada saat penertiban pasar eks-Stasiun, yang jelas – jelas menyalahi Perda Ponorogo Senin lalu (21/01) sangat disayangkan. Kesempatan dan toleransi yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo terasa kurang dimanfaatkan oleh para pedagang yang menempati lahan milik PT KAI tersebut.
Para pedagang tidak jua pindah ke lahan yang telah disiapkan oleh Pemkab, bahkan bangunan liar yang dibangun di belakang pertokoan telah jadi dan tinggal digunakan. Tentunya situasi ini tidak adil bagi para pedagang pasar Songgolangit yang patuh pada aturan Pemkab dan pindah untuk sementara waktu ke pasar darurat di Keniten.
Bangunan liar yang tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) itu melanggar 3 Perda sekaligus yaitu Perda No 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, Perda No 3/2009 tentang Bangunan / Gedung, dan Perda No 6/2011 tentang Retribusi.
Dilihat dari tahun dikeluarkannya Perda, menuduh Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mempersulit pedagang tentu tidak benar, karena beliau hanya menjalankan Perda yang telah ada sebelumnya.
Untuk tata ruang lahan eks-Stasiun, Perda Ponorogo berkaitan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011, hal ini disampaikan oleh Sukadi, Kepala Bidang Perencanaan Ruang Dinas PUPR Ponorogo di kantornya, Selasa (22/01).
“Peraturan Menteri Perhubungan tersebut diantaranya membahas tentang Program Utama Pengembangan Jaringan dan Layanan Perkeretaapian. Revitalisasi rel mati antara Madiun – Slahung Ponorogo menjadi salah satu poin dalam peraturan. Kami akomodir peraturan tersebut dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ponorogo,” kata Sukadi.
Dalam Perda tersebut, tertuang di antaranya revitalisasi rel mati jalur Slahung – Madiun, meningkatkan moda transportasi kereta api di Ponorogo, dan pengembangan jalur kereta api komuter di wilayah Ponorogo.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Ponorogo, yang mengatakan bahwa lokasi lahan pasar eks-Stasiun memang masuk rute revitalisasi rel Slahung – Madiun.
“Lahan pasar eks-Stasiun itu memang masuk dalam rute revitalisasi rel Slahung – Madiun. Perlu diketahui, dalam hal ini RTRW Pemkab Ponorogo sejalan dengan RTRW Jatim dan RTRW Pusat,” ujar Junaedi, Kepala Dishub Ponorogo.
“Lalu dari segi lalu lintas dan ketertiban, masa kelak pasar Songgolangit tertib dan rapi, lalu di dekatnya pasar eks-Stasiun yang tidak tertib, yang parkirnya memakan bahu jalan, tentu ini memakan hak – hak pengguna jalam,” imbuhnya.
Proyeksi positif dari penertiban pasar eks-Stasiun juga telah muncul. Dari kacamata akademisi, Rochmat Aldy Purnomo, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo (Unmuhpo), relokasi pasar eks-Stasiun dapat menjadi sebuah keuntungan bagi para pedagang.
Aldy telah meneliti pasar – pasar di Jawa Tengah, dirinya juga ikut dalam kajian ilmiah relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Jalan Baru Ponorogo. Dirinya melihat ada kemiripan antara relokasi – relokasi tersebut, tema sama tetapi objek berbeda.
“Dari riset terdahulu, di Banyumas, di Simpang Lima Semarang, di Jalan Baru Ponorogo, relokasi merupakan langkah progresif dari Pemerintah untuk kemajuan daerahnya. Keuntungan yang akan dicapai dari relokasi pasar eks-Stasiun adalah dari segi ekonomi, meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya. Dari segi non-ekonomi, relokasi dapat memberikan keamanan, kenyamanan, dan keindahan, baik bagi pedagang maupun konsumen. Misal, bebas preman, tidak becek, parkir tidak memakan bahu jalan,” terang Aldy saat wawancara di Unmuhpo, Selasa (22/01).
“Menilik track record Pemkab Ponorogo, dari riset kami di Jalan Baru, relokasi yang dilakukan Pemkab itu sukses, hasilnya positif, misal dari pendapatan. Tetapi belajar dari relokasi Jalan Baru, Pemkab diharapkan mampu memberikan pengawasan yang lebih optimal,” tambah Kandidat Doktor tersebut.

Pasar Darurat Keniten

Menurut Aldy, penyampaian pesan pada masyarakat tentang keuntungan – keuntungan relokasi harus lebih dioptimalkan. Terkadang, pedagang tidak mengerti bahasa – bahasa yang biasa digunakan birokrat, seperti RPJMD, Tata Ruang Wilayah, dan lain – lain. Visi, kemajuan kota, dan kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai oleh Pemkab kadangkala tidak dipahami oleh masyarakat.
Sementara itu, menanggapi penertiban yang sempat memanas, Kepala Satpol PP Ponorogo, Supriyadi mengaku bersikap tegas karena melaksanakan tugas.
“Kami menjalankan tugas, pedagang sudah diperingatkan berkali – kali agar pasar dikosongkan. Bangunan liar kami robohkan karena sudah tidak diizinkan dibangun tapi tetap saja tidak dibangun. Bangunan tidak diizinkan karena melanggar Perda dan IMB,” tegas Supriyadi.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi  dan Usaha Mikro (Perdagkum) Ponorogo, Addin Andana Warih mengatakan bahwa sosialisasi relokasi sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2017.
“Lahan itu tidak boleh untuk berjualan, sudah kami sosialisasikan sejak 2017 yang lalu. Tapi mereka tetap tidak mau pindah. Padahal tempat di relokasi sangatlah cukup untuk menampung mereka,” ujar Addin.
“Perlu diketahui, di lokasi pasar relokasi kami sediakan 4 los untuk para pedagang pasar eks-Stasiun. Bagi pedagang yang belum terdata namun ingin berjualan di Pasar Relokasi bisa mendaftar langsung di UPT Pasar Legi. Ada petugas di sana yang siap melayani dan gratis, tidak dipungut biaya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Addin menyatakan jam buka pasar tetap 24 jam. Tidak ada pembatasan karena jenis perdagangan sangat beragam.
Dari komentar – komentar masyarakat umum Ponorogo di media sosial (medsos), mereka cenderung mendukung penertiban yang dilakukan oleh Pemkab. Penertiban tersebut dinilai dilakukan demi khalayak luas, terutama tata kota yang nyaman dan aman. Mereka juga merasa pedagang tidak dirugikan karena adanya lahan pengganti yang telah disediakan oleh Pemkab. [mb10]

Tags: