Penertiban Toko Harus Sesuai Perda 4/2010

2-toko modern disegel paksa. geh (10)DPRD Surabaya,Bhirawa
Dalam rapat dengan pendapat di Komisi B DPRD Surabaya yang dihadiri sejumlah pengusaha toko swalayan dan Pemkot Surabaya, ditegaskan bahwa untuk penertiban minimarket harus menggunakan Perda no 8/2014, bukan Perda Perda 4/2010 tentang Izin Gangguan (HO).
Masalah Izin Usaha Toko Swalayan (IUTS) yang tercantum dalam Perda 8/2014 Surabaya tentang Penataan Toko Swalayan, dibahas Komisi B DPRD Surabaya. Hadir pada hearing, Selasa (7/4/2015), beberapa pengelola toko swalayan atau toko modern seperti Alfamart, Indomart, Rajawalimart dan Alfamidi.
Acara yang menghadirkan para pengelola toko swalayan itu memang untuk membahas masalah dunia investasi di Surabaya agar tetap kondusif. Dalam pembahasan itu, pihak pengelola toko swalayan mengeluhkan jika tempat usaha mereka yang masih mengurus kajian sosial ekonomi (Sosek) tetap terkena penertiban alias ditutup sementara.
Hal ini dikarenakan, penertiban yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya melalui Satpol PP Kota Surabaya hanya menggunakan acuan Perda 4/2010 tentang Izin Gangguan (HO). Padahal, kata Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansur, terkait IUTS atau usaha toko swalayan, sudah ada Perda baru yang diundangkan pada 16 Maret 2014, Perda 8/2014.
“Kalau hanya dengan Perda HO, maka akan sangat mengganggu iklim usaha di Surabaya. Saat ini kan sudah ada Perda tentang Toko Swalayan, maka harus menggunakan regulasi itu. Kalau HO, jelas semua tempat usaha akan ditutup. Apalagi dari penertiban itu yang paling banyak terimbas adalah toko swalayan yang masih mengurus kajian Sosek. Sayang, saya tak memiliki datanya, berapa banyak yang sudah mengurus Kajian Sosek. Kami sudah minta data kepada pengusaha untuk mendata tempatnya yang terkena penertiban,” ujar Mazlan.
Namun dengan Perda 8/2014, jelas Mazlan, seperti yang termuat dalam pasal 8 sudah sangat jelas. Dalam pasal itu disebutkan jika tempat usaha yang berdiri sejak Perda ini diundangkan, maka bisa diberi waktu tiga bulan untuk mengurus kajian Sosek. Dan jika dalam waktu itu tak diurus, baru bisa ditertibkan.
“Selama ini kan dalam kurun sebulan, sudah disibukan dengan hearing masalah penertiban. Jadi hanya ada sisa waktu dua bulan. Maka dengan sisa waktu itu, Pemkot harus memberi kesempatan dan kemudahan dalam hal pemberian izin untuk penyelesaian kajian Sosek. Ini juga terkait iklim investasi yang kondusif,” tandas Mazlan.
Verifikasi data tempat yang sudah ditertibkan ini demmi kenyamanan usaha. Bahkan jika sudah ada tempat usaha yang mengurus kajian Sosek, maka tempat itu harus dibuka tak boleh ditertibkan, karena sudah ada Perda 8/2014.
Mazlan menegaskan, Komisi B tak membela pengusaha toko modern, namun lebih pada kepentingan iklim usaha. Jangan sampai ada Perda, tapi malah diinjak-injak atau dilanggar. Percuma ada Perda tapi tak ditegakan dengan benar.
“Kalau terkait Komisi B yang dikabarkan ‘masuk angin’, silahkan dibuktikan. Kalau ada bukti Komisi B bermain dengan pengusaha toko swalayan, silahkan diungkap. Sekali lagi saya tegaskan, kita tak membela siapapun, kita hanya menegakkan aturan. Jangan sampai iklim usaha di Surabaya rusak karena pelanggaran,” tandas Mazlan. [gat]

Tags: