Penetapan Tersangka Cegah Korupsi Berkelanjutan

karikatur ilustrasi

Penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada para calon kepala daerah sebagai upaya mencegah potensi terjadinya korupsi berkelanjutan.
Penetapan tersangka yang akan dilakukan oleh KPK harus dibaca sebagai mekanisme terobosan untuk mencegah abuse, dan mencegah terjadinya potensi korupsi berkelanjutan.
Sebelumnya pemerintah meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda penetapan tersangka terhadap pasangan calon yang akan mengikuti Pilkada serentak tahun 2018. Pandangan pemerintah di atas sarat dengan absurditas.
Pertama, penilaian bahwa penetapan tersangka oleh KPK berarti KPK masuk ranah politik. Penetapan tersangka seharusnya dibaca sebagai langkah progresif untuk mewujudkan public expiation (penebusan dosa publik).
Politik hari ini, khususnya politik elektoral, lebih sering dimanfaatkan sebagai arena bersama elite untuk transaksi kepentingan antar mereka, bahkan dalam bentuk permufakatan jahat antara politisi dan pengusaha hitam sebagai bohir. Sehingga sebagian besar perhelatan Pemilu dan Pilkada banyak melahirkan pejabat-pejabat politik korup.
Membiarkan situasi itu jelas merupakan dosa bersama publik. Maka langkah penetapan tersangka KPK sebelum pemilihan harus dibaca sebagai upaya untuk memurnikan politik Pilkada, sehingga politisi-politisi korup sudah harus sejak awal masuk keranjang blacklist. Kedua, derajat kepublikan yang melekat pada diri para paslon yang sudah terdaftar mestinya semakin menuntut pengawasan hukum. Bukan malah memberi mereka imunitas hukum hingga penghitungan suara.
Semakin tebal derajat kepublikan yang melekat pada seseorang, semakin besar kuasa yang ada padanya. Artinya, akan semakin besar pula potensi abuse. Untuk mencegah abuse, harus semakin tinggi level kontrol hukum dan publik.
Karena itu, penetapan tersangka yang akan dilakukan oleh KPK harus dibaca sebagai mekanisme terobosan untuk mencegah abuse. Hal itu tentu langkah baik. Sebab, jika figur korup yang akhirnya terpilih, komplikasi politik dan hukum yang akan ditimbulkan bagi kepentingan publik jelas akan lebih rumit.

Hendardi
Ketua SETARA Institute

Tags: