Pengadaan Kain Batik Berpotensi Rugikan Negara Rp 2 M

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Ongkos Jahit Seragam Tidak Diberikan
Nganjuk, Bhirawa
Indikasi adanya korupsi sangat kental pada lelang umum pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu berupa kain batik tradisional dengan nilai Rp 6.283.080.000 yang dilaksanakan oleh Sekretariat Kabupaten Nganjuk. Selain rendahnya kualitas kain yang dibagikan kepada sekitar 15 ribu PNS Pemkab Nganjuk, ongkos jahit untuk pembuatan seragam juga tidak dibagikan.
Untuk menutupi dugaan korupsi belanja pakaian batik tradisional tersebut, sejumlah pejabat yang terkait langsung dengan proses lelang memilih bungkam. Bahkan, Asisten Administrasi Umum Dra Widarwati Dhalillah yang berperan sebagai pejabat pengguna anggaran dalam pengadaan kain batik memilih tidak menjawab saat dikonfirmasi Harian Bhirawa. Demikian juga dengan pejabat lain yang terlibat dalam panitia lelang.
Sementara itu, Kabaghumas Ghozali Afandi SH mengaku tidak tahu dan masih akan berkoordinasi dengan asisten umum. “Ya saya tak koordinasi dengan asisten umum dulu, karena beliau atasan saya langsung,” kata Ghozali dikonfirmasi, Minggu (6/3).
LSM Djawa Dwipa, melalui Wakil Ketua A Wijaya SSos, mengatakan dugaan korupsi pengadaan kain batik tradisional bukan karena pejabat pelaksana lelang atau pejabat terkait lainnya lalai. Tetapi sudah direncanakan secara sistematis dan terstruktur secara rapi dengan kesepakatan-kesepakatan jahat antara pihak internal pelaksana lelang dengan rekanan calon pemenang lelang.  “Modus operandi yang dilakukan pejabat dalam melakukan tindak pidana korupsi masih menggunakan pola lama,” ujar LSM Djawa Dwipa.
Menurut Wijaya, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan batik ada rekayasa untuk mengunci spesifikasi barang antara panitia lelang dengan calon pemenang lelang. Panitia pengadaan membuat spesifikasi barang yang mengarah ke merek atau produk tertentu dalam rangka memenangkan rekanan tertentu dan melakukan mark up harga barang atau nilai kontrak.
Sehingga meski perubahan dari manual ke elektronik tidak serta-merta mampu menjadikan pengadaan barang dan jasa terbebas dari penyakit akut bernama KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Bahkan LSM Djawa Dwipa merilis kasus-kasus korupsi di kabupaten selama 2014 hingga 2015,  pengadaan barang dan jasa menempati kasus terbanyak korupsi di Kabupaten Nganjuk. “Seperti pengadaan barang mebeler di Dinas Pendidikan, pengadaan alat kesehatan di RSUD Nganjuk, pembangunan Jembatan Karangsemi. Meski ada yang dihentikan penanganan kasusnya tetapi tidak sedikit pelaku korupsi divonis bersalah,” tegas Wijaya.
LSM Djawa Dwipa, melalui wakil ketuanya menegaskan kegiatan pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu diumumkan 5 Februari 2015. Kemudian proses pengadaan dilakukan
17 hingga 30 Maret 2015. Sedangkan tahap realisasi pekerjaan mulai 1 April 2015 hingga 30 Juni 2015 ternyata molor hingga menjelang akhir 2015. Namun demikian, pejabat di Sekretariat Daerah tidak memberikan sanksi kepada  PT FDK sebagai rekanan pengadaan kain batik. “Kami menduga kerugian negara dari kegiatan pengadaan kain batik ini mencapai 35 persen dari nilai pengadaan Rp 6.283.080.000 atau sekitar Rp 2 miliar,” papar Wijaya.
Terkait pembagian kain batik berikut setelannya berupa kain warna hitam untuk rok atau celana, seluruh PNS di sebagian besar SKPD mengaku tidak diberi ongkos jahit. Sehingga untuk membuat seragam batik yang dikenakan pada Kamis dan Jumat tersebut, para PNS harus merogoh kantong sendiri untuk menjahit bahan kain menjadi baju seragam.
Di sisi lain, pihak penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Negeri Nganjuk dan Kepolisian Resor Nganjuk sepertinya masih enggan untuk langsung melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi pengadaan kain batik di SKPD Sekretariat Daerah Pemkab Nganjuk. Karena dipastikan akan menyeret sejumlah pejabat penting yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Hal ini nampak sekali dari pihak Kejaksaan Negeri Nganjuk yang belum berani secara terbuka menyebutkan nama-nama pejabat yang telah dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan kain batik. [ris]

Tags: