Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo Batalkan Sidang 20 Perkara

Pencari keadilan hanya bisa mondar mandir menunggu ketidakpastian sidang akibat pembatalan sidang. [hadi suyitno/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Para pencari keadilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Juanda, Selasa (24/10) kemarin, dibuat kalangkabut setelah mengetahui 20 perkara yang seharusnya disidangkan, ternyata dibatalkan tanpa alasan jelas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan sejumlah saksi serta pengacara yang datang dari sejumlah daerah hanya bisa bertanya-tanya, tanpa mengetahui penyebabnya.
Peristiwa ini menjadi langka dan tak pernah terjadi sejak gedung Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda berdiri lima tahun lalu. Terdapat 20 perkara yang sesuai agenda sidang dijalankan hari ini secara mendadak tidak digelar. Penuntut umum dan saksi yang datang dari Jember, Ponorogo, Sumenep, Sampang, Nganjuk, Tanjung Perak, Magetan, hanya bergerombol di depan ruang sidang yang pintunya tertutup. Malah ada JPU dan saksi dari Jember yang baru datang dengan mobil Nissan Evalia, baru turun dari mobil langsung dikabari panitera kalau sidang dibatalkan.
”Ya hanya bisa pasrah. Mau gimana lagi, tapi peristiwa ini sangat membingungkan,” ucapnya JPU muda yang mendampingi saksi perkara korupsi itu. JPU muda  dari Sampang, mengaku hanya bisa sabar menghadapi kondisi ini. Sebenarnya pagi-pagi sekali sudah berangkat dari kota asalnya untuk menghadiri sidang pemeriksaan perkara dugaan korupsi, ternyata dikabari hakimnya tidak lengkap.
Salah satu ketua majelis hakim, Dede Suryaman SH MH, yang sedianya memimpin sidang mengaku heran dengan ketidakhadiran dua hakim adhoc. Di Pengadilan Tipikor ini terdaapat enam hakim adhoc, Sangadi SH, DR Lufsiana SH MH, DR Adrino SH MH, Dr Agus Yunianto SH MH, Kusdarwanto SH, Mochamad Mahin SH MH.
Dede sudah mencoba menelepon sejawatnya hakim adhoc untuk mengklarifikasi keberadaannya. Karena ada panggilan tugas yang sedang menunggu. Terdengar nada panggil pada telepon itu, namun tidak diangkat.
Sebenarnya bila dua hakim adhoc yang mendampingi dalam majelis berhalangan, bisa digantikan hakim lain. Tetapi ke enam hakim adhoc itu tidak satupun berada di ruang kerjanya. Memang ada yang melihat satu hakim adhoc pagi itu, namun tak lama yang bersangkutan sudah meninggalkan kantor.
Setelah menunggu sampai pukul 13.00, hakim adhoc tidak bisa dikonfirmasi akhirnya Dede meninggalkan pengadilan. Ia tidak menyebutkan siapa yang paling bertanggungjawab dalam masalah ini.
Panitera muda khusus tipikor, Akhmad Nur SH MH, saat dikonfirmasi, mengaku tidak tahu persoalannya. ”Saya sungguh tidak tahu kenapa bisa begini,” ungkapnya. [hds]

Tags: