Pengalaman Mahal di Vietnam

Rizqi Mutqiyyah

Rizqi Mutqiyyah
Mengikuti misi social-humanity selama hampir dua bulan, meninggalkan cerita menarik yang tak terlupakan bagi Rizqi Mutqiyyah. Mulai dari diskriminasi, hingga apresiasi. Mahasiswa semester 2 Jurusan Jurnalistik Stikosa (AWS) mengikuti misi social-humanity yang digagas Global Volunteer AISEC Surabaya pada 14 Pebruari – 5 April lalu. Vietnam jadi tempat untuk memupuk pengalaman. Rizqi begitu ia akrab disapa, belajar banyak hal, tidak hanya tentang pengabdian masyarakat tapi juga tentang keimanannya. Perempuan kelahiran Jombang, 12 Desember 1995 ini menceritakan jika ia sempat mengalami islamophobia saat membeli makanan di Vietnam. Ketika itu saat minggu terakhir disana, sekitar jam tujuh ia samapai di wilayah Hochimin untuk mencari makan. Ia yang lewat di gang kecil (street food) ada seorang bule yang merekam dia sambil berkata “muslim muslim muslim” dengan teriakan yang cukup lantang.
“Yang terlintas dalam benakku malam itu adalah “aku islam, aku memakai hijab terus kenapa?” Tapi aku sadar bahwa islam itu agama baik yang bisa menghargai perbedaan. Sedangkan dia?,” ceritanya mengenang pengalaman pahit waktu itu.
Meskipun begitu, Rizki mengaku jika ia menjadi bangga dengan agama nya yaitu Islam. Menurut dia, islam yang dia kenal mengajarkan hal kebaikan dan tidak pernah mendiskreditkan agama baik dari suku maupun ras. Pengalaman lain diceritakan Rizqi ketika ia harus memahami bahwa orang Vietnam lebih menghargai orang-orang Eropa. Kendati begitu, ia tak lantas berkecil hati. Justri Rizqi semakin membuktikkan diri debgan mebghabiskan waktu bermain dengan anak-anak yang ada di Pagoda.
“Mereka lebih ‘melihat’ orang-orabg Eropa baik dari segi perawakan, warna kulit dan bahasa, bukan dari kemampuan individunya. Sedangkan saya sebagai orang Indonesia orang Asia harus menerima itu. Tapi saya tetap ‘bersentuhan’ dengan anak-anak disana (Vietnam) meskipun tidak masuk dalam program kerja. Sedangkan mereka yang dari Eropa, hanya menjalankan apa yang ada dalam program kerja,” jelas Rizqi.
Pengalamn menarik lain yang di alami Rizqi adalah kala ia mengajar belasan anak-anak Pagoda yang kebanyakan yatim piatu. Mulai dari berbahasa inggris hingga bertukar budaya.
“Ada pengalaman yang sangat berharga bagi saya, ketika mampir kerumah murid saya. Di sana hal yang tak terduga terjadi. Saya diberi sepasang sepatu sama dia,” tutur Rizqi dengan mata berbinar.
Dengan oengalaman yang ia dapat melalui kegiatan sosial-humanity tersebut, ledepan ia berharap bisa mengikuti kegiatan student exchange ke Amerika. Misinya kali ini adalah untuk mengasah kemampuan dan ilmunya di bidang jurnalistik. Namun, ia cukup memahami untuk bisa kesana bukanlah hal yang mudah.
“Aku pengennya ikut program itu. Karena nanti setelah pulang aku bisa terapin ke teman-teman yang ada di Stikosa,” pungkas anak ke empat dari empat bersaudara ini. [ina]

Rate this article!
Tags: