Pengamat Migas Tuding Pusat Tak Transparan Terkait Bagi Hasil Migas

Eksplorasi sumur Migas di Bojonegoro. Pada 2015 ini jatah DBH Migas untuk Jatim mengalami pengurangan hingga hampir Rp 900 miliar dari sebelumnya Rp 1,3 triliun.  Kondisi ini mengancam keberlangsungan program-program kerakyatan yang sudah dianggarkan.

Eksplorasi sumur Migas di Bojonegoro. Pada 2015 ini jatah DBH Migas untuk Jatim mengalami pengurangan hingga hampir Rp 900 miliar dari sebelumnya Rp 1,3 triliun. Kondisi ini mengancam keberlangsungan program-program kerakyatan yang sudah dianggarkan.

DPRD Jatim, Bhirawa
Penurunan drastis Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) untuk pemerintah Jatim pada 2015 dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 491 miliar atau berkurang hampir Rp 900 miliar secara mendadak, nampaknya membuat kelabakan kalangan DPRD dan Pemprov Jatim. Sebab, hal tersebut dapat mengancam program-program pembangunan kerakyatan yang sudah dianggarkan dalam APBD Jatim.
Karenanya, Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim secara khusus menggelar diskusi publik dengan tema DBH Migas Berkurang, PAPBD Jatim Terancam dengan menghadirkan dua orang narasumber yakni, Seto Cahyono pakar hukum tata negara Universitas Wijaya Kusuma dan Yudha Alihamsyah pengamat perminyakan di ruang Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim, Senin (25/5).
Menurut Seto Cahyono pengurangan drastis DBH Migas untuk Jatim khususnya dan daerah penghasil Migas lainnya di Indonesia merupakan bukti ketidakkonsistenan dan tidak transparannya pemerintah pusat menyangkut pembagian dana bagi hasil keuangan untuk pemerintah daerah. Padahal hal itu sudah jelas diatur dalam UU No 33 Tahun 2014 tentang Pembagian Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Dalam Perpres No 162 Tahun 2014, DBH Migas Jatim mendapat Rp 1,3 triliun. Tapi kemudian direvisi melalui Perpres No 36 Tahun 2015, DBH Migas Jatim hanya sebesar Rp 491 miliar. Ini jelas akan berdampak pada pembiayaan pembangunan di daerah yang sudah dianggarkan dalam APBD 2015 dan bisa menjadi kacau,” tegas dosen ilmu hukum UWK Surabaya ini.
Ia menyarankan supaya DPRD dan Pemprov Jatim mendesak pemerintah pusat melakukan penghitungan kembali (rekonstruksi) DBH Migas secara transparan karena patokan yang digunakan pemerintah selama ini tidak transparan. “Pusat harus transparan, dari mana munculnya angka Rp1,3 triliun untuk DBH Migas Jatim kemudian berubah menjadi Rp 491 miliar.  Rakyat berhak tahu karena dijamin dalam UU Keterbukaan Publik,” tegas Seto.
Senada, Yudha Alihamsyah menyatakan bahwa penurunan harga ICP (Indonesia Crude Price/ harga minyak mentah) di pasar minyak dunia hanyalah salah satu variabel dalam penentuan DBH Migas. Karena itu pihaknya mendesak pemerintah pusat transparan dari mana hitung-hitungannya DBH Migas Jatim turun drastis tinggal Rp 491 miliar.
“Padahal hitungan kasar, dari dua sumur minyak yang dikelola Exxon di Bojonegoro dan Pertamina Petro China di Tuban kapasitas produksinya saja setara 20 persen produksi minyak nasional. Jatah DBH Migas untuk provinsi adalah sebesar 3 persen dari 85 persen jatah yang dimiliki pemerintah, jadi kita bisa hitung sendiri idealnya berapa?” ungkap Yudha.
Pengusaha muda asal Bojonegoro itu juga mendorong DPRD Jatim membuat payung hukum berupa Perda untuk pembentukan Tim Transparansi Tata Kelola Migas, seperti yang sudah dilakukan DPRD Kabupaten Bojonegoro. “Tim transparansi itu beranggotakan dari  berbagai stake holder dan memiliki tugas untuk hal-hal yang berkaitan dengan DBH Migas, CSR perusahaan Migas, Participating Interest (PI) Migas hingga dampak lingkungan hidup,” beber Yudha.
Pertimbangan lainnya, berdasarkan data yang ada, Jatim memiliki 42 cekungan (blok) yang miliki potensi sumber Migas sejak abad 18 silam. Namun yang sudah diproduksi baru 9 blok, 3 blok development, dan 16 blok explorasi. Selain itu, Jatim juga sudah memiliki BUMD Migas, PT Petrogas Jatim Utama (PJU).
“Sudah seharusnya Jatim memiliki Tim Transparansi Tata Kelola Migas agar pemerintah pusat tak seenaknya lagi dalam menentukan DBH Migas untuk Provinsi Jatim sehingga kesejahteraan masyarakat Jatim bisa meningkat,” ungkapnya.
Masih di tempat yang sama, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim Abdul Halim berjanji akan mengupayakan pembentukan Perda Tim Transparansi Tata Kelola Migas bersama fraksi-fraksi lain, melalui Perda inisiatif DPRD Jatim secepatnya. Mengingat, ketidaktransparan pusat terkait DBH Migas sangat nyata merugikan kepentingan daerah.
“Fraksi Partai Gerindra akan mengajak fraksi-fraksi lain di DPRD Jatim untuk secepatnya mengajukan Perda Inisiatif pembentukan Tim Transparansi Tata Kelola Migas. Perda tersebut sangat mendesak dan sangat berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatim,” pungkas politisi asli Madura ini. [cty]

Tags: