Pengamat Politik Nilai Cawali Eri Cahyadi Tak Hargai Tahapan Pemilu

Paslon dengan nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman ketika menghadiri Parade Kesenian dan Deklarasi Kampanye Damai jelang Pilwali Surabaya. [andre/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
KPU Surabaya menggelar Parade Kesenian dan Deklarasi Kampanye Damai jelang Pilwali Surabaya, namun Cawali Eri Cahyadi tidak hadir, hanya diwakili calon Wakil Wali Kota.

Sedangkan paslon dengan nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman hadir lengkap. Bahkan parade kesenian jula-juli yang digawangi oleh Mujiaman mencuri perhatian para tamu undangan.

Menampilkan jula-juli dengan berkostum khas Suroboyoan, calon Wakil Wali Kota Mujiaman panen tepuk tangan dari yang hadir. Hal itu semakin lengkap dengan orasi deklarasi siap melaksanakan kampanye damai dengan penuh semangat dari calon Wali Kota Machfud Arifin.

Kondisi itu Berbanding terbalik dengan aksi Armuji yang cenderung melakukan orasi kampanye dengan memamerkan kinerja Wali Kota Risma.

Sosiolog politik asal UNESA, Agus Mahfud Fauzi mengungkapkan jika Mujiaman merepresentasikan karakter warga asli Surabaya melalui parade kesenian yang Ia lakukan.

“Salah satu cara ampuh meraih simpati publik adalah dengan menunjukkan adanya kesamaan ego dan budaya. Kalau sudah begitu, kan perasaan dekat jadi muncul,” kata Agus Mahfud.

Pemilihan jula juli, bagi Agus Mahfud pun mendapatkan perhatian tersendiri. “Jula juli itu ya warga Surabaya itu, terbuka, original dan tidak dibuat-buat. Jula juli itu juga wujud dari ceplas ceplosnya warga Surabaya,” pungkas Agus Mahfud.

Di sisi lain, Direktur Sejahtera Initiatives, Eko Ernada berpendapat ketidakhadiran Eri Cahyadi bisa menimbulkan spekulasi terkait kondisi kesehatannya.

“Ini kan lagi masa pandemi ya. Jadi sangat mungkin kita jadi bersepekulasi, apakah ini terkait Covid-19 atau tidak. Namun, terlepas dari itu ketidakhadiran itu menunjukan tidak menghargai proses demokrasi yang sedang berjalan,” ujar Eko.

Tanda tanya terkait komitmen yang dimiliki oleh paslon pun, bagi Eko akan muncul secara langsung. “Seyogyanya, paslon ini harus menghargai demokrasi yang prosedural. Dengan cara apa? Mematuhi dan mengikuti tahapan-tahapan yang ada. Jika diundang, maka harus hadir. ketidakhadiran Paslon bisa membuat Masyarakat berasumsi Paslon tersebut tidak menunjukan komitmen terhadap proses pilkada. Dalam spectrum lebih luas, masyarakat bisa jadi meragukan komitmen pengabdiannya pada rakyat,” tegas Eko.

“Tahapan merupakan kewajiban yang harus diikuti paslon. Meski ada diskresi untuk tidak hadir, karena calon cuma 2 pasang, tentu saja menimbulkan penilaian yang spekulatif dari publik atas ketidakhadiranya,” lanjutnya.

Eri Cahyadi, menurut Eko, harus menjelaskan terkait alasan ketidakhadirannya secara jelas kepada publik. “Harus secara gamblang dan terbuka memberi penjelasan kepada publik,” cetusnya.

“Bukan hanya ke komisioner, tapi juga ke publik. Ini untuk menunjukkan dia punya komitmen. Kalau nggak, dan cuek cuek aja, ya masyarakat bisa menilai, dan sangat disayangkan jika tidak hadir,” pungkasnya.

Dosen FISIP ini menegaskan menghargai itu indikatornya mengikuti rangkaian demokrasi yang berlangsung, selain itu wujud menghargai juga bagian dari komitmen Paslon dalam mengikuti proses demokrasi, sesuai aturan yang ada, tapi jika tahapan awal saja tidak diikuti, ini masyarakat bisa berasumsi Paslon tersebut tidak memiliki komitmen.

“Masyarakat bisa berspekulasi Paslon tersebut melecehkan proses pemilu, karena tidak adanya etika Paslon tersebut dalam mengikuti tahapan yang sedang berlangsung,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi memastikan jika pihaknya telah mengundang seluruh pasangan calon untuk hadir di gelaran Parade Kesenian dan Deklarasi Kampanye Damai. [dre]

Tags: