Pengawasan Pemilu Berbasis Masyarakat

Oleh :
Agus Bintoro
Pernah bekerja sebagai wartawan dan fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan.

Community based monitoring (CBM) atau pengawasan berbasis masyarakat  selama ini cukup efektif  digunakan dalam program-program pembangunan.  Alasannya sederhana. Institusi yang secara resmi bertugas melakukan pengawasan tidak memiliki tenaga dan waktu yang cukup untuk terus-menerus mengawasi program pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, hingga purna laksana.
Penulis memiliki beberapa pengalaman menarik terkait CBM saat bekerja sebagai fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap tahun para stake holder desa dilatih dalam kegiatan pembangunan desa, agar pembangunan benar-benar tepat sasaran dan dikelola dengan  benar. Di sini perlu pengawasan bersama dari  masyarakat, selain BPD sebagai institusi resmi juga dipertajam dalam mengawasi  kegiatan pembangunan.
Hasil CBM cukup efektif. Kader-kader  CBM  secara dini akan menyampaikan jika ada  penyimpangan. Sehingga penyimpangan yang lebih fatal dapat dicegah. Misalnya, pengalihan  usulan, program  tidak sesuai RPJMDes,  pelaksanaan  tidak sesuai RAB dan desain, dan  sebagainya.
Bagaimana jika CBM diterapkan dalam sistem pengawasan Pemilu?  Tentu, semakin banyak anggota masyarakat yang aktif dalam kegiatan pengawasan Pemilu, akan menjadikan Pemilu lebih bekualitas dan kredibel. Demokrasi tidak akan dibajak  dan  dirampas oleh kekuatan jahat  yang menghalalkan semua cara untuk mendapatkan kekuasaan.
Pengawasan Pemilu berbasis masyarakat ini  juga sangat relevan  dengan slogan Bawaslu sekarang. “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”.
Tentang pentingnya mengajak peran serta masyarakat ini juga telah disampaikan oleh Ketua Bawaslu. “Bawaslu mengajak rakyat untuk terlibat mengawasi Pemilu,” kata Ketua Bawaslu, Abhan di Jakarta, Rabu, 21/6/2017 (Kompas.com).
Pengawasan Pemilu yang menjadi Tupoksi Bawaslu sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang  No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, akan lebih efektif bila banyak melibatkan peran masyarakat. Ini perlu manajemen khusus, manajemen pengawasan Pemilu berbasis masyarakat.
Masyarakat perlu difasilitasi dan diberi akses seluas-luasnya dalam program pengawasan. Harapannya, kegiatan pengawasan dilaksanakan masyarakat secara sukarela dan senang hati. Kegiatan pengawasan didasari semangat untuk mewujudkan  pemilu yang benar-benar berkualitas dan kredibel.
Dengan model CBM, jumlah tenaga pengawasan sebagaimana diatur dalam UU No 15 tahun 2011 sudah cukup memadai. Bawaslu 5 orang, Bawaslu Provinsi 3 orang, Panwaslu Kabupaten/Kota 3 orang, Panwaslu Kecamatan  3 orang, dan  Pengawas Pemilu Lapangan  (PPL) tiap desa/kelurahan 1-5 orang sesuai kondisi geografis dan  sebaran TPS. Bahkan, berdasar Peraturan Bawaslu No.7 tahun  2015, masih ada lagi tenaga Pengawas TPS.
Tenaga-tenaga tersebut selain menjalankan  tugas, wewenang, dan kewajiban sebagaimana amanah undang-undang, juga akan sebagai motor penggerak masyarakat sesuai tingkatannya untuk  bersama-sama melakukan pengawasan. Dalam konsep CBM, tenaga dan institusi resmi pengawasan merupakan inti, sedangkan masyarakat merupakan plasma dalam pengawasan.
Bawaslu dan jajaran vertikal sebagai  tenaga inti dan resmi, melakukan sosialisasi dan pembinaan ke masyarakat tentang pengawasan Pemilu. Posisinya sebagai fasilitator, trainer, dan motivator. Masyarakat perlu difasilitasi, didampingi, dilatih, didorong dan diedukasi tentang pentingnya pengawasan pemilu, juga tertib-tertib beserta prosedur dalam pengawasan.
Tanpa sosialisasi yang memadai, masyarakat akan kesulitan untuk berperan serta dalam pengawasan. Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat merupakan kunci utama keberhasilan CBM. Karena dari sana masyarakat dibangkitkan kesadarannya, diedukasi, diberdayakan, dan digerakkan.
Masyarakat sebagai WNI yang punya hak pilih, tentunya sebagian sudah punya pilihan dan ada kecenderungan untuk membela pilihannya dengan intensitas yang berbeda. Bahkan pada tingkat ekstrim, ada upaya menjatuhkan lawan politik pilihannya dengan cara-cara melanggar peraturan  perundangan. Di sini CBM dapat difungsikan untuk membangun kearifan bersama  para simpatisan, pendukung, dan kader perserta pemilu.
Konsep CBM dalam pengawasan Pemilu akan  seperti pisau bermata ganda. Pertama untuk sasaran simpatisan, pendukung, dan kader peserta Pemilu.   Kedua untuk masyarakat umum yang sebagian besar  merupakan floating mass dan mempunyai tingkat kesadaran  rendah tentang  Pemilu. Mereka perlu menyadari pentingnya pengawasan dan tahu titik-titik kritis penngawasan.
Dua kelompok sasaran ini perlu mendapatkan edukasi  yang sesuai. Harapannya, semua komponen masyarakat mempunyai kesadaran tinggi untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis, jujur, dan adil. Potensi pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara atau kader peserta Pemilu dapat dicegah.
Dengan konsep CBM, Masyarakat  bersama  Bawaslu beserta jajaran akan secara sistemik melakukan pengawasan.  Masyarakat dapat dijadikan sebagai mata dan telinga.  Kekuatan CBM secara otomatis akan mempersempit ruang  bagi penjahat Pemilu. Atau setidaknya, pelanggaran  Pemilu dapat dideteksi secara dini, lalu dipatahkan dan  dicegah agar tidak mewabah.
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Sudah selayaknya segenap rakyat berperan serta dalam pengawasan mengikut peraturaan perundangan. Sehingga keadilan dalam Pemilu dapat ditegakkan sebagaimana tag line Bawaslu. “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”.

                                                                                               ———– *** ————

Rate this article!
Tags: