Pengelola Desa Wisata Harus Kemas Produk Paket Wisata Berdaya Saing dan Layak Jual

Kabid Pengembangan Kabid Pengembangan Produk Pariwisata, Drs Handoyo MSi bersama dengan Perwakilan Bappeda dan ASIDEWI juga salah satu peserta pengelola desa wisata sedang memagang buah tangan hasil produk desa Wisata.

Kabid Pengembangan Kabid Pengembangan Produk Pariwisata, Drs Handoyo MSi bersama dengan Perwakilan Bappeda dan ASIDEWI juga salah satu peserta pengelola desa wisata sedang memagang buah tangan hasil produk desa Wisata.

Pemprov, Bhirawa
Kepariwisataan di Jawa Timur sampai saat ini masih sangat menjanjikan dan menarik minat baik dari wisatawan domestik maupun mancanegara, apalagi hal tersebut juga ditunjang dengan keberadaan desa wisata yang ada di setiap daerah.
Seperti diketahui, pengembangan desa wisata  merupakan program sinergitas pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dengan wilayah sasaran yang memiliki keterkaitan fungsi dan pengaruh dengan unsur daya tarik wisata berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia, maupun fasilitas usaha pariwisata dan industri kreatif yang menjadi penggerak aktifitas kepariwisataan di desa wisatayang diharapkan memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa wisata dan sekitarnya.
Untuk itu, pengembangan desa wisata tidak hanya pada kisaran proses manajemen atau pengelolaan saja, namun pengelola desa wisata juga harus diberikan bimbingan teknis penyusunan paket wisata untuk memberikan daya tarik bagi wisatawan yang akan berkunjung.
“Kami berharap dalam bimtek ini, pengelola desa wisata dapat meningkatkan kapasitasnya dalam mengemas produk paket wisata yang menarik, berdayasaing, layak jual, dan cara menjual serta target pasar sesuai dengan karakteristik permasalahan dan potensi terkait desa wisata masing-masing,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim, Dr H Jarianto MSi melalui Kepala Bidang Pengembangan Produk Pariwisata, Drs Handoyo MSi.
Dikatakannya, agar keberlangsungan desa wisata agar tetap terjaga, maka pengelola wisata harus memperhatikan pengemasan potensi yang ada menjadi daya tarik wisata yang khas, unik dan menarik serta memiliki karakteristik yang berbeda dengan industri pariwisata lainnya.
“Selain itu, tidak lupa untuk memperhatikan tata kelola guna menghasilkan desa wisata yang berdayasaing serta menciptakan jaringan pemasaran dengan efektivitas tinggi sehingga mampu mendorong masyarakat untuk berkarya dan berinovasi dalam menumbuhkan ekonomi baru,menjadi tuan rumah dan pelaku usaha kepariwisataan yang baik di desa sendiri,” ujarnya.
Dikatakannya, Provinsi Jatim diuntungkan dengan potensi desa-desa di wilayahnya yang mampu berkembang menjadi desa wisata. potensi tata kehidupan masyarakat berbalut seni budaya, kekayaan peninggalan sejarah purbakala, keindahan alam  serta unsur kreatifitas masyarakatnya, yang sudah dikenal merupakan modal dasar yang sangat besar. sehingga yang terpenting saat ini adalah bagaimana kita mampu membangun kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat, peran pemangku kepentingan  untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya usaha kepariwisataan.
Sedangkan Kasi Usaha Jasa Pariwisata Disbudpar Jatim, Sai’in SE MM mengatakan, tujuan dari bimtek ini yaitu tersedianya paket-paket wisata yang berdayasaing dan layak jual di masing-masing desa wisata untuk dipromosikan melalui berbagai media, serta kerjasama dengan BPW.
“Sasaran bimtek ini, untuk meningkatkan kapasitas pengelola/pelaku desa wisata dalam mengemas paket wisata sesuai kekhasan dan karakteristik potensi masing-masing desa wisata,” katanya.
Dalam bimtek selama tiga hari itu (27/4-29/4) di Kabupaten Malang itu diikuti 100 pengelola desa wisata dari berbagai daerah di Jatim. Mereka antusias mengikuti kegiatan tersebut dariawal kegiatan hingga usai.

Desa Wisata Akan Menjadi Ikon Kepariwisataan Menangkan Persaingan MEA
Ke depan, desa wisata akan menjadi ikon kepariwisataan yang diharapkan bisa memenangkan dalam persaingan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Untuk itulah, pengelola desa wisata diberikan bimbingan teknis agar dapat membuat kemasan paket desa wisata yang bisa memberikan ‘kepastian’ wisatawan untuk bisa berkunjung.
Selama bimbingan teknis yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur, pengelola desa wisata diberikan materi dari Pusat Pengembangan Pariwisata UGM, Praktisi Desa Wisata dari DIY (Daerah Istimewa Yogjyakarta), Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata (HILDIKTIPARI), serta DWG dan ASEDEWI.
Dalam kesempatan ini, Hedy Wahidin Saleh SH MBA MSi Par dari Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata (HILDIKTIPARI) dengan materi ‘Jejaring Promosi dan Publikasi Paket Wisata’ mengatakan, sebenarnya ke depannya desa wisata bisa menjadi ikon pariwisata dalam upaya memenangkan persaingan MEA.
Untuk itu, lanjutnya, beberapa hal yang perlu diperhatikan agar desa wisata itu bisa menarik dikunjungi wisatawan, diantaranya pengelola desa wisata harus mampu mengemas daya tarik yang ada dalam desa itu.
“Kemasan paket wisata itu memberikan sebuah kepastian bagi wisatawan yang datang bisa menikmati kunjungan wisata. Kalau di pariwisata itu ada ‘something to see’ (ada sesuatu yang dilihat), ‘something to do’ (ada sesuatu yang dilakukan),  dan ‘something to buy’ (ada sesuatu yang dibeli),” paparnya.
Dikatakannya juga kalau pengelola desa wisata itu harus bisa menjamin adanya komitmen bersama dari masyarakat desa kalau desanya tersebut dideklarasikan sebagai desa wisata. “Masyarakat desa nantinya bisa memberikan jaminan pelayanan Sapta Pesona (Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan),” katanya.
Selain itu, pengelola wisata harus mampu mengemas infomasi tentang potensinya dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat, khususnya agen perjalanan untuk dijadikan bagian dari paket wisata agar mudah ditawarkan pada wisatawan.  “Promosi tidak boleh setengah-setengah dan harus konsisten serta memanfaatkan media apa saja,” tandasnya.
Ditekannya juga kalau pengelola desa wisata harus tetap menjaga konsistensi dari kearifan lokalnya. “Jangan sampai ada budaya luar atau permainan dari luar itu masuk atau mempengaruhi ke dalam desa, sehingga mengurangi kharisme dari desa wisata itu sendiri,” ujarnya.
Selain itu juga ada dari Pusat Pengembangan Pariwisata UGM, Destha Titi Raharjana yang juga penggiat Wisata Komunitas, dengan memberikan materi ‘Perancangan/Penyusunan Kemasan Paket Wisata’.
Destha menjelaskan mulai dari jenis paket wisata yang harus ditentukan pengelola wisata, tahapan penyusunan paket wisata, membuat model paket wisata, kiat menyusun acara wisata. “Tak kala pentingnya yaitu pertimbangkan pertimbangkan waktu dalam tour, baik itu diatas kendaraan, kegiatan tour, untuk istirahat, dan untuk memotret, berkumpul ,dan lain-lain,” katanya.
Selain itu juga ada M. Panji Kusumah selaku Praktisi Desa Wisata dari DIY dengan materi ‘Pengemasan Paket Wisata Yang Berdayasaing dan Layak Jual’ juga menjelaskan perlunya merancang dan mengemas paket desa wisata.
Dikatakannya, adanya rancangan dan kemasan paket maka ada daya tarik wisata di desa menjadi lebih menarik dan beragam pilihannya, sehingga menyebabkan tamu wisata menjadi lebih kerasan dan tinggal lebih lama di desa atau memutuskan untuk berkunjung kembali di lain waktu.
Pada akhirnya masyarakat menjadi lebih mengenali potensi sesungguhnya yang ada di desa. Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam satu desa  dan manfaat yang diterima oleh masyarakat semakin banyak. Dalam bimtek itu, Panji juga sempat memberikan contoh dalam menghitung sebuah paket desa wisata agar dimengerti para pengelola desa wisata lainnya.
Usai menerima materi, para pengelola desa wisata juga diajak terjun ke lapangan meninjau ke desa wisata yang sudah diakui secara nasional yaitu di Desa Gubuk Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Di desa itulah mereka berkunjung ke Coban Pelangi dan Agrowisata Petik Apel.
Setelah meninjau desa wisata layaknya wisatawan, para pengelola wisata kembali ke Balai Desa selanjutnya melangsungkan kegiatan berdiskusi bersama untuk membahas hasil kunjungannya serta menyusun produk kemasan paket wisata yang bisa diimplementasikan di desa wisatanya masing-masing. [rac]

Tags: