Pengelola KBIH Tolak Pemberlakuan Pajak Haji dan Umroh

Salah seorang pengelola KBIH di Jombang saat di wawancarai wartawan, Kamis siang (04/01/2018). [Arif Yulianto]

Jombang, Bhirawa
Kebijakan pemerintah Arab Saudi menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% untuk ibadah haji dan umrah pada awal 2018 membuat biaya perjalanan ke tanah suci bakal naik. Beberapa Pengelola Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Jombang menolak kebijakan tersebut karena dinilai memberatkan jamaah yang mau menjalankan ibadah.
Salah satu pengelola KBIH di Jombang, KH. Abdul Adlim Dimyati (Abah Adlim) mengatakan, wacana adanya penerapan pajak haji dan umroh sebesar lima persen itu di anggap bakal memberatkan calon jamaah haji dan umroh yang berniat berangkat melakukan ibadah haji ke tanah suci.
“Kalau menurut saya dampaknya berat. Calon jamaah haji kan banyak yang orang kampung, orang desa. Ongkos haji saja sudah mahal, apalagi di tambah pajak sebesar lima persen,”ungkap Abah Adlim kepada sejumlah wartawan di rumahnya, Mojongapit, Jombang, Kamis siang (4/1)).
Namun Abah Adlim menuturkan, kabar tentang pemberlakuan pajak haji dan umroh sebesar lima persen tersebut masih sebatas wacana dan belum ada pembahasan di Pemerintah Republik Indonesia (RI). “Tapi ini kan masih wacana, belum keputusan yang final dan mungkin masih di bahas oleh pemerintah,”tambahnya.
Hal ini di katakannya berbeda dengan kebijakan penerapan pajak ijin tinggal (visa) yang telah di terapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Secara pribadi, ia tetap menolak adanya wacana pemerintah Arab Saudi yang akan memberlakukan pajak tersebut.
“Pemerintah Arab Saudi tidak layak kalau menerapkan pajak haji dan umroh sebesar lima persen ini. Lha wong bukan warganya kok di mintai pajak. Secara pribadi saya menolaknya, kalau sikap pemerintah, ndak tahu saya,”bebernya menegaskan.
Di konfirmasi terkait kabar tersebut via sambungan ponselnya, Kepala Kementrian Agama (Kemenag) Jombang, Abdul Haris membenarkan adanya wacana tersebut, namun secara resmi, belum ada pemberitahuan resmi dari Pemerintah Arab Saudi kepada Pemerintah RI.
“Wacana pajak ini kan baru kita dengar dalam hitungan jam atau hari. Jadi, pemerintah belum menentukan sikap karena pemberitahuan secara resmi dari Pemerintah Arab Saudi belum ada,”pungkas Abdul Haris.

Ditanggung Jamaah
Sementara itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, PPN tersebut akan berdampak pada biaya haji dan umrah. “Tentu konsekuensinya apa boleh buat ya, tentu akan ada penyesuaian harga, akan ada kenaikan-kenaikan harga,” ujar Lukman di Kantor Kemenag.
Menurut Lukman, saat ini pihaknya sedang menghitung biaya haji. Tujuannya, kata dia, agar kenaikannya tetap pada ambang batas kewajaran. “Agar kenaikannya itu betul-betul pada ambang batas yang masih bisa ditolerir, yang rasional. Jangan sampai kenaikannya itu pada akhirnya memberatkan para calon jemaah haji,” ucap dia.
Lukman menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan menanggung PPN tersebut karena ini dibebankan kepada semua orang, tanpa terkecuali. “Tidak (ditanggung pemerintah), karena itu kan berlaku semua setiap orang,” ucapnya.
Lukman menjelaskan, PPN ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2018. Menurut dia, PPN ini merupakan kebijakan dari pemerintah Arab Saudi. “Jadi, ini adalah kebijakan pemerintah Saudi Arabia terhitung sejak 1 Januari 2018. Jadi seluruh pengeluaran, seluruh bentuk pelayanan itu dikenai pajak 5 persen dan tidak terkecuali pelayanan umrah dan haji,” ucapnya.
Sehingga, kata Lukman, mau tidak mau, pembayaran PPN ini akan dibebankan kepada para calon jemaah haji dan umrah. “Karena semuanya terkena, jadi kita mau beli makanan, minuman, kita mau melakukan apa saja yang terkena pajak itu. Selama ini pemerintah Saudi Arabia tidak mengenakan pajak, kalau kita kan sudah 10 persen. Nah, baru tahun ini maksud saya (Arab Saudi) mengenakan pajak 5 persen,” tandas Lukman. [rif]

Tags: