Pengelolaan Dana BOS dan Pentingnya Transparansi Anggaran

Rurita memberikan materi Dana Bos dan Pentingnya Transparansi Anggaran secara virtual kemarin.

Surabaya, Bhirawa
Kasus penyalahgunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bukan barang baru dalam dunia pendidikan. Sekolah Dasar, Menengah, hingga Atas banyak yang mempunyai rekam jejak penyalahgunaan. Mulai dari Mark up/down anggaran, proyek fiktif, hingga menyalahgunakan dana untuk kepentingan pribadi. Maka penting bagi seluruh elemen melakukan pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan.
Hal inilah yang mendasari Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) KPK menyelenggarakan kegiatan Edukator Antikorupsi. Menyasar empat sekolah. Dua di Surabaya dan dua di Medan. Antara lain, SDN Kedung Cowek I, SDN Tanah Kali Kedinding I, SMPN 6 Medan, dan Yayasan Kristen Metodhist 5 Medan. Tema yang dibahas ialah Dana Bos dan Transparansi Anggaran. Dibawakan Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut periode 2011 – 2019, Rurita Ningrum.
Dalam kegiatan yang dimulai pukul 14.00 itu, Rurita menyampaikan bagaimana sebenarnya pengelolaan dana BOS yang baik. ”Ada beberapa hal yang bisa didanai BOS,” ujarnya.
Antara lain, jelas Rurita pengembangan perpustakaan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, evaluasi pembelajaran, pengelolaan sekolah, pembelian/perawatan alat multimedia pembelajaran, pembayaran honor, perawatan sekolah, langganan daya dan jasa, serta pengembangan profesi guru. ”Ini yang untuk SD dan SMP/sederajat ya. Sedangkan SMK atau SMA ada tambahan item lagi,” ujar Hakim Adhoc Pengadilan Negeri (PN) Medan itu.
Rurita menjelaskan, selain itu, dana BOS tidak bisa digunakan. Ada beberapa larangan yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam pengelolaan dana itu. Antara lain tidak boleh disimpan untuk dibungakan, dipinjamkan kepada pihak lain, dibelikan perangkat lunak untuk laporan pengunaan BOS SMA/SMK, untuk studi tur, membayarkan iuran yang sudah didanai penyelenggara kegiatan (kecuali untuk menanggung biaya siswa/guru yang ikut dalam kegiatan).
“Tidak boleh juga membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru. Ada 10 lagi itemnya. Intinya tidak boleh digunakan selain ketentuan yang sudah ada sebelumnya,” ujarnya.
Penggunaan dana BOS itu, kata Rurita, semakin ketat saat ini. Sebab, sudah diatur oleh tiga kementerian sekaligus. Yakni, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ”Skema dana BOS dilakukan dalam tiga tahap ya bapak ibu. Pertama, 30%. Kedua, 40%. Dan ketiga 30%. Sebesar 50% dari dana BOS bisa digunakan untuk pembayaran guru honor,” tuturnya. Meskipun tiga kementerian sudah melakukan pengetatan sistem, Rurita tak menampik ada celah korupsi.
Hal itulah yang ditanyakan Janny Mudjijanto, guru dari SDN Tanah Kali Kedinding I. ”Banyak strategi yang digunakan untuk mengemplang dana itu. Bagaimana solusinya Bu,” tanya Janny.
Rurita menerangkan, di sinilah pentingnya transparansi anggaran. Transparansi itu, kata dia, mencakup mulai tahap perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan. Di ketiga tahap ini lah yang perlu diawasi. Sekolah harus transparan terkait hal ini. Dan guru maupun wali murid harus menanyakannya. Rurita mengaku banyak sekolah yang masih belum transparan soal penggunaan Dana BOS. Bendahara dan kepala sekolah adalah sosok yang paling mengetahui kemana aliran dana itu. ”Permainan memang banyak di sini,” tambah nya.
Meski begitu, warga sekolah berhak menanyakan itu karena menyangkut pelayanan publik. Ada juga UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Sehingga bisa diadukan dulu ke internal. ”Setelah tidak mempan lalu ke inspektorat. Jika belum bisa, baru ke KPK. Ada kanal lapor di sana,” ujar Rurita. Banyak peserta yang berbagi pengalaman mereka selama bersentuhan dengan dana BOS itu. Peserta sangat antusias dan terbuka dengan kondisi di sekolah mereka.
Rurita pun mendorong sekolah untuk lebih transparan kepada warga sekolah terkait dengan penggunaan dana BOS. Mulai dari membuat situs sekolah, memajangkan penggunaan dana BOS di mading sekolah, serta laporan tahunan yang terbuka bagi guru, wali murid, dan siswa. ”Sistem ini juga harus dikuatkan oleh kemauan kepala sekolah, guru, dan wali murid. Semua elemen harus mengerti peran mereka masing-masing,” katanya.
Inisiator Edukator Antikorupsi Edward Silaban merasa senang dengan pembahasan tersebut. ”Sebagai asisten Ombudsman RI Sumut, saya dapat ilmu baru terkait pengawasan ini,” katanya. Sementara itu, inisiator lainnya, Fajar Anugrah Tumanggor berharap pelatihan itu bisa diterapkan di lingkungan sekolah masing-masing. ”Kami ingin menumbuhkan bibit antikorupsi sedini mungkin. Untuk Indonesia yang lebih baik,” tuturnya. [fen]

Tags: